Apa yang menarik dari jualan?
Pertanyaan ini sering mampir di pikiran lalu pergi lagi, tapi belakangan ini intensitas mampirnya semakin tinggi.
Sepertinya aku agak tertarik dengan jualan, entah karena kegiatannya, profesinya, fleksibilitas kerjanya atau hal lain yang masih belum aku ketahui alasannya. Tapi, ini nggak bisa disebut sepenuhnya tertarik karena aku pernah gagal jualan. Aku gagal di bulan pertama.
Atau bisa juga karena profesi ini terasa sangat akrab untukku, di terminal banyak orang berjualan. Sebenarnya bukan sekedar banyak, tapi di terminal memang tempat orang berjualan. Terminal memang bukan pasar, tapi siapa yang nggak tertarik jualan di terminal?
Seandainya orang tuaku dapet tawaran jualan di terminal, mungkin mereka akan menerimanya dengan suka cita. Terminal seperti pusat kehidupan masyarakat. Tempat ini mempertemukan orang dari berbagai desa. Nggak ada yang nggak laku di tempat ini.
Aku pernah ngobrol dengan seorang penjual balon karakter yang biasanya dibeli anak-anak. Ia datang setiap jam 10 pagi dan pulang jam 5 sore. Jadwalnya sangat teratur dan nggak pernah sekalipun ia molor dari jam pulangnya.
Saat itu aku penasaran, kenapa memilih balon karakter untuk dijual, padahal jarang sekali ada orang tua yang mengizinkan anaknya beli balon. Apalagi kalau mereka menempuh perjalanan jauh menggunakan bus, mungkin akan sangat riweh mengurus anak sambil mengurus balon di perjalanan.
Kuberanikan diri untuk bertanya, sambil berpikir apakah ini keputusan yang tepat? Aku belum pernah sengaja ngobrol dengan orang asing. Apalagi mempertanyakan pekerjaan mereka. Ini seperti orang asing mempertanyakan pekerjaanku, kenapa memilih freelance writer, padahal ada banyak pekerjaan lain.
Kuberanikan diri dan sepertinya bapak penjual balon karakter ini nggak keberatan.
"Awalnya karena modalnya cuman cukup untuk jualan balon karakter mbak. Saya juga dulunya ragu, tapi ternyata rezekinya justru di sini. Sudah 10 tahun saya jualan."