Mohon tunggu...
Winda Krisnadefa
Winda Krisnadefa Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

meet me here: www.kampungfiksi.com dan http://emakgaoel.blogspot.com/ grab my new novel: Macaroon Love (Mizan Qanita) in book stores now!\r\n

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[KCV] Valentine Kedua

14 Februari 2012   10:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:40 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kolaborasi Winda Krisnadefa dan Gurujawa (no.70)

[caption id="attachment_170964" align="aligncenter" width="300" caption="image from http://ofwnow.com/special-feature/gift-ideas-for-st-valentines-day-2011/9396"][/caption]

“Dear sayang,

Ini Valentine kedua untuk kita. Tahun lalu kita merayakannya berdua, tapi kali ini kamu sedang berada jauh dariku karena tugas kantor. Untuk dua tahun kebersamaan kita, aku ucapkan terima kasih kepadamu. Untukku, kamu lebih dari seorang kekasih. Kamu adalah sahabat terbaikku. Kamu adalah orang yang paling mengerti aku. Dan kamu satu-satunya yang bisa membuatku bahagia. Aku tak pernah menemukan ganjalan dalam hubungan kita. Kebiasaan-kebiasaanmu bisa kuterima dengan baik, seperti kamu pun bisa menerimaku apa adanya. Aku bahagia dengan hubungan kita sekarang ini.

Rasanya aku hampir yakin untuk melanjutkan perjalanan cinta kita ini lebih jauh lagi. Kalau saja…ya, kalau saja ganjalan kecil itu bisa kuabaikan. Maafkan aku, sayang. Ada sedikit yang terasa menggangguku selama ini. Aku sendiri tak tahu bagaimana menyampaikannya kepadamu tanpa membuatmu marah. Aku hanya berharap kamu bisa mengerti dan memahami perasaanku.

Ibumu…aku menyayanginya seperti ibuku sendiri. Tapi entah kenapa, aku tak pernah bisa merasakan kedekatan dengannya. Ibumu seperti selalu mengambil jarak denganku setiap aku berkunjung ke rumahmu. Sebenarnya aku sudah cukup lama merasakannya, tapi kerisauanku semakin membesar akhir-akhir ini. Jangan salah mengerti dulu, sayang. Kerisauanku justru karena aku begitu menginginkan hubungan ini beranjak lebih jauh lagi. Tapi bagaimana masa depan kita kalau ternyata ibumu tidak bisa menerimaku dengan sepenuhnya?

Maafkan aku kalau surat ini justru jadi membuatmu gelisah, sayang. Satu hal yang kamu perlu tahu, aku mencintaimu, akan selalu begitu.

Happy Valentine, sayang.”

“Dear, darling… Maafkan aku ya, Valentine kedua kita ini aku tidak bisa menemanimu. Aku masih harus mengurus pekerjaan, seminggu lagi baru bisa pulang. Tapi kamu baik-baik saja, kan? Aku percaya, kamu makin tambah dewasa, bisa jaga diri dan tidak sering mengeluh lagi. Kamu masih sering ke rumah mengunjungi ibu, kan? Ada kemajuan nggak? Memang ibuku agak cerewet kalau sudah menyangkut diriku. Maklumlah, aku anak satu-satunya. Aku percaya apa yang dilakukan ibuku dengan kecerewetannya itu semua demi kebaikanku. Demi kebaikanmu juga. Demi kebaikan kita. Tapi rasanya kamu belum bisa menerima ibuku dengan sepenuh hati. Ibuku sebenarnya baik kok. Hanya saja kamu belum bisa mengambil hatinya. Cobalah kamu mengalah sedikit saja pada ibu. Mari di hari Valentine kita saling instropeksi diri. Benarkah kita saling bisa menerima? Bukan hanya antara kita, tapi juga antara anggota keluarga kita. Seberapa besar keinginan kita untuk menikmati Valentine-valentine yang akan datang bersama-sama? Sebelum semua terlanjur berjalan dalam keterpaksaan.

Happy Valentine, darling.”

Hendra menyeret koper kecilnya dengan perlahan. Tari berjanji akan menjemputnya hari ini di bandara, sepulangnya ia dari tugas luar kotanya. Pikirannya sedikit terganggu dengan e-mail Valentine dari Tari beberapa hari yang lalu. Tari tampaknya masih saja kesulitan untuk bisa dekat dengan ibunya. Hal terakhir yang diinginkan Hendra saat ini adalah ketidakcocokkan mereka berdua. Kehilangan salah satu dari mereka bukan lagi pilihan untuknya. Ibunya jelas tidak mungkin akan dikorbankannya demi hubungan mereka berdua. Tapi kalau harus kehilangan Tari demi menjaga perasaan ibu pun Hendra tak sanggup membayangkannya. Tari, terlepas dari kesulitannya untuk berdialog dengan ibunya, adalah calon istri yang paling ideal untuknya.

Tari hanya belum terbiasa dan paham bagaimana mendekati ibunya yang sangat konvensional, karena kekasihnya itu tumbuh dalam keluarga yang sangat moderat. Mama Tari adalah perempuan yang sangat supel, jauh berbeda dengan ibunya. Walaupun begitu, tak pernah terbersit sedikit pun dalam pikirannya kalau hal itu akan menjadi penghalang bagi mereka.

“Tuhan, kalau dia memang jodohku, dekatkan dia denganku dan dengan ibuku, karena aku tak mungkin memisahkan mereka berdua dalam hidupku.” Hendra berdoa dalam hati sambil kakinya melangkah keluar ruang kedatangan bandara.

Sejurus kemudian langkahnya terhenti. Dua perempuan yang baru saja ada dalam doanya tengah melambaikan tangan ke arahnya sambil tersenyum manis. Hendra nyaris tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tari dan ibunya datang bersama-sama ke bandara untuk menjemputnya. Seperti mendapat asupan udara sejuk, kegalauan hatinya berangsur reda. Sebuah rasa damai menyusup nikmat melihat dua perempuan yang dicntainya itu berdiri berdekatan.

Hendra melemparkan senyum bahagia kepada Tari. Dia tahu, Tari bisa membaca rasa terima kasih yang besar dari tatap matanya. Bertiga mereka meninggalkan bandara, dalam balutan bahagia.

“Terima kasih atas kado Valentine kali ini, sayang.” Bisiknya ke telinga Tari.

Karya peserta KCV lainnya bisa dilihat di Cinta Fiksi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun