Mohon tunggu...
Windarsih
Windarsih Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Bumi Manusia

Mahasiswi kelahiran Wonogiri yang tengah merantau di Kota Semarang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan yang Hilang

3 Mei 2019   07:50 Diperbarui: 3 Mei 2019   08:13 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hari ini, 2 Mei 2019 lain daripada setahun atau dua tahun yang lalu. Saya tidak berdiri di antara barisan peserta upacara Hari Pendidikan Nasional namun jangan salah paham juga, saya pun tidak berdiri sebagai seorang petugas upacara. Hal yang berbeda adalah status saya, MAHASISWA. 

Saya tidak membanggakan sebutan tersebut justru ada rasa sedikit kehilangan dalam perasaan saya hari ini, yaitu perasaan berdiri dengan khidmat menjadi peserta upacara. Entah apa alasan universitas tidak mewajibkan mahaiswa mengikuti upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional ini. 

Namun di sisi lain hari ini saya juga tengah menyelesaikan beberapa tugas yang membuat saya berhalangan kendati andai saja ada kewajiban mengikuti upacara.

Dikutip dari  detik.com Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggelar upacara dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional 2019. Dalam amanatnya, Mendikbud Muhadjir Effendy berpesan bahwa jajarannya harus kerja lebih keras lagi meningkatkan Sumber Daya Manusia atau SDM. 

Muhadjir juga berterima kasih khususnya kepada tenaga pendidik dan pegawai Kemendikbud karena berkat mereka pendidikan mencapai hasil yang memuaskan.

Saya cukup tertarik dengan kata "memuaskan" di sini karena penasaran dengan indikator apa yang digunakan oleh bapak menteri dalam menyimpulkan hal tersebut. Hingga saat ini pendidikan di Indonesia mungkin dapat dikatakan mengalami peningkatan dari sisi jumlah para peserta didik yang melanjutkan studi baik di jenjang sekolah menengah maupun perguruan tinggi. 

Namun bagaimanakah dengan kualitasnya sendiri? Saya mungkin tidak dapat menyebutkan dengan data-data yang rinci. Akan tetapi di sini saya hanya akan membagikan pikiran saya sesuai apa yang saya lihat, dengar, dan baca baik itu melalui media massa atau pengalaman pribadi saya.

Tentu otak kita masih ingat betul dengan sebuah video viral yang menampilkan sikap kurang sopan kepada salah seorang guru yang tengah mengajar di kelas. Hingga kemudian banyak pihak yang menyayangkan kejadian tersebut. Kemudian pada akhirnya guru tersebut mendapatkan perhatian dan banjir dukungan dari masyarakat. Bahkan ada yang memberikan hadiah perjalanan umroh gratis kepada beliau.

Masih membekas juga kasus bullying terhadap Audrey yang meskipun kemudian timbul pro dan kontra atas kasus tersebut namun tetap menjadi potret buruk pelajar Indonesia. Pada kenyataannya bullying masih menjamur dalam sendi-sendi pergaulan di sekolah. 

Bullying menjadi suatu fenomena memalukan yang justru sampai saat ini masih sangat sulit mengendalikannya. Mengapa saya mengatakan sulit? Karena terkadang hal tersebut terjadi secara tersembunyi atau lolos dari pengawasan guru sebagai orang tua siswa di sekolah.

Lantas apa kaitannya dengan pendidikan nasional? Menurut saya tentu kaitannya adalah mengenai pendidikan karakter di Indonesia. Saya tidak ingin membahas hal-hal berat seperti tuntutan pendidikan gratis untuk rakyat seperti yang telah didengungkan dalam aksi-aksi mahasiswa hari ini. Saya hanya ingin menggarisbawahi apa yang perlu segera dibenahi dari pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan karakter.

Bagi saya pendidikan tidak melulu mengenai akademik namun yang terjadi di masyarakat adalah menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan formal adalah untuk menjadi seorang anak yang pintar, anak yang menguasai banyak mata pelajaran, dan mendapatkan rangking atas di kelas. 

Seringkali yang ditanyakan para orang tua adalah "Nak, rangking berapa di kelas ?". Hal tersebut secara tidak langsung mempengaruhi anak untuk mengikuti jenjang pendidikan demi sebuah nilai di atas kertas.

Hal yang hilang dari generasi terpelajar bangsa Indonesia bukanlah kecerdasan. Kita kehilangan karakter, pondasi dalam mewujudkan pendidikan yang "memuaskan". Jadi yang perlu dan sangat urgent untuk segera dibenahi adalah pendidikan karakter di Indonesia. Perlu ada keseimbangan antara pendidikan karakter dan pendidikan akademik.

Mengutip pernyataan dari Abraham Samad dalam seminar yang pernah saya ikuti, yaitu penjahat yang paling berbahaya adalah orang yang hanya pintar namun tidak berkarakter. Tengok saja para koruptor di Indonesia, mereka adalah putra-putri bangsa yang telah menyelesaikan studi hingga strata 3 bahkan tidak hanya menempuh pendidikan di dalam negeri namun juga di luar negeri, di universitas terkemuka pula. 

Berderet-deret gelar yang seolah menambah kesan bahwa mereka adalah golongan terpelajar yang lain daripada yang lain. Namun apa realitanya? Seterhormat apapun dirinya, mereka tetap melakukan perbuatan keji yaitu korupsi.

Mereka begitu lihai dalam menutupi kebenaran dan cenderung memperlihatkan diri kepada publik dengan tanpa rasa malu maupun bersama. Mungkin akal sehat sudah memudar dari manusia-manusia yang masih bisa tersenyum ketika disangka, didakwa, dan divonis melakukan tindak pidana korupsi.
Memang banyak hal yang harus dibenahi dari bangsa ini. Namun sebagai salah satu anggota kehidupan bangsa ini, sudah sepantasnya memulai dari diri sendiri untuk tidak menanam benih kehancuran.
Oleh karena itu, adalam momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional 2019 hendaknya yang menjadi tanggung jawab bersama bangsa ini segera dibenahi lagi sebelum sangat terlambat. Mulai dari hal yang sering menjadi budaya para mahasiswa (yang hingga saat ini masih saya temui di lapangan), percayalah pada kemampuan diri sendiri dengan tidak menyontek.
Bersikap jujur dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas, dan memiliki moral yang baik. Untuk menjadikan generasi pemuda Indoneisa yang cerdas secara akademik dan baik secara karakter. 
Keseimbangan di antara itu diharapkan mampu menjadikan pendidikan karakter yang mulai luntur menjadi eksis kembali. Agar pendidikan Indonesia semakin memuaskan seperti yang dikatakan oleh Mendikbud. Karena memuaskan adalah ketika melihat keadaan negeri yang berkembang pesat namun dengan tidak meninggalkan karakter bangsa itu sendiri. Kepribadian bangsa adalah cerminan yang ke mana pun kita pergi akan meninggalkan kesan mendalam bagi orang-orang bangsa lain. Menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki kepribadian yang luhur merupakan kewajiban semua manusia Indonesia.

Semarang, 2 Mei 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun