Carol Guzy, pemenang empat kali Hadiah Pulitzer, mungkin  dikenang karena kepiawaiannya mengungkap sisi gelap manusia melalui jepretan kamera.Â
Jurnalis James Nachtwey juga mungkin kerap bikin orang menangis lewat karya fotonya tentang penderitaan perang. Itulah kekuatan visual dari karya fotografi, yaitu menghadirkan kehidupan hingga mengharubirukan perasaan bagi orang yang melihatnya.
Namun mengabadikan yang "mati" untuk menghadirkan sensasi kehidupan adalah bagian dari tantangan tersendiri bagi para fotografer. Terutama ketika harus merepresentasikan benda-benda purbakala sebagai sebuah karya seni. Inilah keunggulan dari genre "Still Life" dalam kreativitas fotografi, yaitu membangun persepsi keindahan melalui pemotretan benda-benda mati.
"Still Life at Gunung Padang Site" adalah judul dari Buku Foto yang diluncurkan September 2019 Â (ISBN 97862-39015121) Â sebagai salah satu luaran dari hasil penelitian Tim Riset PDUPT Situs Gunung Padang dari DKV-Universitas Indraprasta (Unindra) PGRI yang diketuai oleh Winny Gunarti Widya Wardani dengan anggota tim Wulandari dan Syahid, beserta tenaga lapangan Pandu dan Dimas dari mahasiswa DKV. Â
Riset yang didanai oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi ini bersifat multitahun dan telah berlangsung secara bertahap sejak awal tahun 2019, dengan target menerbitkan buku foto tentang Situs Gunung Padang menurut masing-masing genre fotografi, dan juga publikasi di Jurnal.
Situs Gunung Padang yang disebut pula sebagai Bukit Cahaya, merupakan wilayah sebaran batu  dari batuan beku yang menjadi jejak peninggalan peradaban manusia di masa lalu. Situs Megalitikum yang terletak di Desa Karyamukti, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat ini juga telah menjadi magnet para peneliti dunia.Â
Berbagai temuan awal dari  Tim Katastropik Purba maupun Tim Terpadu Riset Mandiri dari pemerintah Indonesia pada tahun 2011, telah pula dikuatkan oleh Laboratorium Beta Analytic Miami (Akbar, 2014), hingga menimbulkan keterkejutan para ilmuwan, antropolog, maupun arkeolog dari mancanegara, karena usia situs ini ternyata lebih tua dari Piramida Giza, Mesir.
 Sebaran batu dari sisa punden berundak yang terbagi dalam lima tingkatan teras di Situs Gunung Padang menunjukkan banyak tanda kehidupan manusia di masa lalu. Batu-batu menunjukkan adanya peninggalan jejak kaki manusia, jejak kaki hewan, dan simbol-simbol yang dimaknai sebagai warisan nilai-nilai budaya.Â
Sebagian besar batu yang berbentuk balok-balok besar juga memiliki tekstur dengan ciri goresan, baik besar maupun kecil, termasuk garis-garis yang menyerupai guratan, atau bercak-bercak yang dapat disebabkan oleh pengaruh alam.Â
Ragam bentuk batu maupun serakannya dengan posisi yang membentuk sisa ruang maupun dinding pembatas ataupun jalur jalanan, menghidupkan pemikiran tentang adanya pengetahuan, teknologi dan majunya peradaban manusia pada masa prasejarah.
Buku foto ini mengkhususkan pada pemotretan terhadap sebaran batu Megalitikum sebagai benda-benda mati yang mempunyai makna budaya, terutama mengabadikan tanda-tanda sejarah, bentuk batu, susunan batu, maupun tekstur batu.Â