"Kita itu udah gak kekurangan masalah kalau ngomongin soal sampah. Itu udah masalah semua deh isinya!"
Pernyataan tersebut rasanya cukup menohok bagi siapa saja yang mendengarnya. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa hingga saat ini, sampah masih menjadi salah satu masalah di Indonesia yang belum jelas penyelesaiannya. Hal tersebut dapat dilihat dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi beberapa waktu ke belakang.Â
Mari kita tengok kembali tragedi yang pernah terjadi di Kota Cimahi, tepatnya TPA Leuwigajah pada tahun 2005 silam. Saat itu, sampah dibiarkan menumpuk tanpa ada proses pemilahan dan pengelolaan yang jelas. Tanpa orang-orang sadari, gas metana perlahan-lahan mulai terbentuk di dasar tumpukan sampah yang terus dibiarkan begitu saja. Hingga akhirnya, TPA Leuwigajah meledak bagaikan bom waktu. Boom!Â
Sampah yang dibiarkan menumpuk bertahun-tahun lamanya berhamburan ke segala arah, membuat daerah di sekitarnya tenggelam dalam lautan sampah. Tidak hanya merugikan secara material, tsunami sampah ini juga merenggut setidaknya 157 korban jiwa.Â
Akan tetapi, kejadian memilukan tersebut rasanya tidak dijadikan pelajaran oleh orang-orang. Mereka melakukan hal yang sama di TPA Sarimukti. Tempat yang pada awalnya direncanakan sebagai pengganti sementara, nyatanya terus beroperasi hingga tahun ini. Berdasarkan pernyataan Koordinator TPA Sarimukti, Riswanto, tempat tersebut bahkan akan terus digunakan hingga tahun 2028.
Memang saat ini sudah ada upaya untuk pengolahan di TPA Sarimukti, tetapi hal tersebut belum dapat dilakukan secara optimal. Sampah pun terus menggunung. Nahasnya, kecerobohan oknum pemulung pada 19 Agustus 2023 lalu, membuat gunungan sampah tersebut kembali membawa malapetaka. Puntung rokok yang ia buang sembarangan ke area yang panas dan mudah terbakar di TPA Sarimukti menyulut kebakaran yang cukup besar. Akibatnya, TPA Sarimukti harus berhenti beroperasi untuk sementara waktu.
Beberapa peristiwa tersebut menjadi bukti nyata bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya memilah dan mengolah sampah masih perlu ditingkatkan. Selain itu, pemerintah juga belum serius dalam menangani masalah ini. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia, disebutkan bahwa Dana Bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah Tahun Anggaran 2021 berjumlah Rp53.095.000.000,00 (lima puluh tiga miliar sembilan puluh lima juta rupiah). Sementara itu, dilansir dari laman Menteri Lingkungan Pemerintah Jepang, berdasarkan data tahun anggaran 2020, negeri sakura ini berani menggelontorkan dana hingga 2,19 triliun yen atau setara dengan 257 triliun rupiah. Jika dibandingkan dengan Jepang yang luas daratannya kurang lebih hanya 1/10 luas daratan Indonesia, dana yang dianggarkan pemerintah Indonesia untuk pengelolaan sampah jauh lebih kecil.
Tidak hanya aksi nyata pemerintahnya, masyarakat Jepang pun memegang peran penting dalam menjaga kebersihan lingkungan. Dilansir dari situs ITO EN, masyarakat Jepang dikenal disiplin dan memandang kebersihan sebagai perkara yang serius.Â
Mengetahui hal tersebut, penulis kemudian berpikir, apakah masyarakat Indonesia juga memiliki kesadaran untuk melakukan hal yang sama?
Setelah menelusuri upaya pemeliharaan lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat di Indonesia, penulis menemukan bahwa sejak pertama kali didirikan, Masjid Salman ITB telah melakukan upaya tersebut. Masjid yang berlokasi di Jl. Ganesa No.7, Lb. Siliwangi, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat itu telah menyediakan tempat sampah terpilah sejak tahun 2017. Namun, karena tidak ada tim yang fokus untuk mengurusnya, upaya tersebut berjalan secara terpisah-pisah tanpa adanya koordinasi yang baik.
Pada awal tahun 2022, sebuah komunitas bernama Salman Environment Rangers (Savior) lahir sebagai bentuk penyatuan gerakan pengelolaan sampah yang lebih terkoordinir. Savior melanjutkan upaya pemeliharaan lingkungan dengan berfokus pada pemilahan dan pengolahan sampah di Masjid Salman ITB dan sekitarnya.
Penulis berkesempatan untuk mengenal Savior lebih dalam melalui perbincangan dengan beberapa pihak yang berkaitan dengan komunitas tersebut. Salah satunya adalah Lulu Nailufaaz. Lulu merupakan ketua sekaligus salah satu penggagas berdirinya Savior.
"Keberhasilan suatu infrastruktur lingkungan adalah dari manusianya," ucap Lulu dalam wawancaranya bersama penulis.Â
Menurutnya, Savior hadir sebagai sebuah support system yang dapat menjaga sustainability pemanfaatan infrastruktur ramah lingkungan di Masjid Salman. Selain itu, Savior juga berupaya untuk merealisasikan prinsip ramah lingkungan ke dalam bentuk tindakan dari manusia, sekaligus menurunkan nilai-nilai dalam komunitas melalui kaderisasi.
Dalam konteks urgensi pengelolaan sampah, Savior melihat dari dua sisi, yaitu sisi masalah dan sisi potensi. Kalimat yang tercantum di awal tulisan ini sebenarnya merujuk pada cara Savior memandang urgensi pengelolaan sampah dari sisi masalah. Menurut Lulu, salah satu value dari sisi masalah yang membuat Savior bergerak adalah QS. Ar-Rum ayat 41, di mana Allah menyebutkan bahwa kerusakan yang terjadi di darat dan laut itu akibat ulah manusia sendiri.
Sementara dari sisi potensi, mereka memandang bahwa manusia memiliki potensi dalam dirinya untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.Â
Dalam Islam, manusia diturunkan ke bumi untuk menjadi Khalifah yang bertugas menjaga dan merawat bumi. Atas dasar itulah Lulu berpendapat bahwa seharusnya manusia menjadi garda terdepan yang menjaga keberlangsungan dan keseimbangan dari alam.
Sama halnya dengan Lulu, Salim, pembina Savior, mengungkapkan bahwa ada banyak dalil yang mendorong umat Islam untuk membangun etika terhadap lingkungan, menyayangi sesama makhluk, dan tidak membuat kerusakan di muka bumi.Â
Urgensi-urgensi tersebut kemudian membuat keberadaan Savior bagaikan oase di tengah gurun pasir yang memberikan harapan dalam pengelolaan sampah secara lebih baik, di tengah carut marutnya pola pengelolaan sampah yang ada.
Dalam hal mengelola sampah, Savior melakukan dua tahapan. Tahap pertama merupakan tahap pemilahan sampah. Sampah-sampah yang telah terkumpul dari lingkungan Masjid Salman dan sekitarnya dibagi ke dalam lima kategori. Setiap kategori ditandai dengan label warna yang berbeda.Â
Tahapan kedua adalah pengolahan sampah. Perlu diketahui, kegiatan pemilahan dan pengolahan sampah tidak hanya dilakukan oleh Rangers, sebutan untuk anggota Savior, tetapi juga melibatkan berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut adalah:
Kampus ITB, yang menjadi pihak utama, karena Masjid Salman adalah masjid kampus. Kemudian dengan unit-unit kegiatan dan karyawan yang ada di Masjid Salman, termasuk para pekerja non-Salman yang gedung kantornya masuk ke dalam kompleks masjid.
Para pegiat lingkungan di sekitar kota Bandung. Menurut Lulu, Savior selalu butuh booster tambahan supaya idealisme yang terbangun itu bersifat menyeluruh. Savior berusaha menjangkau edukasi terkait pemilahan sampah kepada seluruh masyarakat dari berbagai lini kehidupan, terutama mereka yang pernah berkunjung ke Salman.
Mitra-mitra utama Savior dalam pengolahan lanjutan sampah yang telah terpilah. Sampah organik dikelola secara pribadi oleh Savior untuk dikompos di Masjid Salman atau ke Sabuga ITB ketika sudah overload serta berjejaring dengan Karang Taruna Tamansari untuk diolah menjadi pakan magot. Proses pengomposan tadi akan menghasilkan pupuk, yang nantinya digunakan untuk menyuburkan tanaman di sekitar Masjid Salman. Jika ada pihak lain yang membutuhkan pupuk tersebut, maka akan dibagikan secara percuma alias gratis. Sementara dalam pengolahan material daur ulang seperti botol, plastik dan sebagainya, Savior bekerjasama dengan Bank Sampah Induk (sebelumnya Bank Sampah Bersinar) dan para pengepul lokal. Untuk pengolahan sampah residu dilakukan dengan penanganan Refuse Derived Fuel (RDF) menjadi briket sampah, dimana dalam pengolahan sampah residu ini Savior bekerjasama dengan Waste4change yang sebagian anggotanya merupakan alumni Teknik Lingkungan ITB.Â
Instansi-Instansi yang mendukung edukasi seperti Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung. Selain DLHK, Savior juga kerjasama dengan MUI Kota Bandung untuk bisa menjangkau masjid-masjid di Kota Bandung, Humas Bandung (publikasi media), serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Untuk memastikan pemilahan sampah berjalan dengan baik, Savior menempatkan beberapa Rangers untuk berjaga di titik-titik tempat sampah terpilah. Mereka nantinya akan mengarahkan jama'ah untuk membuang sampahnya ke tempat yang tepat. Ini termasuk dalam upaya edukasi kepada masyarakat terkait pemilahan sampah itu sendiri.Â
Berdasarkan data timbulan sampah yang diterima oleh Savior pada tahun 2023, sampah dengan label warna hijau (sampah sisa makanan) memiliki massa terbesar di antara sampah dengan label warna lainnya, yaitu 21.314 kg/hari. Sementara itu, sampah plastik yang diterima memiliki massa yang paling kecil, yaitu 5.836 kg/hari.Â
Selain pemilahan dan pengolahan sampah, kegiatan Savior juga mencakup aksi dan edukasi, riset, kaderisasi, dan rekonstruksi. Dalam lingkup aksi, Rangers senantiasa melibatkan diri mereka dalam aksi-aksi ramah lingkungan baik yang dilakukan di sekitar Masjid Salman ITB maupun dalam lingkup Kota Bandung. Mereka juga mengadakan kegiatan lainnya seperti Zero Waste Ramadhan, Sedekah Tematik (mainan, elektronik), Sedekah Wadah Kurban dan lain-lain.Â
Syahril, penanggung jawab Bidang Ekoliterasi Masjid Salman ITB menjelaskan dalam pelaksanaan kegiatannya, Savior terkadang berkolaborasi dengan komunitas pecinta lingkungan lainnya. Contoh kecilnya yaitu ketika dilaksanakan program sedekah sampah yang hingga saat ini masih tetap berjalan. Kemudian sedekah wadah kurban menjelang Idul Adha, dimana dalam program tersebut berhasil terkumpul sebanyak 1000 wadah kurban yang terbuat dari mika putih dan keranjang anyaman bambu.
"Kita ngumpulin sedekah wadah kurban itu sebagai pengganti kantong plastik ketika Idul Adha. Jadi selama menyembelih hewan kurban itu, semua dagingnya masuk ke wadah-wadah mika bening dan besek," jelas Syahril saat wawancara bersama penulis pada Kamis (11/4). Ia menambahkan, bahwa wadah-wadah tersebut berasal dari hasil kolaborasi dengan beberapa komunitas di Bandung.
Salah satu yang terbaru adalah program Sedekah Sampah yang merupakan kampanye bersama dari Gerakan Sedekah Sampah Indonesia dan dikoordinir oleh Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN PSL). Program ini juga menjangkau Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi.Â
Berbicara mengenai pendanaan, Lulu menerangkan bahwa hingga kini Rumah Amal Salman adalah sumber dana utama untuk seluruh kegiatan yang dilakukan oleh Savior. Selain itu, mereka juga mendapatkan sumber dana dari pengelolaan sampah yang dilakukan. Kendati demikian, Savior tidak menutup kemungkinan bagi siapa saja yang ingin memberikan dukungan baik berupa uang maupun infrastruktur yang dapat menunjang kegiatan-kegiatan tersebut.
Sekarang, mari kita masuk ke dalam perjalanan kaderisasi Savior. Dalam konteks kaderisasi, Savior sangat memperhatikan pembekalan bagi para calon Rangers yang telah mendaftar melalui open recruitment yang mereka buka setiap tahun. Tahun 2024 ini, Savior melaksanakan pembekalan bagi para pendaftar dengan tema #BersamaTumbuhDanMenumbuhkan. Melalui pembekalan tersebut, diharapkan tidak hanya diri Rangers saja yang 'bertumbuh'. Akan tetapi, mereka juga dipersiapkan untuk dapat menjadi edukator yang turut menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan.
"Kita mengharapkan setiap anggota itu bisa tumbuh di Savior. Gak cuma tumbuh, tetapi juga mau menumbuhkan (komunitas) Savior-nya. Makanya sayang kalau cuman sampai kamu aja," ujar Lulu.
Savior juga tidak menuntut anggotanya untuk paham segala hal tentang sampah, cukup ketahui potensi mereka dari isu lingkungan, lalu lihat di bagian mana potensi tersebut dapat dikembangkan dalam Savior. Dengan demikian, siapa saja yang berusia 15 tahun ke atas dapat bergabung bersama Rangers lainnya. Tanpa terbatas latar belakang sosial-ekonomi, budaya, maupun agama.
Sebagai komunitas yang melaksanakan kegiatan dalam lingkungan Masjid Salman ITB, tentu saja kita tidak dapat melewatkan bagaimana respon dari para jama'ah masjid terkait keberadaan Savior. Dalam wawancaranya bersama penulis pada Minggu (7/4), Ibrahim, salah satu jama'ah Masjid Salman ITB, mengungkapkan bahwa dirinya sangat mengapresiasi dan mendukung pergerakan dari Savior. Menurutnya, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di Masjid Salman itu, belum ada yang memperhatikan lingkungan, terutama dari segi pengelolaan sampah dan kebersihan.Â
Syahril juga menyatakan hal yang serupa. "Kalau Masjid Salman nggak ada Savior sebagai unit yang menangani pengelolaan sampah, itu sudah pasti sampahnya hancur. Karena Savior itu bisa dibilang sebagai pahlawan Masjid Salman perihal penanganan sampah. Penyelamat lah," ungkapnya.
Anilawati Nurwakhidin, staf divisi kampanye zero waste Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan Bandung (YPBB Bandung) dalam wawancara bersama penulis pada Selasa (16/4) menerangkan bahwa, Savior sampai saat ini begitu konsisten dalam melakukan kegiatannya perihal pengelolaan sampah. Meskipun hal tersebut terbilang cukup sulit dilakukan bagi sebuah komunitas.Â
"Savior tuh gercep dalam melaksanakan kegiatan, jadi walaupun mendesak mereka bisa mewujudkan sesuatu. Kalau lihat dari medsosnya, kelihatan gerakan-gerakan yang cukup konsisten lah ya, kaya pengelolaan sampah di masjid. Nah itu kan sesuatu yang gak banyak digarap ya, tapi (Savior) sampai bikin sistem piket segala macam dan bisa berjalan secara rutin, itu tuh gak gampang banget buat ngewujudin di sebuah kegiatan relawan yang akhirnya rutin sampai sekarang."
Anilawati juga menambahkan, menurut cerita yang ia dengar, Savior pernah mendapatkan pembinaan dan juga dipercaya oleh salah satu bagian dari Kementerian Lingkungan Hidup, menurutnya itu bukti bahwa sebuah konsistensi untuk melakukan hal yang tidak biasa bahkan rumit akan dihargai oleh pihak-pihak lain.Â
Sedikit informasi, ada satu hal yang paling menarik perhatian penulis dari Savior. Hal tersebut adalah tagline mereka, yaitu #DariMasjidUntukBumi. Penulis dibuat bertanya-tanya akan latar belakang serta makna dari tagline tersebut. Menjawab rasa penasaran penulis, Lulu menjelaskan bahwa tagline tersebut diangkat untuk menanamkan prinsip dalam diri anggota dan para relawan bahwa Masjid merupakan 'mercusuar hebat yang menjaga bumi'.Â
Salim juga mengatakan bahwa dalam ajaran Islam, banyak bertebaran dalil baik di Quran maupun Hadits yang menunjukkan bahwa Islam itu peduli pada alam. Oleh karena itu, dari masjid-lah upaya-upaya untuk menjaga bumi harus mulai disebarkan. Masjid yang merupakan tempat berkumpulnya umat Islam harus bisa menjadi contoh. "Dari Masjid Untuk Bumi kiranya berarti masjid dan umatnya harus bisa memberi kontribusi untuk memakmurkan bumi," tambahnya.Â
Terakhir, Lulu berharap masyarakat dapat lebih peduli terhadap sampah-sampah yang dihasilkan. "Yuk bareng-bareng kita sadari konsumsi kita, kita bijak (dalam) konsumsi kita, kita juga bertanggung jawab dengan sisa konsumsi kita. Karena kan kita gak pernah tau kita (akan) masuk surga dari amalan kita yang mana," ucapnya.
Dengan memperhatikan seluruh hal yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis juga berharap langkah Savior dapat mengedukasi sekaligus menginspirasi masyarakat untuk meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan, serta mulai melakukan upaya pemeliharaan lingkungan dimulai dari hal paling sederhana, seperti memilah sampah di rumah masing-masing.
Penulis: Wini Nur Azizah, Shilvia Yulianti S. Ammara NaylaÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H