Mohon tunggu...
Windy Garini
Windy Garini Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar Sejati Sepanjang Hayat

Selalu berproses untuk bertumbuh menjadi pribadi yang selalu semangat belajar dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Langkah Kecil dalam Merajut Keberagaman

1 Oktober 2022   16:26 Diperbarui: 1 Oktober 2022   16:29 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terus terang, saya masih sangat berhati-hati menerapkan nilai-nilai keragaman di sekolah. Saya melihat paradigma dan mindset mengenai keberagaman belum berjalan semestinya. Untuk beberapa hal, sebagian besar teman Guru belum bisa menerima ruang perjumpaan lebih besar. Mengapa saya punya kesimpulan seperti itu ? Ya, saya masih teringat penolakan ide yang saya coba gulirkan dalam program Tausiyah Jumat . Kala itu Tausiyah Jumat bisa dilakukan  hanya  oleh siswa muslim saja. Setiap kelas diminta menampilkan perwakilan siswa muslim untuk memberikan Tausiyah atau ceramah di depan teman-teman kelas lainnya. Biasanya mereka berkumpul di lapangan upacara. Namun kali ini saya usulkan ke Kepala Sekolah untuk juga siswa Non Muslim diberikan hak yang sama mereka menjelaskan nilai-nilai kebaikan yang ada dalam kitab suci agama mereka kepada teman-temannya yang Muslim. Saat ide itu saya munculkan, Kepala Sekolah sangat setuju dan mendukung saya merealisasikan ide tersebut.  Namun di lapangan, faktanya  berkebalikan dengan pemahaman beberapa Guru yang menyakini bahwa ketika siswa Non Muslim diberikan ruang atau kesempatan yang sama, artinya sekolah membiarkan siswa Non Muslim mencuci otak teman-teman muslimnya. Waktu itu, memang akhirnya ada satu kali kesempatan siswa non muslim maju membacakan kitab sucinya. Dan respon teman-teman muslimnya bisa menerima dan tidak ada protes sama sekali. Justru penolakan hadir dari guru-guru mereka yang tidak sepaham dengan konsep perjumpaan yang saya usulkan. Jadi, akhirnya itulah menjadi Jumat Tausiyah terakhir, siswa Non Muslim mendapatkan ruang perjumpaan dengan teman-teman muslimnya. Saya hentikan program tersebut, karena saya tidak mau memikirkan dampak negatif yang akan dialami siswa-siswa yang non muslim nantinya. 

Beranjak dari kejadian tersebut, akhirnya saya lebih berhati-hati dan cermat dalam melangkah untuk mengenalkan nilai keragaman di sekolah. Saya mulai kembali dengan langkah kecil yang bertahap dan bermakna.  Yaitu dengan mencoba kembali dengan Literasi Kitab Suci dengan lingkup lebih kecil namun tetap dengan konsep ruang perjumpaan. 

Saya meyakini langkah kecil ini menjadi modal awal saya untuk lebih mengenalkan keberagaman lebih baik  di sekolah saya. Sekalipun dengan cara sederhana, paling tidak siswa-siswa saya punya pengalaman yang berbeda dengan kawan lainnya yang ada di sekolah lainnya atau saat mereka SMP. Masih banyak cara yang harus saya coba untuk mengenalkan keberagaman di sekolah kami. Bukan tidak mungkin suatu saat ini menjadi pembiasaan yang ikut menanamkan karakter pada siswa saya, bahwa untuk bisa belajar bertoleransi dan menerima keberagaman bisa  dimulai dengan langkah kecil yang sederhana namun  tetap  bermakna .  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun