Mohon tunggu...
Windi Ningsih
Windi Ningsih Mohon Tunggu... wiraswasta -

ordinary woman with extraordinary life ^^ windimagination.blogspot.com http://www.facebook.com/eka.windiningsih @windi_ningsih

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saat Seorang Pria Memiliki Kesempatan

29 Oktober 2015   09:46 Diperbarui: 29 Oktober 2015   10:01 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua seperti berkomplot menjauhkan para ayah dari rumahnya. Hingga ada sebuah kalimat pemakluman yang terlihat mulia, "relakan berbagi suamimu untuk umat". Ini dahsyat banget ya, seolah ga boleh meminta waktu lebih dari para suami-ayah karena waktu mereka sangat berharga untuk umat.

Salah? Nggak sih sebenarnya. Kalau sebelum 'nyemplung' ke umat, para suami-ayah ini sudah mendidik dan mengkondisikan dahulu keluarga mereka. Sudah menyiapkan sebuah keluarga yang alih2 merongrong tapi justru mandiri bahkan mendukung penuh sang suami-ayah di luaran. Menjadi keluarga yang Tahan banting.

Ih berat amat jadi laki-laki?
Sejujurnya, iya. Maka sangat banyak keutamaan dan hak istimewa yang Allah berikan pada para pria dibandingkan para wanita. Salah satunya adalah kekuatan lebih banyak dibandingkan para wanita. Kekuatan pun bukan hanya dalam bentuk fisik (yang bak ade ray lho), tapi kekuatan mengelola emosi dan logika. Belum lagi keistimewaan mereka untuk ditaati dalam kebaikan, bahkan Rasulullah sampai bersabda, "jika seorang hamba boleh menyembah manusia, maka aku akan menyuruh para istri untuk menyembah suami mereka." Ini sangat memperlihatkan derajat kemuliaan seorang laki2 dibandingkan seorang perempuan dalam hal memimpin.

Namun perlu disadari, banyaknya hak istimewa akan diikuti oleh kewajiban. Kalau kata Paman Ben, "seiring datangnya kekuatan yang besar, akan datang pula tanggung jawab yang besar." Saya setuju!

Jadi sebetulnya tugas para pemuda ini sangat banyak sebelum mereka menjadi suami dan ayah. Agar ketika mereka berkreasi di luar sana, keluarga bisa mandiri mengurus keperluannya (ga sedikit2 minta ini itu pada mereka di luaran) bahkan bisa mendukung segudang aktifitas mereka di luaran yang sangat berat.

Jangan justru di dalam belum kuat, sudah mau membangun di luar. Pondasi dibetulkan dulu, baru kemudian membangun gedung. Jika tak dibetulkan, jangan harap mampu memiliki gedung yang tinggi menjulang, apalagi taman indah dan kolam2.

Ekstra kerja berat juga untuk mereka yang sebelumnya memiliki sandungan dalam keluarga. Pondasi awal yang goyah, harus dibangun lagi. Jujur saja, tak bisa berpijak pada pondasi lama, melainkan harus dibangun ulang atau diberikan suntikan. Dan itu butuh waktu yang lebih lama. Namun worth it, berharga. Dengan demikian rumah yang tercipta akan kokoh berdiri bahkan bisa menjadi gedung menjulang.

Bukan saya ingin mendikte para pria agar lebih bla bla bla... Namun tampaknya kita semua harus sadar dengan kemampuan yang kita miliki beserta amanahnya...
Karena semua ada tujuannya... Bukan semata dunia, namun lebih jauh dari itu...

Ah, saya tak pintar menyampaikan pikiran. Hanya bisa menceracau dalam potongan2 pikiran saya.
Saya mohon maaf atas kesoktahuan saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun