Modus Kejahatan Mafia Tanah
Mafia tanah adalah kolusi antara pejabat yang memiliki kewenangan dan orang lain dengan niat jahat untuk membahayakan negara dan masyarakat dengan tujuan menduduki atau menguasai tanah secara ilegal. Bahkan dunia praktik mafia tanah sering bertindak dengan cara yang koruptif. Mafia tanah dalam menjalankan aktivitasnya cenderung menggunakan cara-cara kejahatan terorganisasi yang paling umum, yaitu pemalsuan surat tanah, melakukan rekayasa di pengadilan untuk mendapatkan hak atas tanah, mengadakan perjanjian jahat yang dibuat dalam akta atau pernyataan nyata dengan melibatkan pejabat umum seperti oknum Notaris/ PPAT dan aparat sipil negara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional (BPN) beserta jajarannya ke bawah, serta penegak hukum, seperti oknum hakim. Oknum pelaksana dan penegak hukum dimaksud dapat berkedudukan sebagai bagian dari jaringan kinerja mafia tanah atau mereka hanya menjadi korban dari kinerja mafia tanah (Noviani, 2023). Para mafia tanah dari waktu ke waktu selalu mempelajari aksi yang dilakukannya guna terhindar dari persoalan sengketa tanah dengan konflik yang pada kenyataannya selalu melanggar hukum. Salah satu hal yang diterapkannya, yaitu aksi tersebut harus dilakukan oleh sekumpulan orang secara terstruktur, terjadwal, dan dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Para mafia tanah juga mempelajari bagaimana cara mengelabui korban yang akan menjadi sasarannya nanti. Alasan sampai saat ini masih menjamurnya kasus mafia tanah dikarenakan tanah tersebut sudah tidak dapat diperbaharui lagi, khususnya di Indonesia masih kurangnya alat untuk mengembangkan tanah secara fungsional serta tingginya kebutuhan tanah dari masyarakat. Namun, tanah memiliki nilai ekonomis yang begitu tinggi. Hal ini dapat dilihat dari semakin tingginya harga tanah dari waktu ke waktu, terutama yang berada di daerah perkotaan. Faktor tersebut membuat keinginan dari pihak ataupun oknum lain untuk menguasai secara tidak bertanggung jawab dengan cara melanggar hukum (Tumangger, 2023). Hal yang sama disampaikan oleh Bambang Prayitno di mana modus yang dilakukan oleh mafia tanah sangat beragam hingga melibatkan pejabat dan aparat penegak hukum. Ciri-ciri mafia tanah biasanya sistematis dan terencana di mana termasuk perbuatan melanggar hukum dan dilakukan secara bersama-sama. Kegiatan mafia tanah tidak sebatas pemalsuan administrasi, namun ada juga mafia tanah tingkat lanjut yang membuat perubahan spasial pada proyek infrastruktur (Prayitno, 2021). Ketidaktahuan masyarakat mengenai hak atas tanah juga menjadi salah satu faktor terjadinya kejahatan mafia tanah. Banyak orang tidak memiliki akses terhadap informasi yang jelas dan transparan mengenai status legal tanah mereka sehingga mudah menjadi korban penipuan. Praktik penguasaan tanah oleh mafia tanah seringkali dilakukan dengan cara yang sangat licik, sehingga banyak orang tidak sadar bahwa mereka sedang menjadi korban (Pribadi, et.al., 2024). Kasus kejahatan mafia tanah yang terjadi dan sempat menjadi perbincangan publik dialami oleh artis Nirina Zubir (NZ) yang berawal dari ibu NZ menitipkan 6 sertipikat tanah kepada Lili, pembantu rumah tangga kepercayaan, untuk membayar Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB) dengan menggunakan surat kuasa. Ibu NZ sangat mempercayai Lili sehingga Ibu NZ sebelum meninggal memberinya sertipikat untuk dibawa ke BPN. Namun kenyataannya, Lili mengubah 6 (enam) sertipikat tanah menjadi atas nama Lili dan suaminya Endrianto. 4 (empat) surat dijaminkan ke bank dan dua lainnya dijual (Subagja, 2022). Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kejahatan mafia tanah dilakukan secara sistematis dan terencana oleh sekelompok orang yang terdiri dari beberapa orang dengan latar belakang yang berbeda-beda dan oknum pejabat yang memiliki kewenangan yang memanfaatkan lemahnya sistem pertanahan Indonesia dengan tujuan untuk mengambil keuntungan dengan memalsukan dan merampas hak atas tanah milik orang lain. Mafia tanah memiliki dampak tidak terwujudnya kepastian hukum bagi masyarakat, menghambat pembangunan karena investor tidak mau berinvestasi, mengurangi kepercayaan masyarakat, hingga terjadinya sengketa tanah.
Penanganan Kejahatan Mafia Tanah
Istilah mafia tanah tidak ada dalam peraturan perundangundangan terkait pertanahan, termasuk UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (UU Pokok Agraria/ UUPA). Nomenklatur mafia tanah dapat ditemukan pada Petunjuk Teknis (Juknis) Kementerian Agraria dan Tata Ruang No. 01/Juknis/D. VII/2018 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah. Dalam Juknis tersebut dijelaskan bahwa pengertian mafia tanah adalah “Individu, kelompok dan/atau badan hukum yang melakukan tindakan dengan sengaja untuk berbuat kejahatan yang dapat menimbulkan dan menyebabkan terhambatnya pelaksanaan penanganan kasus pertanahan”. Selain itu terdapat Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 21 3 Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang juga menjadi landasan hukum Kementerian ATR dalam memberantas kejahatan mafia tanah. Satgas Anti-Mafia Tanah juga dibentuk pemerintah untuk mempercepat pemberantasan kejahatan mafia tanah. Dasar hukum pembentukan Satgas Anti Mafia Tanah yaitu (a) Nota Kesepahaman antara Kementerian ATR/BPN dengan Polri tanggal 17 Maret 2017 No. 3/SKB/III/2017 dan B/26/ III/2017 tentang Kerja Sama di Bidang Agraria/Pertanahan dan Tata Ruang; (b) Pedoman Kerja antara Kementerian ATR/BPN dengan Polri tanggal 12 Juni 2017 No. 26/SKB– 900/VI/2017 tentang Kerja Sama di Bidang Agraria/Pertanahan dan Tata Ruang; dan (c) Keputusan Bersama Kabareskrim dan Dirjen Penanganan Masalah Agraria Pemanfaatan Ruang dan Tanah No. B/01/V/2018/ Bareskrim–34/SKB–800/V/2018 tanggal 8 Mei 2018 tentang Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Mafia Tanah. Mengingat kegiatan mafia tanah masuk dalam kategori kejahatan maka terdapat beberapa delik pidana yang menjadi acuan pemidanaan dalam kejahatan mafia tanah, yaitu (a) Pasal 167 KUHP “masuk dalam rumah, pekarangan secara melawan hukum”; (b) Pasal 263 KUHP “membuat surat palsu yang dapat menimbulkan sesuatu hak”; (c) Pasal 266 KUHP “memasukkan keterangan palsu dalam suatu akta otentik”; dan (d) Pasal 385 “secara melawan hukum menjual, menukar atau membebani sesuatu hak tanah”. Pengaturan hukum positif sudah ada namun khusus untuk mafia tanah diperlukan suatu kebijakan yang mampu memaksimalkan aspek pencegahan kejahatan mafia tanah. Berdasar gambaran modus kejahatan mafia tanah tersebut di atas, kegiatan mafia tanah dilakukan dengan cara memalsukan sertipikat hak pemilik hak atas tanah. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kebijakan yang mendorong Kementerian ATR/BPN sebagai pihak yang mempunyai kewenangan dalam administrasi pertanahan di Indonesia untuk membuat sertipikat antimafia pertanahan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi sekarang ini. Selain itu, sosialisasi juga penting dilakukan pemerintah dalam mencegah kegiatan mafia tanah, yaitu memastikan bahwa tanah tersebut sudah terdaftar di kantor pertanahan dan bersertifikat. Selanjutnya jika suatu tanah sudah bersertifikat, pemegang hak atas tanah tidak memperlihatkan atau menyerahkan kepada orang lain apabila tidak ada keperluan. Pemegang hak atas tanah juga disarankan agar menyelesaikan proses peralihan hak atas tanah seperti jual beli sendiri dan menghindari menggunakan surat kuasa. Penutup
Kejahatan mafia tanah dilakukan secara sistematis dan terencana oleh sekelompok orang dengan latar belakang yang berbeda-beda dan oknum pejabat yang memiliki kewenangan yang memanfaatkan lemahnya sistem pertanahan Indonesia dengan tujuan mengambil keuntungan dengan memalsukan dan merampas tanah milik orang lain. Mafia tanah memiliki dampak tidak terwujudnya kepastian hukum bagi masyarakat, menghambat pembangunan karena investor tidak mau berinvestasi, mengurangi kepercayaan masyarakat, dan terjadinya sengketa tanah. Penanganan mafia tanah belum maksimal sampai saat ini karena pemerintah masih fokus pada tahap pemberantasan, yaitu setelah ada laporan tindakan kejahatan mafia tanah, sementara aspek pencegahan tidak dimaksimalkan. Belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur penanganan mafia tanah. Komisi II DPR RI perlu mendorong Kementerian ATR/BPN untuk meningkatkan aspek pencegahan dalam sistem pertanahan untuk memberantas kejahatan mafia tanah. Oleh karena itu, Komisi II DPR RI dapat melakukan rapat kerja dengan Kementerian ATR/BPN untuk membahas secara khusus terkait sertipikat antimafia tanah.
WINDY ROBBID MUZAKY/UNPAM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H