Mohon tunggu...
Winda Ari Anggraini
Winda Ari Anggraini Mohon Tunggu... Guru - A novice writer

Terus belajar untuk menantang semua ketidakmungkinan. Jika ada pertanyaan tentang kuliah di Birmingham/ Pendidikan/ Bahasa Inggris/ Beasiswa, silahkan menghubungi: http://pg.bham.ac.uk/mentor/w-anggraini/

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Memburu Old Trafford di Manchester

21 Desember 2016   10:08 Diperbarui: 21 Desember 2016   14:16 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejauh yang kami lihat publik transportasi yang bisa dipilih adalah tram berwarna kuning yang berseliweran ditengah kota. Akhirnya setalah membeli tiket seharga 3.30 pound return, dengan semangat tinggi Old Trafford seperti sudah digenggaman. Ternyata, lagi lagi, pemberhentian tram terakhir cukup jauh dari stadion populer dengan klub berwarna merah membara tersebut. Setengah ngos-ngosan, Naomi baru menyadari bahwa kami salah jalan, what? Gmap yang jadi andalah ternyata dibaca salah oleh yang memegangnya, tapi insiden nyasar ini malah membawa kami pada sebuah bangunan yang mengingatkan bahwa saya belum sholat. 

Dengan meminta ijin Naomi biar mau digeret ke masjid, saya singgah ke Manchester Central Mosque dan sempat mengikuti asar berjamaah. Setelahnya kami melanjutkan perjalanan mencari dimana Old Trafford berada sambil sesekali Naomi bertanya tentang beberapa hal terkait ibadah orang muslim yang sempat ia saksikan sebelumnya. 

Setelah berputar-putar, akhirnya sang pujaan hati pun terlihat, menyapa ramah dari kejauhan. Jadilah kami jeprat jepret didepan stadion dan sempat masuk ke toko merchandise yang sangat luas, penuh dengan barang-barang berwarna merah berlogo MU. Oh ya, beberapa teman saya sempat mengikuti tur kedalam stadion yang harus direservasi sejak lama.

Setelah puas, kami baru sadar bahwa jam sudah menunjukkan pukul 4 yang berarti masih ada satu jam untuk segera mengejar tempat parkir bus biar tidak ketinggalan. Di sini tidak ada namanya toleransi jika menyangkut waktu. Sebelumnya pihak penyelenggara sudah mewanti-wanti agar kami berkumpul 5 tepat atau ditinggal. 

Gosh, banyangan jauhnya perjalanan menuju titik pertemuan menghantui kami berdua. Sambil berlari-lari dan berhitung bahwa waktu yang kami habiskan menuju kemari hampir sejam membuat makin frustasi. Ditambah pula jam 4 memasuki musim dingin berarti langit kian gelap, dingin makin mencekik. Kami terus berlari menuju stasiun tram sambil sesekali Naomi berkata jika memang kita ketinggalan, kita naik kereta saja pulang. 

Ahhh, menyebalkan sekali, situasi makin kacau saat masuk tram, handphone saya dan Naomi habis hingga kami kehilangan Gmap sebagai andalan. Kami sama-sama tidak mengingat jalur dari stasiun awal ke tempat parkir bus karena sudah berkeliling sana sini. Jadilah akhirnya mengandalkan insting yang juga mulai tidak karuan karena dingin, kami bertanya kesana kemari. Parahnya beberapa bule yang kami tanya juga tidak tahu dimana tempat yang kami maksudkan karena pelataran gedung tersebut tidak begitu populer. 

Akhirnya kami menemukan dua orang polisi ditengah keramaian, saya berinisiatif menanyakan dimana National Football Museum karena menurut saya dari situ akan lebih mudah mengingat jalan. Setelah bertanya, sang polisi pun malah bilang, "sorry, it's already closed." Ya iyalah udah hampir jam 6, mana ada museum buka. Kemudian saya menjelaskan situasi kami yang mendesak, sang polisi pun terlihat khawatir sambil menunjukkan jalan yang ternyata sangat jauh. 

Setelah berterima kasih, kami lagi-lagi berlari, sempat beberapa kali ragu di persimpangan karena semua nampak mirip, kami akhirnya menemukan beberapa teman yang juga dari bus yang sama. Hingga tersisa lima belas menit, Naomi pun mengajak saya minum kopi dan bersulang dengan tertawa lelah tentang betapa gilanya perjalanan hari ini. Dibandingkan memiliki tour dengan guidance, sepertinya pengalaman ini tidak akan pernah bisa saya lupakan mengingat sepanjang jalan pulang saya tak sadarkan diri karena kelelahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun