Mohon tunggu...
Winka Nafi
Winka Nafi Mohon Tunggu... Guru - Hanya seorang guru yang masih berstatus murid

Hanya suka membaca suasana dan menuliskan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sekuler Tanpa Sadar

10 Agustus 2024   10:10 Diperbarui: 10 Agustus 2024   10:36 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Secara singkat, sekulerisme adalah suatu paham yang memisahkan antara perkara agama dengan urusan sipil (kita bahasakan urusan dunia saja). Konon paham ini muncul pertama kali di Eropa pada Abad Kegelapan atau biasa disebut Dark Age. Saat itu kekuasaan negara didominasi oleh gereja yang dianggap semena-mena. Gereja dianggap terlalu memaksakan doktrin-doktrinnya yang terkadang dipandang tidak logis dan tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan. Akibat keresahan itu, muncul upaya untuk memisahkan agama dari kehidupan dunia, karena dianggap agama itu sebagai penghambat kemajuan.

Kita selalu ramai-ramai bersuara bahwa Islam sangat menolak adanya sekulerisme dalam agama. Selalu kita menghina dan memaki golongan Kemal Ataturk yang merubah Turki menjadi negara sekuler. Di mimbar-mimbar agama itu selalu digaungkan bahwa sekulerisme adalah paham sesat karena ingin memisahkan agama dari kehidupan kita semua. Bagi kita, Islam sangat anti dengan sekulerisme.

Pemahaman itu memang benar adanya. Islam sangat menolak paham sekulerisme. Agama yang didasarkan pada Al Quran dan As Sunnah ini sangat menjunjung tinggi keseimbangan agama dan dunia. Bahkan dalam kitab “Ad Diin Al Islami” karya Syaikh Hasan Manshur, Syaikh Abdul Wahab Khairuddin, dan Syaikh Mushtafa Inani disebutkan bahwa keseimbangan agama dan dunia ini adalah salah satu karakteristik agama Islam. Toh juga saat kita berdoa selalu ditutup dengan “Doa Sapu Jagat” yang isinya meminta kebaikan dunia dan akhirat.

Tapi, pernahkah Anda sadar bahwa kita sebagai umat yang anti-sekulerisme itu justru terkadang melakukan sekulerisme itu sendiri? Kita yang membaca “Doa Sapu Jagat” itu terkadang malah memisahkan antara kepentingan dunia dan akhirat! Apa buktinya? Mari kita buka hati ini selapang-lapangnya, kita jernihkan pikiran kita, dan kita renungi bersama-sama.

Kita mulai renungan kita ini dari sisi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan. Bagi Anda yang pernah nyantri di Gontor mungkin tidak asing dengan istilah: “100% agama, 100% umum”. Konon, istilah ini diucapkan oleh K.H. Imam Zarkasyi -salah satu pendiri Pondok Modern Gontor- ketika ditanya tentang prosentase pelajaran agama dan umum di pondok yang berdiri tahun 1926 ini. Apa maksud dari pernyataan beliau? Bukankah harusnya pembagian itu 50% agama dan 50% umum? Setelah melalui proses perenungan yang lumayan lama, saya pun mulai mendapatkan jawabannya.

Bagi Gontor, tidak ada yang namanya dikotomi ilmu pengetahuan. Semua ilmu pengetahuan, baik agama maupun umum, itu pada dasarnya ilmu yang diturunkan oleh Allah kepada manusia. Sehingga semuanya itu harus dipelajari oleh umat Islam semaksimal mungkin. Karena disadari atau tidak, antara ilmu pengetahuan agama (yang mengarah ke perkara akhirat) dengan ilmu pengetahuan umum (yang mengarah ke perkara dunia) itu saling berkaitan satu sama lain. Apa buktinya? Mari kita simak apa yang dinyatakan oleh Al Khawarizmi dalam mukadimah kitabnya yang berjudul “Al Jabr wa Al Muqabalah”:

"Ala an allaftu min kitab al jabr wa al muqabalah kitaban mukhtasharan hashiran lilathifi al hisab wa jalilihi lima yalzamu an naas min al hajah ilaihi fi mawaritsihim wa washaayaahum wa fii muqaasamaatihim wa ahkaamihim wa tijaaratihim."

Saya yakin bagi Anda yang pandai berbahasa Arab akan langsung paham maksud pernyataan Al Khawarizmi ini. Namun, baiklah saya sampaikan makna bebas atas pernyataan ini bahwa maksud Al Khawarizmi menulis kitab tentang aljabar (matematika) adalah agar umat Islam bisa memakainya dalam perkara waris, wasiat, perdagangan, dan sejenisnya. Jelas sekali bagi manusia yang berakal bahwa Al Khawarizmi menuliskan kitab tentang ilmu dunia untuk kepentingan ilmu agama.

Hal ini yang mungkin tidak kita sadari selama ini. Mungkin saja orang zaman sekarang tidak begitu ngeh bahwa perhitungan matematika itu bisa berkaitan erat dengan ilmu fiqh. Bila tidak dengan ilmu matematika, lantas bagaimana Anda bisa menghitung waris, arah kiblat, waktu shalat, awal masuk bulan hijriyah, zakat, sedekah, dan sebagainya? Sampai di sini, apakah Anda masih berpemahaman bahwa ilmu agama dan ilmu dunia tidak bisa bersatu padu dan harus dipisahkan?

Lagi kalau kita mau renungi ayat-ayat yang ada di dalam Al-Qur’an. Ada berapa banyak firman Allah yang menjelaskan tentang ilmu pengetahuan umum, sains, dan bahkan teknologi. Orang yang sering Yasinan harusnya tidak asing dengan ayat: “Wasy syamsu tajri limustaqarril laha…dst”. Apa isi ayat tersebut? Bukankah itu tentang matahari yang berputar di porosnya? Dengan ilmu apakah Anda akan memahami makna ayat tersebut bila tidak dengan ilmu fisika dan astronomi?

Tak usah mencari jauh-jauh ayat Al Quran yang lain. Wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam ialah surat Al ‘Alaq ayat 1-5. Saya menduga dalam ayat tersebut ada pesan tersirat kepada kita untuk belajar ilmu biologi. Kalau Anda cermati ayat pertama surat tersebut, akan ditemukan kata “alaq”. Dalam salah satu ceramahnya, K.H. Bahauddin Nursalim atau Gus Baha pernah mempertanyakan kepada khalayak tentang makna kata tersebut. Dalam terjemah Al Quran yang kita tahu selama ini, kata tersebut memiliki arti “segumpal darah”. Tapi itu bertolak belakang dengan makna secara bahasa, yaitu kata “alaq” memiliki makna “sesuatu yang menempel”. Silakan buka kamus-kamus berbahasa Arab! Kata Gus Baha, setelah beliau berdiskusi dengan ahli-ahli biologi dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, makna “segumpal darah” itu kurang tepat. Apa sebab? Karena dalam proses pembentukan manusia terdapat sebuah peristiwa yang bernama implantasi, yaitu proses menempel dan tertanamnya embrio dalam lapisan dinding rahim wanita. Silakan Anda berpikir, mana kira-kira makna yang cocok dengan kata “alaq”?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun