Namun ternyata perkataan teman-temanku cukup mengganggu. Selama beberapa waktu perkataan itu terasa terngiang-ngiang di telingaku. Aku mulai merasa bahwa keberadaanku tak diinginkan. Selama ini aku merasa tak pernah dianggap ada oleh mereka, tapi sekalinya keberadaanku dianggap, aku dianggap seperti benalu yang seharusnya tak ada.
'Benar-benar tidak adil!' Ucapku.
Tiap semester nilaiku selalu rendah. Namun sebenarnya aku memiliki kecerdasan yang cukup baik. Aku pun terkadang menjadi tempat bertanya teman-temanku, hanya saja aku tidak suka menampilkan diriku. Aku menjadi tertekan berada di antara teman-temanku di kelas. Karena itu nilaiku selalu rendah. Aku tidak memiliki teman diskusi, teman untuk bertanya, akhirnya aku hampir selalu tidak mengerjakan tugas.
Ketika sudah selesai semester 5, kami fokus pada pemantapan UN dan SBMPTN. Saat itu, beberapa orang siswa membahas soal-soal SBMPTN dan menanyakan soal TPA. Soal itu tampak seperti soal matematika, namun untuk bisa menjawabnya membutuhkan fokus dan teliti yang tinggi. Selama kurang lebih 70 menit, kami membahas soal itu dengan pak Tatang, guru matematika kami. Namun jawabannya tidak ditemukan. Setelah pak Tatang berkata jawabannya akan dicari di rumah, aku memberanikan diri bertanya, 'Apakah soalnya bentuk pilihan ganda?' 'Ya!' Jawab temanku. 'Apakah ada pilihan 4759?' tanyaku. 'Ya, C!' jawabnya. Pak Tatang menghampiriku dan memintaku menjelaskan jawabannya di depan kelas. Aku maju dengan tubuh bergetar, panas, gugup dan berkeringat. Aku hampir tidak bisa menulis di papan tulis dan berbicara karena saking bergetarnya tubuhku. Tentu saja, itu adalah kali pertama aku ke depan kelas setelah 2 tahun, dan setelah mentalku down karena merasa tertekan. Namun, setelah itu teman-temanku jadi sering memujiku. Aku pun diminta untuk ikut masuk tim Futsal. Supaya aku bisa memainkan otak kiriku dalam bermain, katanya. Aku merasa tersanjung. Aku merasa dianggap teman!
Aku menyadari, ternyata penyebab kesendirianku bukan karena mereka tidak menganggapku ada, melainkan aku yang tidak mengeksiskan diriku.
Bergaul dan bersosial itu sangat penting, sebab eksistensi diri bergantung pada seberapa besar manfaatnya untuk sesama. Dengan memberikan manfaat kepada sesama, diri kita akan eksis dan dihargai.
Mahatma Gandhi adalah pemimpin nasionalisme India yang menghasilkan kemerdekaan India serta merupakan inspirasi dari pergerakan hak dan kebebasan sipil di seluruh dunia. Gandhi sendiri adalah bukti positif yang benar-benar menunjukkan bahwa Anda tidak perlu menjadi ekstrovert dalam memimpin orang-orang.
Seseorang dapat menjadi pemimpin yang efektif dalam sebuah cara yang introvert. Ia pernah mengatakan bahwa: "Dengan cara yang lembut, Anda dapat menggoyahkan dunia."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H