Mohon tunggu...
Putu Windy Nareswari
Putu Windy Nareswari Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Korupsi, Ajaran yang Dilanggar, Serta Antisipasinya

21 Desember 2023   00:38 Diperbarui: 21 Desember 2023   00:38 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kita sudah tidak asing dengan kasus korupsi yang marak terjadi di Indonesia. Kerap kali kita temukan berbagai kasus korupsi yang dikabarkan dalam media cetak maupun elektronik. Tidak hanya pejabat dan orang besar saja yang bisa melakukan Tindakan korupsi ini, bahkan masyarakat umum bisa melakukannya namun dengan skala yang lebih kecil. Tanpa kita sadari dalam kehidupan sehari-hari bisa saja kita sudah melakukan Tindakan korupsi yang salah satu contohnya yaitu terlambat datang ke suatu acara, kegiatan, atau sekolah. Keterlambatan ini dapat dikategorikan sebagai korupsi terhadap waktu.

Istilah korupsi berasal dari bahasa Latin, yaitu corruptio. Hal ini disebut corruption atau corrupt dalam bahasa Inggris, corruption dalam bahasa Prancis, dan coruptie dalam bahasa Belanda. Kemungkinan dari bahasa Belanda inilah lahir kata korupsi dalam bahasa Indonesia. Korup berarti busuk, buruk; suka menerima uang sogok. (menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan sendiri dan sebagainya). Korupsi adalah perbuatan yang buruk (seperti penggelapan uang dan sebagainya).

Kejahatan yang dikenal dengan istilah korupsi ini dilakukan oleh mereka yang menganggap dirinya sebagai individu yang cerdas dan berpendidikan pada umumnya. Selain itu, korupsi juga dapat terjadi ketika seseorang berada dalam posisi otoritas yang memiliki kekuasaan untuk mengalokasikan sumber daya keuangan dan berpeluang untuk menyalahgunakannya demi keuntungan pribadi dan berpeluang untuk menyalahgunakannya demi keuntungan pribadi. Kehidupan manusia, termasuk semua aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi, dan individu, sangat dirugikan oleh korupsi. Risiko korupsi terhadap kehidupan diibaratkan seperti kanker dalam darah, yang berarti bahwa tubuh harus terus menerus "mencuci darah" agar dapat terus hidup.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mendefinisikan korupsi dalam Pasal 13. Seperti yang telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 mengenai perubahan atas undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU 20/2001). Pasal ini mendefinisikan korupsi sebagai salah satu dari tiga puluh jenis tindak pidana. Korupsi kemudian lebih mudah untuk dipahami dikelompokkan menjadi tujuh pengelompokan utama, antara lain : Kerugian keuangan negara, Suap menyuap,  Penggelapan dalam jabatan,  Pemerasan, Perbuatan curang, Benturan kepentingan dalam pengadaan, gratifikasi.

  • Kerugian Keuangan Negara
  • Seseorang, pegawai negeri ("PNS"), atau penyelenggara negara yang melanggar hukum dan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan dengan melakukan tindak pidana korupsi dapat dikatakan telah merugikan keuangan negara.

  • Suap Menyuap
  • Penyuapan didefinisikan sebagai tindakan di mana pengguna layanan dengan sengaja menawarkan sesuatu, bahkan yang melanggar prosedur, kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk memperlancar urusan mereka. Ketika dua pihak terlibat dalam perdagangan atau perjanjian, penyuapan terjadi. Hal ini sangat sering kita lihat di lingkungan sekitar kita dimana seseorang memberi uang kepada oknum petugas untuk memudahkan atau mempercepat urusan mereka. Korupsi yang terkait dengan suap menyuap diatur di dalam beberapa pasal UU 31/1999 dan perubahannya, yaitu:

A. Pasal 5 UU 20/2021;

B. Pasal 6 UU 20/2021;

C. Pasal 11 UU 20/2021;

D. Pasal 12 huruf a, b, c, dan d UU 20/2021;

E. Pasal 13 UU 31/1999.

  • Penggelapan dalam Jabatan
  • Pejabat publik atau individu yang tidak dipekerjakan oleh pemerintah yang ditunjuk untuk memegang jabatan publik secara tetap atau sementara, dengan sengaja menggelapkan dana atau surat berharga yang disimpan sehubungan dengan posisinya, atau mengizinkan orang lain mencuri atau menggelapkan dana atau surat berharga tersebut, atau mereka membantu melakukan tindakan tersebut hal inilah yang dimaksud dengan penggelapan dalam jabatan. Sementara itu, Pasal 8 sampai 9 serta Pasal 10 huruf a, b, dan c dari UU No. 20 Tahun 2001 berisi peraturan tentang penggelapan dalam jabatan.

  • Pemerasan
  • Pemerasan terjadi saat seorang pejabat publik atau penyelenggara negara yang memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima uang dengan potongan, atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya.
  •  
  • Perbuatan Curang
  • Tindakan penipuan yang disengaja dilakukan untuk motif egois yang dapat membahayakan orang lain. Perbuatan curang diancam dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling lama bertahun-tahun, serta denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp350 juta, sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001.

  • Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
  • Ketika pegawai negeri atau penyelenggara negara, secara langsung atau tidak langsung, terlibat dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan ketika ditugaskan untuk mengelola atau mengawasinya, maka hal tersebut merupakan benturan kepentingan dalam pengadaan berdasarkan Pasal 12 huruf (i) UU 20/2001.

  • Sebagai contoh, seorang pegawai pemerintah memasukkan bisnis keluarganya ke dalam tender untuk perlengkapan kantor dan berusaha untuk menang.

  • Gratifikasi
  • Sesuai dengan Pasal 12B ayat (1) UU No. 20/2001, setiap gratifikasi yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap sebagai suap, apabila berhubungan dengan jabatan dan tugasnya, dengan beberapa pengecualian sebagai berikut:
  • Jika nilai gratifikasi adalah Rp 10 juta atau lebih, penerima gratifikasi menanggung beban untuk membuktikan bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap
  • Jika nilainya kurang dari Rp 10 juta, jaksa penuntut umum menanggung beban untuk membuktikan bahwa gratifikasi tersebut adalah suap.

Ketika seseorang melakukan Tindakan korupsi, maka ia telah melanggar ajaran Tri Kaya Parisudha dalam agama Hindu. Hal ini terjadi karena Tri Kaya Parisudha mengajarkan kita untuk berprilaku yang baik, berpikir yang baik, serta berbicara yang baik. Namun pelaku Tindakan korupsi sudah pasti tidak mengamalkan ajaran ini karena korupsi adalah perilaku yang buruk.

Ajaran Tri Kaya Parisudha merupakan salah satu dari sekian banyak pelajaran tentang etika dan moralitas Hindu yang terdapat di dalam Weda. Tri Kaya Parisudha adalah pendidikan karakter Hindu yang harus diikuti oleh para pengikutnya sebagai panduan hidup. Secara harfiah, Tri Kaya Parisudha berarti tiga (tri) (kaya) perbuatan/tingkah laku (parisudha) yang disucikan. Tri Kaya Parisudha meliputi Manacika ( berpikir yang baik ), Wacika ( perkataan yang baik ) dan Kayika ( perilaku yang baik ).  Ajaran Tri Kaya Parisudha adalah ajaran yang harus diketahui, dipahami, dan dipraktikkan oleh umat Hindu, khususnya generasi muda Hindu, dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami dan mengamalkan ajaran Tri Kaya Parisudha, khususnya generasi muda Hindu, maka generasi Hindu di masa depan akan memiliki dasar yang kuat untuk menghadapi isu-isu moral yang akhir-akhir ini muncul salah satunya tindakan korupsi.

Selain melanggar nilai-nilai tersebut, pelaku Tindakan korupsi juga kehilangan integritas dirinya. Ada sembilan nilai integritas antikorupsi dalam perspektif Hindu yang patut diperhatikan agar kita dapat melakukan tugas dan tanggung jawab swadharma dengan baik, yaitu:

  • Jujur, yang bermakna lurus hati dan setia menjalankan kewajiban (satya), tidak berbohong dan tidak curang (anritam). Menurut hukum Hindu jujur dan benar itu disebut satya. Orang yang melaksanakan satya brata, tidak akan mau berbuat menyimpang dari ajaran kebenaran, selalu jujur dan berterus terang. Agama Hindu mengenal lima kejujuran yang disebut Panca Satya.
  • Peduli berarti memberikan perhatian, memperhatikan orang lain, dan tidak memprioritaskan diri sendiri (anrisangsya). Karakteristik dan perilaku berikut ini tercantum sebagai nrisangsya dalam kitab suci Sarasamuscaya sloka 63: tidak mementingkan diri sendiri (atmasukhapara), mengabaikan penderitaan orang lain (tan arimbawa ri laraning len), dan mengutamakan kesenangan diri sendiri di atas kesenangan orang lain (mamuhara sukha ryawaknya).
  • Mandiri adalah mampu menghidupi diri sendiri tanpa bantuan orang lain dan mampu memberikan keuntungan (dharaka).
  • Bertanggung jawab berarti menerima beban dari keputusan dan perbuatan sendiri (dhira).
  • Disiplin adalah kemampuan untuk mengikuti hukum baik secara tertulis maupun tidak tertulis (dhritih).
  • Kerja keras diartikan sebagai sikap patuh, tekun, dan berkonsentrasi dalam menjalankan kewajiban (karma-adhikara).
  • Sederhana berarti sederhana, tidak berlebihan, dan lemah lembut (arjawa).
  • Keadilan adalah kualitas bertindak secara bijaksana (samah, vijnanam), tidak sewenang-wenang.
  • Berani, Dalam konteks ini, keberanian (sura/sauryam) mengacu pada kualitas kepercayaan diri, keberanian dalam menghadapi kesulitan, dan keteguhan hati. Berani dan tenang dalam menghadapi kesulitan dan bahaya. Bagi kita semua, penting untuk diingat bahwa menumbuhkan pola pikir yang berani perlu diseimbangkan dengan rasa iman dan komitmen yang kuat kepada Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun