Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini:
1. Individu lawan masyarakat (individual vs community)
2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
      Pada Sembilan langkah pengambilan keputusan terdapat opsi trilemma atau opsi diluar dua opsi dilematik yang kita alami. Opsi trilemma ini bisa saja merupakan bentuk coaching kepada siswa atau kepada kolega kita. Coaching akan membantu teman dan murid kita untuk menggali potensinya agar mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi. Coaching ini juga bisa diterapkan kepada kita, agar mampu mencari opsi mana yang merupakan terbaik yang bisa kita ambil dalam menyelesaikan permasalahan yang kita hadapi.
Dalam pengambilan keputusan perlu kita sadari akan adanya aspek social emosional yang akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Perlu keadaan yang mindfullness sebelum kita melakukan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang terburu-buru, keadaan emosi yang belum stabil, bisa saja menyebabkan pengambilan keputusan yang tidak objektif. Keputusan yang tidak objektif tentunya akan memiliki konsekuensi yang lebih berat. Berbeda dengan pengambilan keputusan yang kita ambil setelah kita sedikit mundur kebelakang. Menghadirkan suasana dimana kita benar-benar dalam kondisi yang mindfulness sehingga keputusan yang kita ambil tepat.
Dengan pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Pengambilan keputusan yang terbaik adalah keputusan yang berpihak pada murid. Pengambilan keputusan yang kita ambil harus sejalan dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita. Karena sebuah mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya. Contohnya saja saat diketahui salah satu murid menyontek dan dibiarkan saja karena bentuk kasihan dari guru, maka bagi murid yang melihatnya karena bentuk kasihan saja namun tidak melihat pembelajaran dari bentuk kasihan tersebut mungkin akan melakukan kecurangan yang lainnya. Dan bagi murid lainnya bisa saja meniru perilaku mencontek dan menganggap bahwa kecurangan adalah bentuk pemakluman.
      Pengambilan keputusan terhadap masalah-masalah dilema etika akan sulit dilakukan pada lingkungan yang tidak mendukung akan nilai-nilai universal. Oleh karena itu sekolah perlu untuk memiliki budaya positif. Dengan mengembangkan budaya positif di sekolah maka akan terwujud lingkungan yang nyaman dan aman bagi murid serta warga sekolah.
Sebagai pemimpin pembelajaran mempelajari modul ini menjadi sangat penting mengingat bahwa pemimpin pembelajaran yang menghadapi masalah dilema etika atau bujukan moral. Pengambilan keputusan yang diambil haruslah objektif dan mampu untuk terciptanya lingkungan positif, kondusif, nyaman dan aman. Agar mampu menjadi pemimpin pembelajaran yang mampu mengambil keputusan maka filosofi KHD dalam pendidikan, kemudian bagaimana seorang pemimpin memiliki visi sekolah dan mengembangkan budaya positif sangat mempengaruhi karakter pemimpin pembelajaran tersebut. Ditambah lagi bagaimana seorang pemimpin pembelajaran memiliki kondisi social emosional yang bagus saat menghadapi masalah juga menentukkan bagaimana pemimpin pembelajaran mengambil keputusan. Coaching bagi pemimpin pembelajaran merupakan salah satu kondisi dimana seseorang memiliki opsi trilemma dalam menghadapi kondisi dilema etika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H