Mohon tunggu...
Windi Meilita
Windi Meilita Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Content Writer

Introvert muda yang senang menghabiskan waktu di kamar sambil scroll layar.

Selanjutnya

Tutup

KKN

Cerita untuk Alira

27 Juni 2024   10:27 Diperbarui: 27 Juni 2024   10:44 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi saudara (pexels.com)

"Kita pernah tau, 3 hari nggak masak karena dapet berkat dari acara lahiran. Terus dilanjut 3 hari nggak masak lagi karena dapet berkat dari acara sunatan. Bayangin, berkat mereka bisa tahan 3 hari. Gimana nggak banyak banget yang mereka kasih" timpal Mumu mendeskripsikan berapa banyak makanan yang kami terima selama ini karena aktif di kegiatan desa.

"Belum lagi kiriman-kiriman makanan dari warga sekitar. Apalagi pas jadwal kita padat banget kemaren itu, sampe ibu pun masakin buat kita" aku ikut menambahkan, yang sepertinya mereka lupa kalau kami pernah 2 minggu full bebas dari dapur dan sibuk melakukan ini dan itu sebagai makhluk sosial.

"Memang desa ini luar biasa banget sih. Nggak bakal laper KKN di sini" tutup Pak Ketua Posko yang datang tiba-tiba. 

Karena penasaran dengan situasi yang ada, pernah satu satu kali aku sempatkan ngobrol dengan induk semang tentang kehidupan di desa ini. Mulai dari cara mereka mempertahankan tradisi sampai cara mereka menyeimbangkan hidup, antara makhluk sosial dan kehidupan profesional. 

Di desa ini, semua orang seperti punya waktu yang dua kali lebih panjang daripada manusia di kota. Mereka bisa bekerja, mengurus rumah, ternak, pekarangan dan mengikuti berbagai kegiatan desa yang padat. Beberapa yang sudah aku lewati ada gotong royong, bersih-bersih makam, rapat warga, posyandu, nadoman, simaan, yasinan, sosialisasi, syukuran, cukuran, sunatan, kemalangan, penyuluhan, jalan sehat, tirakatan dan rangkaian kegiatan 17an hingga malam puncak.

Semuanya membutuhkan dana dan tenaga yang nggak sedikit. Apalagi setiap kali ada acara harus selalu ada makanan, minimal cemilan, teh dan kopi. Di tengah kesibukan ini dan itu, keseimbangan, semangat dan kekompakkan bisa tetap terjaga.

Aku menceritakan itu semua ke induk semang. 

Dan katanya, "Syukurlah kalo mbak liatnya gitu. Ibu sempet khawatir mbak keteteran ngikutin kegiatan di sini, karena mbak ikut semua kegiatan di semua rt. Kalo ibu kan cuman ikut yang rt ibu aja." Sejujurnya aku tidak memikirkan ini karena selama ini kami langsung berangkat saja setiap kali ada aba-aba dari pak ketua. 

"Kalo soal makanan itu untuk menghargai tamu mbak. Semuanya udah nyempetin datang, kumpul. Masak cuman ngeluarin air sama cemilan aja berat? Kan nggak enak sama tamunya" lanjut Ibu induk semang. 

Aku tidak menanggapi lagi, karena sepertinya pertanyaanku sudah terjawab. Jadi daripada bingung memikirkan topik obrolan selanjutnya, aku memilih diam. 

"Di sini suasananya masih desa mbak. Orang desa kalo ada tamu minimal kasih teh. Kalo mau masak bisa cari sayur ke ladang. Kalau udah biasa tinggal di desa, apa-apa bisa diolah mbak" lanjut ibu lagi, dan memang seperti itulah faktanya. Selanjutnya, beliau mulai menceritakan pengalaman pribadinya, tentang hidup, masa lalu dan cerita anak-anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten KKN Selengkapnya
Lihat KKN Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun