Mohon tunggu...
Winda Arsitha Anggraini
Winda Arsitha Anggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang menempuh pendidikan Strata-1

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, Jurusan Ilmu Komunikasi 2017

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Surat Telegram Kapolri: Ancaman Kebiri Pers

20 Juni 2021   16:07 Diperbarui: 20 Juni 2021   16:16 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kapolri mengeluarkan surat telegram yang dikhawatirkan mengebiri pers, tidak transparasi kepada masyarakat dan menghambat kinerja rekan media.

Oleh : Winda Arsitha Anggraini

Media massa adalah komponen penting dalam proses komunikasi yang bertujuan untuk memberi informasi, menyedia informasi, memberi pengetahuan kepada masyarakat. Media massa adalah bagian dari pers. Menurut Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 Bab 1 Pasal 1, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya menggunakan media cetak, media elektronik, media siber dan segala jenis saluran yang tersedia.

Media massa perlu diatur karena media massa berada di tengah-tengah masyarakat atau berada di tengah kehidupan sosial dan memiliki pengaruh yang sangat besar. Hukum media massa adalah hukum yang mengatur kepentingan umum dan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan aktivitas komunikasi yang diperantarai oleh media massa. Dengan demikian diharapkan media massa mampu menyajikan apa saja yang dibutuhkan oleh kita sebagai masyarakat dan berperilaku sewajarnya mengikuti Undang-Undang atau peraturan yang berlaku sesuai dengan keinginan masyarakat.

Siapapun pasti menginginkan citra mengenai dirinya terlihat baik apalagi di depan masyarakat luas. Begitu pula dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang berada dilingkup masyarakat, yang sering bertemu kita di jalan maupun jika kita ada urusan di kantor polisi, yang bertugas untuk menegakkan hukum di Indonesia, memelihara ketertiban masyarakat di Indonesia, dan juga mengayomi masyarakat Indonesia.

Polri selalu menginginkan dan menciptakan citra yang baik dihadapan masyarakat, sehingga pada 5 April 2021 yang lalu Kapolri Listyo Sigit mengeluarkan surat telegram mengenai larangan media menyiarkan kekerasan dan arogansi yang di lakukan oleh polisi. Namun tidak lama surat telegram tersebut dikeluarkan, selang satu hari surat telegram tersebut dicabut atau dibatalkan.

Ada 11 poin yang tertera pada surat telegram tersebut dan media dihimbau untuk menayangakan liputan yang bersifat kegiatan polisi yang tegas namun humanis. Poin-poin tersebut juga diharapkan dapat memperbaiki kinerja Polri di daerah. Tidak seperti yang diharapkan, pada kenyataannya setelah surat telegram itu tersiar kepada publik malah mendapatkan respon yang tidak sejalan dengan yang diinginkan oleh Kapolri. Ramai di jejaring media sosial khususnya twitter mebahas tentang surat telegram ini.

Bagaimana tidak sejalan, masyarakat bereaksi dalam jejaring media sosial yang mereka miliki dan memberikan kritikan maupun opini mereka dan mereka khawatir jika surat telegram tersebut membuat Polri menjadi antikritik. Bahkan banyak pihak yang merasakan bahwa surat telegram tersebut adalah kebiri pers.

Memang surat telegram tersebut bersifat internal, namun terdapat beberapa poin yang bersifat eksternal sehingga dinilai membatasi kebebasan pers dan disebut juga kebiri pers. Transparasi kepada kita sebagai masyarakat Indonesia jadi tertutup karena adanya isi surat telegram tersebut. Padahal masyarakat memiliki hak untuk mengetahui apa yang sedang terjadi ataupun informasi-informasi yang ada di Indonesia secara transparasi dan sebenar-benarnya.

Di Indonesia, media telah dilindungi oleh Undang-Undang, segala pergerakan yang dilakukan oleh media akan dipantau terus oleh Undang-Undang, sehingga media tidak akan berbelok atau menyalahi Undang-Undang tersebut, jika media menyalahi Undang-Undang maka akan mendapatkan sanksi yang sudah tertera pada Undang-Undang.

Maka, jika surat telegram tersebut berlaku untuk media massa, yang terjadi akan membatasi kinerja dari rekan media. Dan jika memang surat telegram tersebut dibuat untuk meningkatkan kerja Polri di tiap-tiap daerah, mengapa tidak memikirkan imbasnya kepada orang lain? Seperti terganggunya kerja seorang jurnalis atau imbas kepada masyarakat yang sudah disebutkan sebelumnya. Sudah dijelaskan juga pada Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) BAB VIII Pasal 12 ayat 1 bahwa Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan untuk kepentingan publik.

Rekan media memiliki tugas untuk meliput dan menyebarkan segala kejadian yang bersifat aktual atau berdasarkan dengan kenyataan yang sebenar-benarnya. Tidak ada yang ditutupi dari media mengenai kinerja Polri di tiap-tiap daerah, agar masyarakat mengetahui kinerja Polri dan dapat memberi kritik maupun saran untuk Polri kedepannya. Jika surat telegram itu membatasi peliputan dan penyiaran media, lalu informasi apa yang akan didapatkan masyarakat mengenai kejadian-kejadian di Indonesia yang berkaitan dengan Polri?

Masyarakat akan khawatir jika informasi dan juga berita yang didapat hanya pencitraan belaka atau informasi dan berita yang dibuat-buat hanya untuk kepentingan individu, lalu juga dikhawatirkan jika yang dilihat masyarakat secara langsung tidak sama dengan apa yang mereka liat di media. Karena masyarakat memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan informasi sebenar-benarnya dan juga memberi kritik atau saran kepada siapapun dengan baik dan benar. Karena pada Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 Pasal 6 salah satunya disebutkan bahwa pers nasional melaksanakan peranan untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. Transparasi sangat kita butuhkan, rekan media juga akan mengerti mana yang layak untuk diliput lalu disiarkan dan mana yang bukan, karena rekan media akan menaati kode etik jurnalistik.

Lalu, pada poin-poin yang disebutkan dari surat telegram tersebut, banyak larangan-larangan mengenai liputan yang membuat terbatasnya kinerja rekan media. Jika dilihat kembali pada Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 99 pada pasal 4 ayat 2, disebutkan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, maka tidak ada yang harus diatur kembali dan disalahkan mengenai liputan yang melibatkan Polri, kecuali terdapat siaran yang tidak sesuai dengan kenyataannya atau rekan media menyalahi kode etik jurnalistik, maka hal tersebut harus dilakukan tindakan selanjutnya.

Bahkan, dengan masyarakat melihat kinerja Polri yang sesuai dengan keadaan lapangan dan sebenar-benarnya akan membuat masyarakat memiliki pengetahuan lebih mengenai hal terkait dan membuat masyarakat aktif dalam memberi saran dan kritik terhadap Polri demi kinerja Polri yang lebih baik lagi dan terciptanya negara yang aman dan damai.

Komunikasi antara Polri dan masyarakat itulah yang perlu selalu ditanamkan dan dilakukan, agar setiap pihak bisa saling mengerti satu sama lain, menyampaikan dan menerima pesan dengan baik, tidak ada yang merasa dirugikan, karena Polri dan masyarakat memiliki hak dan kewajiban masing-masing yang jika dilakukan dengan baik dan benar akan tercipta bangsa dan negara yang aman dan damai.

Lalu, sudah benar jika Kapolri mencabut dan membatalkan surat telegram mengenai larangan media menyiarkan kekerasan dan arogansi yang di lakukan oleh polisi, karena semua akan berjalan dengan semestinya, apa adanya, aktual dan sebenar-benarnya. Seperti yang diketahui, bahwa Indonesia adalah negara hukum, sudah semestinya sebagai warga negara Indonesia menaati Undang-Undang yang ada.

Begitu juga dengan Polri, masyarakat, rekan media, semua akan melakukan pekerjaan atau hak dan kewajiban sesuai dengan peraturan dan juga Undang-Undang yang berlaku. Rekan media tidak akan meliput dan menyiarkan sesuatu yang telah dilarang oleh Undang-Undang, agar tidak berimbas kepada karirnya. Undang-Undang dibuat dan disahkan juga atas dasar pertimbangan yang banyak agar terciptanya keamanan dan kedamaian negara Indonesia, tidak mungkin dibuat menguntungkan satu pihak dan menjatuhkan pihak lain.

Maka dari itu, sebaiknya untuk kebaikan bersama,Polri melaksanakan tugasnya sebaik-baiknya dengan menaati peraturan yang telah ditetapkan, agar selalu terciptanya kinerja Polri yang baik dan benar disetiap harinya.

Kemudian, untuk rekan media yang menjadi bagian dari pers untuk bisa melakukan kegiatan jurnalistik dengan menaati kode etik jurnalistik.

Yang terpenting adalah sebagai masyarakat harus menjadi masyarakat yang pintar, dalam artian mencari dan mendapatkan informasi atau berita dengan sebaik-baiknya agar bisa menjadi ilmu dan juga menjadi masyarakat yang kritis agar selalu bisa untuk memberi kritik dan saran yang membangun untuk pihak yang dituju agar menjadi intropkesi pihak tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun