Namun menurut filsuf Kierkegaard (dalam Hassan, 1976), titik tolak pengamatan untuk memahami eksistensi manusia senantiasa berpangkal pada manusianya sebagai sebuah kenyataan subjektif.Â
Manusia yang bersifat individual, namun terikat dalam sebuah tradisi yang dianggap 'universal'. Dari kisah Siti Nurbaya ini, setidaknya kita bisa merenungkan sejenak, apa sesungguhnya hakikat dari kebhinekaan Indonesia.
Belum lama ini, penemuan batu tulis atau prasasti di Bukit Gado-Gado juga mengejutkan banyak pihak, terutama para arkeolog yang terinspirasi untuk meneliti lebih lanjut.Â
Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat pada tahun 2017 telah memulai gerakan menyelamatkan dugaan cagar budaya prasasti Bukit Gado-Gado tersebut.Â
Meskipun batu prasasti itu telah mengalami kerusakan akibat faktor alam maupun vandalisme, namun masih ada harapan untuk ditelusuri keberadaan artefak lainnya. Apa yang tertulis di permukaan batu tersebut hingga kini masih merupakan misteri.
Albert Einstein semasa hidup  pernah mengatakan, "Look deep into nature, and then you will understand everything better".  Tapi sebenarnya orang Minang sudah lebih dulu berujar, "Alam takambang jadi guru", bahwa alam dan pengalaman merupakan guru yang terbaik.Â
Bukit Gado-Gado yang juga bakal diintegrasikan dengan area Kota Tua Muaro, adalah alam sekaligus pengalaman, tempat kita bisa menghargai alam sekaligus belajar dari warisan sejarah dan budayanya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H