Mohon tunggu...
Diana Wardani
Diana Wardani Mohon Tunggu... Administrasi - Sederhana

I Love You, Kangmas Matahariku. I love your sign and signature - I always be with you wherever you are, because we are one.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Copy-Paste sebagai Pemicu Seseorang Menjadi Plagiat?

20 Juli 2013   22:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:16 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melakukan tindakan copy paste memang merupakan pekerjaan yang mudah. Namun efek dari perbuatan yang mudah itu akan membawa dampak yang sangat serius bagi kelangsungan hidup seseorang yang terbiasa dengan perbuatan ini (jika ketahuan).

Dalam dunia pendidikan di Indonesia telah banyak kasus yang menyertainya. Di sini tidak akan dituliskan contoh kasus yang menimpa para elite di dunia pendidikan kita, karena tindakan copy paste ini bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja.

Sebenarnya tindakan copy paste ini tidaklah diharamkan, karena yang menjadi pokok permasalahan yang sesungguhnya bukan terletak kepada copy paste-nya. Namun lebih kepada tidak dicantumkannya sumber referensi yang telah diperolehnya (dengan copy paste) pada tulisannya.

Selain karena berbuat copy paste itu terlalu mudah bagi siapa pun, seseorang akhirnya dapat menjadi plagiat karena mereka tidak tahu kapan mereka boleh melakukan copy paste. Copy paste dapat dilakukan pada saat: (1) mengutip pernyataan (2) mengutip data misalnya untuk data statistik, numerik, tahun, angka, koefisien yang spesifik (3) mengutip kasus dan contoh (4) mengutip proses (5) mengutip rumus (6) hal lain yang spesifik dan unik dan tidak bisa dihafal. (Baskoro, D.G., 2013, Materi plagiarisme dan sitasi yang disampaikan pada pelatihan literasi informasi).

Jadi, tindakan copy paste tidak selamanya menjadikan para pelakunya menjadi seorang plagiat, selama orang itu mengetahui kapan ia harus melakukannya dan tidak lupa mencantumkan bahan referensi tersebut pada tulisannya (dengan mengacu pada salah satu model penulisan tentunya). Sekalipun tulisan kita sumbernya didapat dari tulisan kita sendiri, kita tetap harus mencantumkannya. Pemahaman mengenai informasi yang didapat pun harus diolah dengan menyaringnya. Ibarat cinta yang tidak jatuh pada pandangan pertama, maka informasi pun demikian adanya. Kita harus dapat memilih, memilah, dan mengevaluasi ribuan bahkan jutaan informasi yang ada di hadapan kita, menyaringnya dengan penuh ketelatenan dan perhatian fokus, agar tujuan kita mendapatkan informasi yang sungguh-sungguh tepat dengan apa yang kita butuhkan akan tercapai dengan baik dan tidak terjebak dengan banyaknya informasi yang ada.

Maka dengan sangat hormat kepada seluruh pencari informasi di internet dan di mana pun juga, telusurilah informasi itu sedalam dan sejauh mungkin. Jika memang informasi itu telah didapatkan dan merupakan informasi yang sudah fix benar-benar yang dibutuhkan, maka beranilah untuk mencantumkan sumbernya, agar terhindar dari tindakan yang namanya plagiarisme. Bukan hanya pada tulisan ilmiah saja (untuk tujuan jenjang karir), namun pada level menulis di blog keroyokan ini atau di blog pribadi, untuk dibiasakan mencantumkan sumber data (bisa foto, dan lain sebagainya), agar kita terbiasa untuk memulai segala sesuatu dengan niat kita hanya kepada arah kebaikan semata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun