Mohon tunggu...
Winda manhartika
Winda manhartika Mohon Tunggu... Guru - Tidak Ada

Penikmat sastra, sajak, puisi, filsasat, sejarah, fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Labuhan Takdir (Bab 1)

20 Oktober 2019   14:23 Diperbarui: 20 Oktober 2019   14:48 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BAB 1 

KARMA...

 Tidaaak.... Apa aku akan mati ?

Bagaimana ini ? ini tidak mungkin, aku tidak mau mati.

"Bu Sara, ibu Aksara ! Bu Sara mohon jangan panik, ini baru diagnosa awal. Bu Sara, apa anda dengar saya ? Bu sara ?"

"Haaaah, i..iya dokter, maaf bisa diulangi dari awal, maaf saya tidak fokus". Aku tergagap, masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan dokter dihadapanku.

"begini bu, berdasarkan hasil Rontgen yang kita ambil minggu lalu, kami mendiagnosa bahwa ibu menderita Skoliosis dengan rasio kemiringan delapan puluh tujuh derajat. Mungkin lebih sederhananya, ibu mengalami kelainan tulang belakang, dimana pertumbuhan tulang ibu tidak normal, tulang tengah punggung yang seharusnya lurus, melengkung seperti huruf "S", dan yang mengkhawatirkan adalah karena rasio lengkungannya sudah mencapai delapan puluh tujuh derajat dan sudah menekan paru-paru, sehingga kemungkinan untuk pemasangan brace atau besi penyangga menjadi tidak ada, dan karena tulang yang melengkung tersebut sudah menekan paru-paru, itu yang menyebabkan ibu muntah darah minggu lalu." Dokter dengan kaca mata tebal itu berbicara seperti sedang membacakan sebuah pidato kematian, dengan ekspresi wajah prihatin.

Aku terdiam, bukan terdiam, hanya saja tidak tahu harus berekspresi seperti apa ?

"Hhmm dok, sebenarnya saya kurang mengerti tentang apa yang dokter sampaikan, jadi intinya, apakah saya bisa disembuhkan ? apapun caranya dok, saya mohon."

"sebaiknya ibu tidak bekerja dulu untuk sementara waktu, dan kalau bisa hindari beraktifitas berat, saya saran kan agar ibu jangan terlalu banyak berpikir, kalau bisa bolehkah saya bertemu dengan wali atau suami ibu ?" dokter bermata sipit itu mencoba tersenyum, matanya hilang bersama senyumannya.

"apa benar-benar separah itu dok ? apa saya tidak memiliki kesempatan untuk sembuh ?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun