Mohon tunggu...
Wineda Erisya Pradani
Wineda Erisya Pradani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa PPG Prajabatan

#BelajarSepanjangHayat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemikiran Pendidikan Humanis Ki Hadjar Dewantara Menuju Manusia Merdeka

29 Maret 2023   17:07 Diperbarui: 29 Maret 2023   18:46 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) sebanyak sepuluh hingga dua puluh persen remaja di seluruh dunia mengalami masalah kesehatan mental. Belakangan ini sering terjadi peningkatan kekhawatiran mengenai kesehatan mental pada pelajar. Kesehatan mental kerap terganggu di mana seseorang dalam keadaan menghadapi situasi  keterpurukan baik di bidang ekonomi, sosial budaya, maupun pendidikan.

Tidak menutup kemungkinan kesehatan mental kerap terganggu karena banyak pelajar yang mengalami keterpurukan dalam pendidikan. Pelajar di zaman sekarang lebih tinggi kecemasannya ketika menghadapi kegagalan dan berujung pada gangguan mental pada diri mereka. Banyak dari mereka yang tidak memperlihatkan gangguan mental yang sedang dialaminya, namun mereka berusaha menyembunyikan perasaan mereka yang sebenarnya. Mereka kerap bersembunyi di balik topeng senyum dan bahagia yang mereka pasang untuk terlihat baik-baik saja. 

Gangguan mental yang dialami para pelajar tidak lain karena lingkungan sekolah yang memantik ketegangan psikologis, kecemasan, stress dan praktik kecurangan serta perlakuan yang tidak etis dan rasional.

Permasalahan pendidikan yang kerap terdengar belakangan ini adalah tawuran anak sekolah, kekerasan guru terhadap siswa, pelecehan seksual oleh guru, video pornografi siswa, hingga tindak asusila sesama guru. Sangat disayangkan betapa mirisnya kasus tersebut yang terus menerus menjadi isu indikasi kegagalan penyelenggaraan pendidikan. 

Pendidikan seharusnya memiliki tanggungjawab untuk menjadikan siswa sebagai manusia dan tentu melindungi mereka dari segala bentuk ancaman sebagai perwujudan janji kemerdekaan dan dasar filosofi pendidikan yang mengatakan pendidikan adalah pembebasan dari rasa takut, bebas diskriminasi, dan bebas politisasi. 

Pendidikan di Indonesia saat ini dapat dikatakan belum dapat mencerminkan poin penting yang seharusnya ada dalam pendidikan yaitu mengupayakan suatu proses yang dapat mengembangkan potensi dalam siswa bukan malah menjadikan siswa menjadi tertekan dan tidak mendapatkan kebebasan atau kemerdekaan dalam belajar. Fenomena pendidikan yang demikian akhirnya akan menimbulkan suatu dehumanisasi dalam pendidikan.

Menyadari kasus-kasus yang merebak di dunia pendidikan tersebut memiliki kaitan dan dampak yang buruk terhadap kesehatan mental siswa, menjadi momentum untuk menumbuhkan kesadaran pentingnya menyelenggarakan pendidikan yang mampu menjamin keselamatan para siswanya, memberikan rasan aman, dan mendukung siswa untuk berkembang sehingga mereka dapat mencapai kesejahteraan secara psikologis dan menjaga kesehatan mental mereka secara berkelanjutan.

Berangkat dari apa yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia, Ki Hadjar Dewantara merupakan pejuang kemanusiaan yang berupaya membangun dan menyelenggarakan pendidikan untuk manusia di Indonesia dengan konsep, landasan, semboyan, dan metode yang menampilkan kekhasan kultural Indonesia. Pendidikan diselenggarakan untuk menghasilkan warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggungjawab kepada kesejateraan masyarakat dan tanah air. 

Ki Hadjar Dewantara bertekad untuk memperluas semangat pendidikan kepada generasi muda dengan mempersiapkan pribadi yang bebas, mandiri, dan pekerja keras. Perjuangan Ki Hadjar Dewantara merupakan bentuk investasi kepada generasi bangsa di mana pendidikan Indonesia harus mencerminkan karakternya sendiri yang sejalan dengan nilai-nilai positif dan norma-norma yang berlaku. Semua pihak memiliki kewajiban untuk memajukan dan memperbaiki berbagai hal dalam dunia pendidikan.

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan melahirkan berbagai konsep yang hingga kini konsep-konsep tersebut masih diterapkan dalam pendidikan, salah satunya pendidikan humanis. Pada hakikatnya pendidikan humanis merupakan pendidikan yang memandang manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki potensi yang dapat dioptimalkan. Pendidikan humanis juga dikenal dengan pendidikan yang memanusiakan manusia dalam prosesnya.

Kiprah Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan di Indonesia tidak diragukan dengan berbagai teori dan pemikirannya mengenai konsep pendidikan. Beliau mengajukan beberapa konsep pendidikan untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan yang dikenal dengan Tri Pusat Pendidikan, meliputi: (1) pendidikan keluarga, (2) pendidikan dalam perguruan, (3) pendidikan dalam masyarakat. Terwujudnya Tri Pusat Pendidikan akan melahirkan calon-calon pemimpin bangsa yang berkarakter, tangguh, dan disiplin.

  • Keluarga sebagai tempat utama dan pertama dalam mendapatkan tauladan pendidikan.
  • Sekolah sebagai tempat utama untuk meniba ilmu pengetahuan sekaligus tempat belajar hal baru yang belum diketahui anak yang nantinya bisa diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
  • Masyarakat sebagai kontrol dan pendukung untuk anak  membangun karakter dan kepribadiannya dalam kehidupan sosial bermasyarakat.

Ki Hadjar Dewantara memiliki pandangan tujuan pendidikan adalah penguasaan diri, sebab di sinilah pendidikan memanusiakan manusia (humanisasi). Penguasaan diri merupakan langkah yang dituju untuk tercapainya pendidikan yang memanusiakan manusia. Pendidikan sebagai tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak, artinya pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. 

Pendidikan sebagai tuntunan tidak hanya menjadikan seorang anak mendapat kecerdasan yang lebih tinggi dan luas, tetapi juga menjauhkan dirinya dari perbuatan jahat. Tujuan diselenggarakannya pendidikan juga membantu siswa menjadi manusia yang merdeka. Menjadi manusia yang merdeka berarti tidak hidup terperintah, berdiri tegak dengan kekuatan sendiri, dan cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Berdasarkan hal tersebut pendidikan dapat menjadikan seseorang mudah diatur, tetapi tidak dapat disetir, merdeka baik secara fisik, mental, dan kerohanian. 

Kemerdekaan pribadi dibatasi oleh tertib damai kehidupan bersama, dan mendukung sikap-sikap seperti keselarasan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggungjawab, dan disiplin. Manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaanya dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang.

Pendidikan yang humanis dan populis yang memayu hayuning bawana (memelihara kedamaian dunia) dengan mengubah sistem pendidikan "perintah dan sanksi (hukuman)" ke Sistem Pamong atau Patrap Triloka yang digunakan guru sebagai pedoman. Pada dasarnya, konsep-konsep pendidikan itu mengutamakan cinta dan kasih sayang. Mendidik sebagaimana dilakukan orangtua atau bapak dan ibu kepada anak-anaknya sendiri.

  • Pertama, Ing Ngarsa Sung Tuladha artinya didepan, dengan maksud seseorang harus bisa memberi teladan atau contoh. Teladan menjadi kata kunci kesuksesan dalam pembelajaran, sehingga ketika pembelajaran berlangsung seorang guru harus membimbing dan mengarahkan agar tujuan pembelajaran tercapai dengan benar dan tepat. Selama proses pembelajaran guru tanpa sadar menjadi panutan bagi siswa baik dari perkataan maupun perbuatan. Oleh karena itu, guru selain menguasai pengetahuan juga harus memiliki pribadi yang dapat dicontoh.
  • Kedua, Ing Madya Mangun Karsa artinya ditengah atau diantara seseorang bisa menciptakan prakarsa dan ide dengan maksud guru memiliki peranan penting untuk menstimulus agar terciptanya prakarsa dan ide didalam proses pembelajaran. Kehadiran guru dapat memfasilitasi dengan dengan beragam metode dan strategi agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selain itu, potensi yang dimiliki oleh siswa dapat berkembang dengan baik.
  • Ketiga, Tut Wuri Handayani artinya dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan. Dalam proses pembelajaran, guru harus memberi dorongan kepada siswa untuk selalu belajar dengan tuntas dan maju berkelanjutan. Sehingga kata kunci sukses dalam pembelajaran adalah belajar tuntas dan berkelanjutan yang memiliki makna pada kehidupan.

Konsep Tringa juga relevan untuk praktik pendidikan, yang terdiri dari ngerti, ngrasa, nglakoni. Ngerti, artinya untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran maka siswa perlu menguasai pengetahuan yang dipelajari. Ngrasa, artinya mengambil sikap positif terhadap sesuatu yang dipelajari. Nglakoni, artinya mempraktikkan apa yang dipelajari. 

Konsep selanjutnya yang digunakan untuk praktik pendidikan di sekolah atau guru, yaitu Konsep Trina yang terdiri dari nonton, niteni, nirokke. Nonton, artinya secara pasif dengan panca indera. Niteni, artinya menandai, mempelajari, mencermati apa yang ditangkap panca indera. Nirokke, artinya menirukan yang positif untuk bekal menghadapi perkembangan siswa. Adapun lima prinsip pembelajaran yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara, antara lain:

  • Prinsip Kemerdekaan, di mana siswa dapat mengembangkan cipta, rasa, dan karsa dalam proses pembelajaran dengan leluasa.
  • Prinsip Kebangsaan, di mana siswa akan hidup dan berinteraksi dengan masyarakat luas dan tidak boleh bertentangan dengan kemanusiaan. Selain itu juga dimaksudkan untuk mengembangkan nasionalisme pada siswa.
  • Prinsip Kebudayaan, di mana untuk membimbing siswa agar diterima di lingkungan tempat tinggalnya dan tetap menghargai serta mengembangkan kebudayaannya sendiri.
  • Prinsip Kemanusiaan, di mana siswa dituntut untuk tidak melanggar dasar hak asasi manusia, dapat hidup bersama gotong royong, dan saling membimbing agar menjadi pribadi yang lebih baik.
  • Prinsip Kodrat Alam, di mana siswa tidak melalaikan kewajibannya terhadap Tuhan, lingkungan, masyarakat maupun diri sendiri.

Dasar-dasar pemikiran filosofis pendidikan dari Ki Hadjar Dewantara bila dikaitkan dengan konteks pendidikan di masa sekarang sangat layak dan tepat untuk mewujudkan manusia merdeka. Ki Hadjar Dewantara memiliki pandangan bahwa mendidik adalah upaya memajukan hidup tumbuhnya budi perkerti dalam pikiran, rasa, roh siswa melalui suatu pengajaran, peneladanan, dan membiasakan baik itu moril maupun materil. Guru sebagai seorang pendidik adalah pelaku utama dalam pengajaran, memberi teladan, dan membiasakan siswa untuk menjadi manusia mandiri dan berperan dalam memajukan kehidupan masyarakatnya. 

Menurutnya dengan upaya tersebut dapat menjadi dasar pendidikan yang akan dijiwai siswa secara jasmani maupun rohani. Ki Hadjar Dewantara tidak menyetujui dengan adanya paksaan, perintah, dan hukuman yang diimplementasikan dalam proses belajar mengajar karena bertolak belakang dengan tujuan dari pendidikan yaitu tuntunan di dalam kehidupan siswa. 

Adapun yang dituntun ialah segala kekuatan yang ada dalam kehidupan siswa dengan maksud agar siswa menjadi bahagia untuk dirinya sendiri maupun sebagai anggota masyarakat, mendapat kepuasan atau ketentraman batin yang didapatkan oleh masing-masing, sehingga pendidikan merupakan hal menyenangkan yang membuat siapapun yang mengenyam selalu merasakan manfaat dan selalu ingin mendalaminya lebih jauh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun