Kamis lalu setelah menyelesaikan semua tugas tepat waktu, saya memutuskan untuk menyepi sejenak ke manapun yang sepi. Awalnya saya ingin tidur saja dan berhibernasi ala beruang di musim dingin setelah bermalam-malam tak bisa tidur nyenyak. Tapi tidur seharian semalaman membuat saya bosan juga. Hingga terlintas pikiran ingin mencari dimana letak Edensor yang merupakan setting salah satu buku favorit saya.Â
Sebelumnya salah seorang teman mengatakan bahwa jika ingin ke Edensor lebih baik naik mobil carteran karena letaknya yang jauh dan tak terjangkau transportasi publik. Saya mencari di google kemungkinan menggunakan bus atau kereta dan menemukan satu jalur. Bermodal nekat, saya akhirnya memutuskan membeli tiket return ke Sheffield, kota terdekat menuju desa tersebut.
Tujuan perjalanan kali ini benar-benar hanya menyepi saja, menenangkan diri sejenak sebelum memulai rutinitas kembali. Tiba di Sheffield Interchange, saya langsung mempelajari papan pengumuman dan menunggu di bus menuju Bakewell. Tidak ingin salah arah, saya bertanya kepada seorang ibu, atau nenek tepatnya.Â
Dia langsung mengerutkan kening dan kalimat pertama yang keluar langsung mengecilkan niat saya, "Are you sure? It's in the middle of nowhere. And it's not tourist destination." Dengan senyum saya menjelaskan alasan saya ingin ke desa kecil tersebut. Masih dengan ekspresi agak bingung karena jarang orang kesana, dia bilang akan menanyakan ke sopir apakah jalur yang saya tempuh ini benar.
 Ibu yang baik tadi juga menanyakan ke teman di sebelahnya tentang lokasi desa tersebut. Setelah bus yang kami tunggu tiba, dia langsung menanyakan, "this young lady wants to go to Edensor (Enza mereka bilangnya)". Sang sopir mengangguk dan bilang "I ll show her later where to stop." Si ibu yang mau dipanggil Jane lalu mengajak saya duduk didekatnya terus beberapa kali bilang pastikan kamu melihat jam berapa bus kembali. Dari Sheffield menuju Edensor memakan waktu hampir satu jam.
 Sepanjang perjalanan pula Jane dan temannya Marie mengajak saya mengobrol tentang setiap tempat yang kami lewati. Mereka berdua sangat ramah, begitu juga penumpang lain yang juga kebanyakan perempuan sebaya mereka atau pasangan tua, mereka tersenyum mendengarkan. Lalu Jane bertanya tentang novel yang membuat saya ingin menuju tempat tersebut. Kemudian dia menyebutkan bahwa tempat yang saya tuju sepertinya juga dekat dengan sebuah lokasi pengambilan film Pride and Prejudice karya Jane Austen.Â
Untungnya saya juga sangat familiar dengan novel dan filmnya, hingga percakapan kami pun berkisar tentang kehidupan Elizabeth Bennet dan Darcy. Benar-benar perjalanan yang menyenangkan. Setiba di tempat tujuannya tidak lupa Jane dan Marie bilang, "I hope the place is just like your expectation. And you get what you want there."Â
Saya berterima kasih atas kebaikan mereka lalu menggantungkan nasib kepada sang sopir karena beberapa stop di google map tidak cocok dengan bus stop yang saya lewati. Setelah beberapa kali berhenti sang sopir menunjukkan tepat yang dimaksud kepada saya. Lalu saya juga bertanya tentang jadwal kembali bus yang memang tidak setiap saat karena lokasi tempat ini sangat terpencil.
Udaranya terasa sejuk dan sehat. Beberapa pasangan terlihat berlibur disini dan melakukan olahraga, hiking, atau hanya sekedar berjalan bersama binatang peliharaan. Rata-rata yang berada disini adalah pasangan berumur. Senang sekali melihat mereka melakukan kegiatan bersama di umur yang tidak muda lagi. Ditambah lagi, hampir setiap orang yang berpapasan dengan saya selalu tersenyum bahkan beberapa mengajak mengobrol. Saya suka sekali atmosfer di area ini.Â
Pertanyaan saya yang singkat tentang jalan saja bisa berakhir dengan percakapan panjang tentang tempat-tempat mana yang harus saya singgahi. Jadi menurut berbagai sumber yang saya temui, Edensor merupakan desa yang termasuk wilayah kekuasaaan Duke and Duchess of Devonshire. Awalnya desa tersebut bukan berada disini melainkan di suatu spot yang terlihat dari Chatsworth (sebuah rumah yang sangat luar biasa milik Duke and Duchess, dan juga merupakan setting Pride and Prejudice). Kemudian desa tersebut dipindahkan di tempatnya saat ini.
Jadi sudah sejak lama semua Duke and Duchess of Devonshire tinggal di tengah Peak District, masuk bagian Derbyshire Setelah tinggal disini beberapa bulan, saya baru tahu ada banyak sekali kota, county, atau desa. Ya mirip-mirip di Indonesia lah. Inggris tidak hanya London atau kota-kota besar saja.. Ada banyak county yang biasanya berakhiran -shire (awalnya saya dengan polosnya bilang "shayer", karena saya ingat film the Lord of the Ring. Hehe kemudian seorang nenek membetulkan ucapan saya menjadi "sheer"). Intinya Derby dan Derbyshire, atau Oxford dan Oxfordshire adalah dua tempat yang berbeda. Ok, saya masih banyak belajar tentang hal tersebut.
Saya tanpa sengaja berkomentar tentang banyaknya kesempatan berbincang yang saya dapatkan dengan datang kemari, sang ibu lalu menjawab mungkin memang ada beberapa daerah di Inggris dimana orang-orangnya suka berbicara. Saya ikut tertawa. Kami mengobrol tentang banyak hal. Dari pertanyaan konyol saya tentang kenapa stable di sebelah rumah tersebut tidak ada kudanya hingga hal-hal seputar Jane Austen, lagi. Saya bersyukur pernah membaca dan mengingat cerita buku tersebut dengan baik. Ternyata ada juga manfaatnya, hehe, dan bisa nyambung dengan semua orang yang datang kemari karena cerita tersebut.
Dari kedua tempat yang sangat berkesan tadi, saya singgah ke Bakewell. Sebuah kota kecil yang mirip Costwold, apik dan teratur. Turun dari bus, saya langsung menuju tempat pembuatan puding terkenal, yang membuat tempat ini ramai dikunjungi turis. Saya menanyakan mana puding yang dimaksud dan sangat populer tersebut lalu memesan satu untuk dinikmati. Dari sana, saya berjalan-jalan berkeliling kota tersebut.
Di sana saya juga mengobrol sangat lama dengan pemilik, awalnya saya hanya bertanya, "Why all the covers of these fictions are women?" Kaget dengan pertanyaan saya yang sepertinya tidak biasa, sang pemilik langsung berpikir sejenak lalu mengelilingi semua rak dan bergumam. Setelah itu obrolan tak terelakkan kembali soal buku, pengarang, budaya, dan sebagainya.Â
Dia terlihat sangat bersemangat saat saya menunjukkan ketertarikan dengan buku-bukunya tentu saja. Dia memberikan penjelasan gratis tentang banyak penulis yang baru akan saya baca bukunya, asssssa sangat menyenangkan. Setelah sadar bahwa diluar sudah gelap, saya lalu pamit, diakhiri ucapannya, "good luck for your research."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H