Mohon tunggu...
Rintih angin
Rintih angin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Sebatas pembelajar yang ingin menjadi bagian dari patriot in village dan berharap bisa menemukan mitra yang tepat dalam mewujudkan misi-misinya..

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Rieh and Ghaits

1 April 2022   11:31 Diperbarui: 1 April 2022   11:44 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awalnya kukira hujan datang sebagai jawaban, namun aku tak punya dalil untuk membenarkan perasaan.

Dalam menafsirkan sesuatu, aku sudah sering keliru, Hingga dibuat risih sampai merasa pilu.

Kenapa engkau datang, hujan?

Kenapa engkau datang dengan sesuatu yang bisa membuatku tersenyum setiap detik?

Tapi, ternyata engkau tidak berniat untuk menetap. Hanya menghampiri lalu pergi. Benarkan ini? 

Entahlah, aku memang terlalu lemah dalam menjaga. Pertahanan jiwaku belum terlalu kokoh. Masih sering roboh. 

Tapi tenang, kau mungkin melihatku patah dan terlempar, namun tak akan pernah melihatku hancur terkapar. 

Mulai sekarang aku harus lebih berhati-hati saat ilusi datang menghampiri. 

Kuakui, engkau memang hebat sekali. Masuk tanpa permisi, datang hanya untuk menepi, dan payahnya saat itu aku belum teliti.

Mudah dilabui oleh tabir ilusi. Sayang sekali. Sungguh sayang sekali. 

Kemana jiwa yang dulu kuat sekuat baja? 

Kemana jiwa yang dulu selalu terdepan dalam kebaikan? 

Kini, kutemui diri ini yang bisa luluh hanya karena menikmati sajaknya yang teduh. 

Aku benci semua ini. Aku benci saat diri mulai kehilagan prinsip. Ketika semuanya berubah menjadi pasif. 

Duhai, indahnya jika diri masih tertanam oleh energi positif. Akan sangat menyenangkan, tapi sialnya tak bisa mempertahankan. 

Entahlah, kehadiranmu justru mengusik juga menganggu, namun anehnya aku menunggu dan mengharapkanmu. 

Serumit itu bicara tentang qalbu. 

Tentang mu yang selalu terbayang dalam pikiran yang masih terbatas. Ingin kutebas, namun selalu terlintas, membekas dengan sangat jelas. 

Aku muak dan ingin lepas. 

Sudahlah, kan kuakhiri ilusi ini. 

Aku ingin berwibawa seperti dulu, menjadi guruh. 

-Rintih angin saat semuanya mulai semakin dingin..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun