Malam itu, suara jangkrik terdengar nyaring di sela-sela pekatnya malam. Aku baru saja tiba di desa setelah menempuh perjalanan panjang dari kota. Pulang adalah satu-satunya hal yang kutunggu-tunggu selama setahun perjalanan. Tempat ini adalah rumah tempatku tumbuh dan berkembang ditengah kerasnya kehidupan.
 Namun, langkahku terhenti didepan gerbang kayu tua yang mulai rapuh. Ada sesuatu yang aneh. Udara disekitar terasa asing, seperti ada yang hilang.
Ketika aku membuka pintu, pemandangan didalam rumah membuatku terdiam. Tidak ada lagi harum kayu yang biasanya menyambutku. Lantai bambu yang kini ditumbuhi lubang-lubang, dinding-dinding anyaman yang terlihat usang, dan bau menyengat meruak dari seluruh penjuru ruang.
Aku bergegas mencari ayah. Biasanya, ia duduk diteras sambil menyeruput kopi hitam. Namun, ia tidak ada. Dikamar tidurnya, aku menemukan selembar kertas lusuh diatas meja kayu yang hampir rubuh.
"Nak, hama telah datang. Mereka mengambil tempat kita. Aku pergi mencari tempat baru, tapi hatiku tetap masih disini, di rumah ini."
Tanganku gemetar, "Hama?" pikirku. Apakah yang ayah maksud?.
Saat matahari mulai menyombongkan sinarnya, aku mulai menyadari kehadirannya. Rayap. Mereka menjalar sepanjang dinding dan atap, menggerogoti kayu yang menjadi fondasi rumah ini. Tidak hanya itu, hama-hama lain seperti tikus juga mulai menjadikan tempat ini sebagai sarang mereka.
Aku merasa marah, sedih, dan tak berdaya. Rumah yang selama ini menjadi simbol kehangatan, keamanan, dan perjuangan kini runtuh secara perlahan. Tidak ada lagi suara tawa, tidak ada lagi riuhh canda yang mengiringi. Semua itu seakan dimakan waktu dan hama yang tanpa ampun.
Namun, aku tidak ingin menyerah. Aku membersihkan sudut-sudut ruangan, menyingkirkan puing-puing, dan mencoba menyelamatkan apa yang tersisa. Tapi semakin keras aku berusaha, semakin nyata bahwa tempat ini tida lagi sama.
Hari mulai gelap saat aku duduk dihalaman rumahku, menatap hamparan sawah yang begitu indah. Rumah ini telah menjadi simbol kehilanganku. Hama itu bukan hanya tentang rayap dan tikus, melainkan waktu yang terus berjalan tanpa memberi tanda apapun.
Aku mengerti, tidak semua yang kita sebut rumah bisa bertahan selamanya. Kadang, rumah harus kita bawa didalam hati, meskipun tempat fisiknya telah hancur. Dengan berat hati, aku melangkah pergi, membawa sisa kenangan bersamaku. Tempat pulangku mungkiin telah hilang, tetapi cintaku padanya tak kan pernah padam.