Pada hakekatnya, pembangunan nasional merupakan wujud perjuangan secara terus menerus dari setiap warga negaranya berdasarkan profesinya dengan prestasi terbaik untuk mewujudkan kesejahteraan dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya. Kesejahteraan lahir-batin, jasmani-rohani, materiil-spirituil menjadi kebutuhan hidup dan kehidupan setiap anggota masyarakat maupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Di sisi lain, setiap individu, setiap kelompok masyarakat, bahkan setiap negara di dunia mempunyai kepentingan yang memungkinkan terjadinya perebutan atau persaingan yang dapat menyebabkan terjadinya konflik kepentingan, dan bahkan memungkinkan terjadinya pelanggaran norma, yang selanjutnya bisa menimbulkan pertikaian dan bahkan peperangan. Disinilah pentingnya membangun visi setiap warga negara dan visi bersama dalam membangun masa depan bangsanya.
Bagi bangsa Indonesia maupun bangsa-bangsa lain di dunia, dalam rangka pembangunan nasionalnya, setidaknya ada beberapa isu penting yang menjadi bahan pertimbangan yaitu isu tentang hak asasi manusia (HAM), supremasi hukum, lingkungan hidup, demokratisasi, dan globalisasi ekonomi. Ini menunjukkan bahwa isu-isu tersebut merupakan persoalan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan negara-negara saat ini. Bagi bangsa Indonesia, diberlakukannya UU Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang lebih mengutamakan azas desentralisasi kekuasaan dan kewenangan kepada daerah, juga merupakan isu yang diharapkan dapat mendorong percepatan bagi proses pembangunan nasional melalui peningkatan pemberdayaan masyarakat.. Â Globalisasi merupakan tuntutan sosialisasi dalam kehidupan manusia, yang kemudian sangat besar pengaruhya dalam memberikan corak dan arah pembangunan setiap negara. Globalisasi dapat digambarkan sebagai proses integrasi antar negara, yang nampak dari proses saling ketergantungan politik, ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya yang berkembang diantara negara-negara di dunia. Kecenderungan globalisasi saat ini ditandai dengan semakin cepatnya perubahan lingkungan eksternal maupun internal dan semakin ketatnya persaingan. Dinamika ini menjadi fenomena baru dalam pembangunan suatu bangsa dalam rangka mencapai kemakmurannya.
Globalisasi dan Ketahanan Nasional. Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu Negara menjadi biasa. Globalisasi memang memiliki sifat mengancam yang menakutkan. Dua kali perang dunia pada abad lalu dipicu oleh persaingan global untuk memperebutkan sumber daya ekonomi. Contoh paling mutakhir: pendudukan Amerika Serikat atas Irak yang telah berlangsung 4 tahun juga menunjukkan hal yang sama meskipun dibungkus dengan berbagai argumen. Pengaruh asing dapat dianalogikan sebagai virus yang menakutkan, namun selama ketahanan nasional sebagai sistem kekebalan tubuh cukup kuat, virus tersebut seharusnya tidak menjadi kekuatan yang mengancam. Polemik dan retorika tidak membantu menciptakan daya saing yang diperlukan untuk terwujudnya Kebangkitan Nasional.
Ketahanan nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa, yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan,baik dari luar negeri maupun dalam negeri, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan Negara serta perjuangan dalam mengejar tujuan nasional Indonesia.
Dalam perkembangan dan pertumbuhan negara-negara, sebenarnya tidak ada negara yang terbelakang, melainkan negara yang salah urus atau pengelolaan yang kurang baik (mismanagement, undermanage). Terdapat beberapa bukti sebagai akibat dari kekeliruan dalam kebijakan publik atau manajemen pemerintahan dan pembangunan. Sebagai contoh, terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, penyebab utamanya berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain berkaitan dengan masalahmasalah dalam negeri seperti kondisi sosial-politik dan keamanan yang tidak stabil, ekonomi biaya tinggi karena inefisiensi dalam proses produksi, praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) dan sistim perekonomian yang tidak mengakar ke bawah. Faktor eksternal berkaitan dengan lembaga internasional, seperti pinjaman yang disalurkan utamanya hutang jangka pendek yang ternyata menjadi perangkap, memberatkan Negara debitur karena membengkaknya hutang dan bunga hutang sebagai akibat dari terjadinya gejolak mata uang asing khususnya US$.
Hakekat pembangunan adalah membangun manusia seutuhnya, baik fisik maupun non fisik, jasmani maupun rohani, materiil maupun spirituil, maka pembangunan non fisik, rohani atau spirituil menunjukkan laju yang amat tertinggal bahkan cenderung degradasi. Â Untuk menghadapi pengaruh global, masih terjadi kontroversi antara pemikiran ekonomi pasar murni (liberalisasi perdagangan) dan intervensi pemerintah (proteksionisme). Pada umumnya intervensi pemerintah atau kebijakan public dimaksudkan untuk membangun kapasitas, menciptakan keadilan, menciptakan kondisi yang stabil, atau proses yang lebih efektif dan efisien. Termasuk didalamnya antara lain alasan untuk memberikan rangsangan khusus bagi produksi suatu barang tertentu yang masih diimpor (import substitution), memperluas kesempatan kerja, pendayagunaan sumberdaya dan investasi; maupun alasan non ekonomi seperti ketahanan nasional dan distribusi pendapatan atau pemerataan.
Jika diamati, kebijakan publik dalam membangun perekonomian misalnya, berbagai bentuk kebijakan sebagai intervensi pemerintah ternyata gagal untukmemberikan kesejahteraan bagi pelaku usaha maupun masyarakatnya, misalnya kesejahteraan petani, peternak, nelayan, petambak maupun usaha kecil, menengah dan koperasi yang cenderung tidak tumbuh dan bergeser dikuasai oleh "petani berdasi" atau pemodal. Tidak efektifnya berbagai kebijakan tersebut dapat disebabkan (a) berbagai distorsi yang terjadi, dan (b) terlalu kuatnya intervensi pemerintah dalam market access yang mengakibatkan disinsentif pada efisiensi, inovasi, teknologi maupun stabilisasi harga. Dalam kasus industri gula, untuk masa 2000--2010, kebijakan tidak menerapkan liberalisasi perdagangan (proteksionisme) ataupun diterapkannya liberalisasi perdagangan (tanpa proteksi), ternyata tidak menunjukkan dampak positif maupun negatif yang signifikan bagi peningkatan keragaan industri gula Indonesia (Abidin, 2000). Hal ini menimbulkan pemikiran yang disebut "kebijakan tanpa kebijakan", artinya no action dalam menghadapi dampak liberalisasi perdagangan, membiarkan begitu saja dampak itu terjadi secara alami, membiarkan pengaruh global itu terjadi menimpa, dan seterusnya.
Hal ini mencerminkan kuatnya dampak globalisasi, yang akan menerjang semua halangan dan rintangan. Maka persoalannya adalah kembali kepada menjawab pertanyaan mengapa berbagai kebijakan publik itu tidak efektif dalam mencapai sasarannya (target output, target group). Kebijakan publik yang bagaimana yang mampu melawan kekuatan globalisasi tersebut? Jawaban mendasar untuk itu adalah kebijakan publik yang mampu "kemandirian" yang mengandung makna lebih dari sekedar swasembada, kemandirian yang mengakar ke bawah tetapi tetap berorientasi ke luar, jadi bukan autarki atau menutup hubungan dengan dunia luar.
Sebagai penutup, sejak awal abad 21, terjadi pergeseran paradigma pembangunan dengan persaingan yang semakin ketat. Bagi negara yang sedang berkembang, globalisasi lebih merupakan ancaman daripada peluang, karena ternyata lebih menguntungkan kepentingan negara maju, bahkan memungkinkan untuk menguasai sumberdaya di negara lain. Dalam bidang ekonomi misalnya, melalui produk-produk impor menyebabkan beberapa komoditi dan produksi di negara sedang berkembang harus keluar (exit) dari pasar karena tidak memiliki daya saing.
Berbagai kepentingan setiap negara, sering "rasional secara ekonomi", namun "tidak rasional" ditinjau dari aspek sosial-budaya, distribusi pendapatan, dan Ketahanan Nasional; atau sebaliknya. Ini menunjukkan adanya trade-off antara kepentingan ekonomi dan non ekonomi, atau antara kepentingan tangible dan intangible. Globalisasi ekonomi cenderung mengutamakan efektifitas dan efisiensi (material, tangible) dan cenderung mengorbankan kelestarian lingkungan hidup, keamanan, persatuan dan kesatuan bangsa, kehidupan berdemokrasi, dan nsebagainya (immaterial, intangible). Untuk mengatasi keterpurukan yang terjadi, dengan knowledge saja tidak akan cukup untuk survivenya suatu kehidupan; bahkan memerlukan nilai-nilai moral yang lebih tangguh sebagai pengendali.
Ketangguhan moral akan membangun kemandirian, dan kemandirian akan membangun masyarakat, bangsa dan negara yang lebih hakiki. Modernisasi harus lebih diartikan sebagai continuous improvement dalam segala aspek kehidupan secara berimbang dengan tetap mengedepankan berbagai kearifan lokal untuk skala global.