Sepotong percakapan pagi dengan sahabat yang terpisahkan oleh jarak.
Bahwa di dalam setiap orang ada sebuah keinginan dan cita-cita yang mungkin sedang tenggelam atau terkubur tak sengaja oleh kesibukan dan tuntutan kebutuhan sehari-hari.
Dulu, di saat idealisme masih terangkat tinggi, kita bersikeras akan terus menjalankan apa yang kita sebut dengan sebuah cita-cita. "Aku ingin jadi penulis!!" atau "Aku ingin jadi sutradara!!" atau "Aku ingin keliling dunia dan bekerja di manapun kuberada!!"
Ketika itu semuanya mudah. Lalu saat waktu berlalu, perlahan cita-cita yang sepertinya tinggi di awan itu semakin melayang tinggi dan entah kapan bisa turun lagi. Keluarga, kebutuhan sehari-hari, secara tidak sengaja menjebak dan membawa kita ke dunia pekerjaan yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Semakin lama pusarannya semakin kuat, dan tiba-tiba saja kita tersadar kita sudah terlalu jauh meninggalkan mimpi itu.
Entah bagaimana awalnya kita sudah berada dalam pekerjaan yang kita harus lakukan tanpa tahu bagaimana mesti menghentikannya, sementara hasil yang didapat dibutuhkan untuk menjalankan hidup bersama keluarga. Terkadang kita tidak mengerti bagaimana kita bisa sampai di titik ini, tapi semua pilihan yang terjadi saat kita menjalani hiduplah yang menggiring kita menuju tempat di mana kita berada sekarang.
Sekolah, kuliah, lamaran perkerjaan, diterima di pekerjaan yang awalnya hanya dipertimbangkan seadanya dulu, pernikahan, komitmen dengan keluarga, pilihan pekerjaan lain yang membuat situasi lebih mudah dan nyaman diterima, dan berbagai tuntutan kebutuhan lain yang secara finansial dapat ditutup dengan apa yang dilakukan saat ini.
Lambat laun keinginan itu menjadi mimpi yang kemudian memudar ditelan waktu. Akhirnya kita cuma bisa tersadar bahwa kita sudah terlalu jauh meninggalkan keinginan dan mimpi-mimpi itu.
Walaupun itu cuma sekedar menulis. Walaupun itu cuma sekedar melukis. Walaupun itu keinginan untuk terbang dan pergi memutari dunia.
Bagaimana tidak. Jangankan menulis novel, duduk manis di depan komputer untuk sekedar menuliskan jadwal hari ini saja sudah tidak sempat. Pekerjaan sudah menanti, anak-anak mesti diurus. Oh ya, ibu rumah tangga yang terjebak dalam rutinitas sehari-hari yang tiada habisnya, pun memiliki keinginan kecil yang entah kapan bisa terwujud. Itu saya. Dan saya yakin Anda juga memilikinya.
Tapi, satu keyakinan dalam hati, yang harus selalu disimpan. Keep on believing. Seperti yang dibilang oleh teman saya pagi ini. Selalulah percaya bahwa suatu hari nanti, kau akan ada di sana. Mencapainya. Mewujudkan mimpi-mimpimu.
Tetap berusaha mencari jalan untuk mewujudkannya sembari terus mengerjakan rutinitas dan kehidupan yang tidak pernah berhenti. Tetapi selalulah percaya bahwa mimpi itu ada di sana untuk diraih.
Siapa lagi yang akan mampu mewujudkan semua keinginan itu selain diri kita sendiri? Tetaplah percaya pada orang-orang di sekitarmu, dan mereka yang akan kau temui di kemudian hari, yang mungkin akan membawamu menuju mimpimu.
Tetaplah percaya dan tidak pernah meremehkan setiap perjumpaan yang ada, setiap persimpangan, setiap celah yang kita temui di dalam hidup, karena entah satu atau dua di antaranya akan membawa kita menemui mimpi-mimpi itu.
Mimpi itu tidak terbang tinggi, dia hanya sekedar menantimu datang.
Mimpi itu tidak akan pergi, karena dia tahu bahwa kita akan datang dan menjemputnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H