Dalam memberikan darah kepada orang yang membutuhkan, maka antara pendoroh darah dan yang akan menerima darah harus memiliki golongan darah yang cocok. Berikut adalah jenis-jenis golongan darah yang ada dalam tubuh manusia beserta kecocokannya:
Golongan pendonor darah:
- Golongan AB dapat memberi darah kepada golongan AB;
- Golongan A dapat memberikan darah kepada golongan A dan AB;
- Golongan B dapat memberikan darah kepada golongan B dan AB;
- Golongan O dapat memberikan darah kepada semua golongan darah.
Golongan penerima darah:
- Golongan AB bisa menerima darah dari semua golongan darah;
- Golongan A bisa menerima darah dari golongan A dan O;
- Golongan B bisa menerima darah dari golongan B dan O;
- Golongan O bisa menerima darah dari golongan O.
2. Metode Ijtihad
   Dalam islam tidak diatur secara tegas mengenai diperbolehkannya atau tidak diperbolehkannya praktik transfusi darah. Namun ditemukan keterangan bahwa darah adalah benda najis dan tidak dapat dikonsumsi bahkan dimanfaatkan. Tetapi jika dalam keadaan darurat maka diperbolehkan. Hal ini sesuai kaidah fikih yakni:
a. "bahaya itu harus dihilangkan (dicegah)".
b. "tiada yang bisa menghukum haram jika ada kemudharatan dan juga tiada yang dapat menghukum makruh kalau ada kebutuhan".
c. "kemudharatan-kemudharatan itu membolehkan larangan-larangan".
   Kemudian jika dalam melakukan transfusi darah menyebabkan bahaya bagi pendonor atau berakibat buruk bagi pendonor maka hukum transfusi darah adalah haram dan tidak boleh dilakukan. Hal ini berdasarkan kaidah fikih yakni: "kemudharatan tiada kebolehan untuk diganti pada mudharat lainnya". Dalam transfusi darah penerima donor darah tidak disyaratkan harus sama dengan pendonor mengenai agama, kepercayaan, suku, bangsa atau lainnya. karena hanya dibutuhkan keikhlasan guna menyelamatkan nyawa manusia. Transfusi darah juga dianggap tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadist. Sesuai dengan QS. Al-Maidah ayat 32 yang menjelaskan bahwa "Barangsiapa yang memelihara kehidupan manusia maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya."
   Demikian dapat disimpulkan bahwa metode ijtihad yang digunakan dalam menangani kasus permasalahan transfusi darah ini didasarkan pada metode maslahah mursalah. Dimana dalam menyelesaikan permasalahan transfusi darah ini berdasarkan kemaslahatan yang lebih besar. Dalam maqasid syariah, transfusi darah diperbolehkan karena guna mencapai salah satu tujuan syariah yaitu hifz al-nafs (pemeliharaan jiwa). Selain itu juga berdasarkan kepada ijma', yang mana para ulama sepakat memperbolehkan adanya transfusi darah jika dalam keadaaan yang darurat serta dengan metode ijtihad maqashidiy dimana donor darah oleh mayoritas ulama diperbolehkan dengan alasan darah dapat diperbarui oleh sistem produksi tubuhnya.
3. Pendapat Para Ulama