Mohon tunggu...
Winny Gunarti
Winny Gunarti Mohon Tunggu... Dosen - Penulis, Peneliti, Pengajar di Universitas Indraprasta (UNINDRA) PGRI, Jakarta

Kontak IG @winnygunarti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Seandainya Ada Batman di Indonesia

17 Agustus 2016   08:34 Diperbarui: 17 Agustus 2016   14:05 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Animasi Batman. Moviefreak

Sejarah telah menorehkan banyak contoh pemimpin dunia yang patut diteladani. Kisah-kisah Rasul juga telah didongengkan kepada anak-anak untuk membangun paradigma tentang pemimpin yang amanah. Akan tetapi, sejarah dan kisah-kisah spiritual yang seharusnya menyentuh qolbu para pemimpin negeri seperti debu-debu yang beterbangan dibawa angin. 

Oleh karena itu, menyambut kemerdekaan Indonesia yang ke-71  tahun ini, sebagai rakyat jelata, barangkali saya hanya bisa berandai-andai dulu dalam konteks populer dan  fantasional... Seandainya... Seandainya ada Batman di Indonesia!

Batman bukanlah pemimpin, ia hanyalah anggota masyarakat yang kebetulan jadi pengusaha karena warisan orangtuanya. Batman bersedia meleburkan dirinya ke dalam kerumitan persoalan Kota Gotham demi mencegahnya dari kehancuran. Batman rela mengorbankan harta bendanya untuk melakukan perbuatan yang nyata. 

Batman berkomitmen untuk menemukan identitasnya sebagai manusia ciptaan Tuhan melalui tindakan langsung dan bukan sebatas mengeluarkan wacana yang tidak jelas ujungnya. Batman berani mengorbankan jiwa raganya untuk keberlangsungan hidup rakyat Gotham yang lebih baik. Batman berjihad dan berhijrah. 

Indonesia sedang merindukan "pahlawan". Memang, nasib bangsa tidak bisa bertopang pada kiprah satu pahlawan. Untuk membangun masyarakat yang lebih baik diperlukan kerja sama semua pihak. Kebenaran pun tidak akan pernah datang tanpa perjuangan, ia akan terungkap sedikit demi sedikit selama masyarakat masih mampu menalar. 

Budaya demokrasi yang tengah tumbuh di negeri ini agaknya masih perlu melewati berbagai “kegelisahan”, sebagai dinamika menuju bangsa yang lebih maju, itupun jika kita punya tekad tangguh untuk tidak menjadi “negara berkembang selamanya”.

Psikoanalis Erich Fromm dalam pemikiran kritisnya Escape From Freedom, menulis ulang tentang berfungsinya “Masyarakat yang Sehat” (1995), bahwa kemajuan hanya dapat terjadi kalau perubahan-perubahan terjadi secara serentak di bidang ekonomi, sosial-politik, dan kebudayaan; bahwa kemajuan apa pun yang terbatas pada satu bidang saja akan menghancurkan kemajuan di semua bidang.

Jadi, untuk merayakan kemerdakaan hari ini, tidak ada jalan lain, kita harus terus belajar untuk kembali bangkit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun