Mohon tunggu...
Diana Wardani
Diana Wardani Mohon Tunggu... Administrasi - Sederhana

I Love You, Kangmas Matahariku. I love your sign and signature - I always be with you wherever you are, because we are one.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ada Aceng di Mana-mana

8 Desember 2012   02:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:01 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekonyong-konyong pengen nulis tentang Aceng. Sebenernya aku males banget nulis ini, mungkin para pembaca juga udah pada bosen dengan topik ini. Tapi...ternyata kesekonyong-konyongan itu seakan memaksaku untuk menuliskannya. Duh, beneran ini mah. Aku kudu bilang WOW sambil koprol, sekalian loncat-loncat, terus maen sapintrong karet di halaman dan nyanyi bagian akhir dari lagu sebuah iklan pewangi. Eh aku lupa iklan sabun atau pewangi ya, soalnya iklan itu udah lama ga tayang. Pokoknya pada bagian akhir dari lagu iklan itu kata-katanya begini : "ada bunga di mana-mana" tapi bunganya diganti dengan kata Aceng. Maka, jadilah judul dari tulisan ini. Seperti bunga, demikian pun Aceng. Namun ada satu yang membedakannya, yakni keharumannya. Tau sendiri kan kalo wangi bunga itu bisa dijadikan terapi, karena wewangiannya yang menenangkan. Kalo yang satu ini, memang seperti kembang. Tapi wanginya beda. Hingga CNN dan BBC bahkan media lain di luar sana ikut mengulasnya. Terus jadi bangga? Ya ga juga sih... Aku kan hanya bisa bilang WOW :D

***

Terpujilah Tuhan Yang Maha Agung. IA menciptakan manusia dan makhluk lainnya serta alam semesta raya ini dengan penuh cinta, sebab IA adalah cinta itu sendiri dan kita ini adalah gambaranNya. Hingga IA berkenan memberikan nafas kehidupan bagi kita semua, dengan terwujudnya harapan-harapan kita. Dengan kesuksesan dan pencapaian-pencapaian yang berhasil kita raih. IA begitu fasih mengatur bumi dan seisinya, hubungan antarmanusia dan antarmakhluk lainnya dengan sempurna, serta planet-planet luar angkasa lainnya yang IA ciptakan. Jika IA belum memberi kesuksesan sesuai dengan harapan kita, mungkin ada sesuatu yang salah saat kita memohonkannya. Atau mungkin pula karena waktu yang membedakan antara waktuNya dan waktu kita. Kukira, hanya belum selaras saja antara keinginan kita dan kehendakNya.

Sesungguhnya, apa arti sebuah pencapaian itu bagi kehidupan kita? Hanya untuk mengejar kepuasan pribadikah atau pencapaian itu sendiri digunakan sebagai bentuk bakti kepadaNya yang telah memberikan segala sesuatu keinginan kita? Aku tidak sedang menghakimi Bupati Garut itu. Tulisan ini hadir justru karena Bupati Garut itu telah berhasil memberikan pelajaran berharga bukan saja untuk para pejabat, namun berharga pula bagi kita semua, termasuk untukku. Ya, setidaknya ini menurutku, dan ini menjadi bahan renungan pula bagiku.

Aceng. Sempat aku dengar bahwa nama Aceng itu sesungguhnya adalah semacam sebuah gelar. Di Garut, jika seseorang sudah dipanggil Aceng, itu artinya ia bukan orang sembarangan. Selain ia adalah berasal dari keluarga berada, ilmu agamanya pun dinilai cukup mumpuni di daerah itu. Jadi, sesungguhnya seorang Aceng Fikri itu bukanlah orang biasa-biasa saja. Ia adalah sosok di masyarakatnya. Ia adalah panutan di daerahnya. Makanya ia dicalonkan menjadi bupati oleh masyarakat untuk menjadi pemimpin mereka.

Terlepas dari asal usul Sang Bupati, aku jadi berpikir bahwa untuk menjadi seorang sosok itu tidaklah mudah. Mungkin saat proses pencapaiannya ada yang mudah karena latar belakangnya sudah mendukung untuk pencapaiannya, namun justru sangat sulit setelah ia berhasil menjadi sosok, dalam hal ini berhasil menjadi pejabat. Menjalankan sosok yang dipanuti oleh masyarakat tidaklah mudah, selama ia tidak kuat dan tabah menghadapi cobaan. Cobaan berhubungan dengan kematangan jiwa seseorang. Jika Sang Bupati itu dewasa dan mengayomi, maka ia tidak akan mencari isteri baru (lagi) yang akhirnya hasil dari pencarian itu gagal total hanya karena alasan bahwa isterinya itu bau mulut dan tidak perawan. Ia kemudian kecewa dan tidak terima. Aku sempat heran dengan pencarian itu. Apa pun alasannya. Apalagi jika aslasannya tidak masuk akal. Terus isteri pertamanya bagaimana? Makanya tadi aku bertanya, untuk apakah pencapaian itu? Jika hanya untuk sekadar sebagai pendukung kenikmatan duniawi semata, alangkah mirisnya. Ini sudah lebih dari sekadar egois. Waktu, tenaga, dan pikiran hanya untuk hal-hal pemuas diri, dan pencapaian itu dijalankannya hanya cukup sejauh itu. Hanya sebatas itukah? Heran habis.

Sebuah peran kecil akan menjadi besar, jika dijalankan dengan keikhlasan, kerendahan hati, dan cinta. Sebuah peran besar akan menjadi sebutir debu dan tidak bermakna jika dijalankan dengan jiwa kerdil dan egosentris.

Akhir kata, terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Aceng Fikri, yang secara tidak langsung sudah memberikan 'ilmu' bagi masyarakat Indonesia dan bahkan bagi dunia lewat sikap, tindakan, dan ucapan-ucapannya, sehingga kita menjadi cukup tahu dan mengerti tentang sebuah makna yang melekat pada diri seseorang. Ia telah menjadikan dirinya cermin bagi kita semua. Tempat merenung dan introspeksi.

*Note : Sapintrong adalah permainan lompat tali seperti skipping, hanya di sini talinya adalah karet-karet yang dijalin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun