"hei, gadis Indonesia, masuklah jika tidak ingin ketinggalan ujian hari ini" dia berbicara bahasa Indonesia dengan logat yang sedikit aneh. Aku terperangah, sedikit tidak percaya, aku pikir dia orang Korea, tapi kenapa bahasa Indonesianya lancar, hanya logatnya saja yang agak aneh.
Entah kenapa, waktu itu aku patuh saja, jadilah dia sebagai penyelamatku dari keterlambatan hari itu.
Setelah itu entah bagaimana, aku sering konsultasi dan meminta bantuannya dalam menyelesaikan penelitian terkait tesisku. Setelah beberapa waktu aku baru tahu, kalau ibunya adalah orang Indonesia, dan dia lahir di Jakarta, dia juga dibesarkan di jakarta sampai dia lulus sekolah menengah pertama, setelah lulus SMA dia ikut ayahnya ke Korea Selatan, karna memang ayahnya adalah orang Seoul. Hanya itu yang aku tahu, tapi entah kenapa sejak aku tahu bahwa dia adalah orang Indonesia dan bisa berbahasa indonesia, aku jadi merasa memiliki keluarga, senang saja ketika kamu yang sedang berada di negara asing, dimana tidak ada satu orangpun yang mengerti bahasamu, kemudian bertemu dengan orang yang mengerti bahasamu, jika kau tau bagaimana rasanya, maka itulah yang aku rasakan. Dia bagiku sudah seperti keluarga.
Dan entah bagaimana, pada saat perayaan wisuda, Yohan Lie melamar ku dengan sebuket bunga mawar biru.
"will you marry me Aksara?" dia berlutut di depan keluargaku, aku masih mengenakan toga saat itu. Entah apa yang dipikirkan mas Yohan waktu itu, di depan dosen-dosenku yang tak lain adalah rekan kerjanya, dan didepan teman-temanku yang adalah mahasiswa nya.
Dan tanpa ragu, waktu itu aku langsung saja mengangguk, mengiyakan. Dia berdiri, dan langsung memelukku, erat. Dia berbisik lembut ditelingaku, "aku cinta kamu sejak pertama kita bertemu, terimakasih telah menerima lamaran ku Sara".
Dan selang tiga bulan sejak lamaran itu, kamipun menikah, aku memutuskan untuk menetap di Seoul dan bekerja sebagai penulis di sebuah majalah di Pusat kota. Aku tinggal bersama Yohan Lie di apartment nya. Yup, kehidupan bahagia yang sempurna. Meskipun dibalik kebahagiaan itu aku harus mengorbankan seseorang yang sangat aku cintai.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H