katamu pagi itu:
"ketuk-ketuk hujan membangunkanku
seperti nada rindu bertalu-talu"
bukan, bukan hujan yang membangunkanmu
hanya ringkih piluku yang merintik
menabuh-nabuh gendang telingamu
:rinduku memang picik
lalu kau berujar:
"kamukah? yang setia berpendar di bening
embun bergelayut di pucuk-pucuk ilalang
ataukah wangi yang kucecap dalam
setiap cangkir coklat panas?
kali ini aku tak ingin salah lagi."
ahh! kiranya, harapmu terlalu dangkal,
tak ingin kumenjelma pendar yang bias
selewat lalu menguap terpapar mentari
tidak juga semilir hasrat yang mewangi
lalu lenyap bersama kepul yang misteri
aku ingin menjelma angin,
yang tak henti bersaksi
pada putaran semesta
pada langkah langkah
pada segala
abdi setia pada titah langit
mengarak awan untuk menetaskan hujan
membelai raga untuk menguapkan peluh
mengisi ruang di setiap penjuru ruang
untukmu, hingga putaran waktu berlalu
...
#curhat bersama, antara aku dan dia yang merindu :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H