Tidak dapat dipungkiri pelaksanaan demokrasi di Indonesia khususnya menyangkut Demo sering dilakukan oleh mahasiswa pada hari-hari besar nasional diberbagai titik di tempat publik hingga di depan gedung pemerintahan sering menimbulkan aksi anarkhis, tidak ditaatinya aturan-aturan dalam berdemo membuat satuan polisi pengaman terpaksa ambil tindakan keras mulai dari penyemprotan gas air mata, pembuatan benteng pertahanan hingga desingan peluru yang terkadang sering dilontarkan ke udara untuk mensterilkan aksi demo.
Pada dasarnya aksi demo sendiri adalah wujud aplikasi dari nilai pancasila sila ke-4 yang butir-butir pengamalannya mencakup musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Dengan kata lain demonstrasi merupakan suatu yang legal untuk dilakukan oleh berbagai elemen mayarakat tak terkecuali mahasiswa dan organisasi tani. Demonstrasi merupakan bentuk ekspresi yang produktif dari sekelompok orang yang berisikan tuntutan atas keadaan, kenyataan, luapan kesadaran dan bahkan merupakan bentuk pendidikan kritis kebangsaan.
Mengenai demonstrasi yang sehat tanpa adanya anarkis, selain memperbaiki sistem pelayanan masyarakat perlu adanya kesadaran dan kontrol dari para demonstran serta saling pengertian dari pihak pengamanan polisi untuk aksi massa/demonstrasi yang ideal agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan bahkan menjadi korban kerusuhan untuk menetapkan penyelenggaraan pembinaan keamanan umum dan ketentaraman masyarakat swakarasa dengan berintikan kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara penegak hukum yang profesional, diatur dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2002. Undang-Undang ini dianggap perlu untuk memberikan landasan hukum yang kuat dan kukuh dalam tata susunan tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi :
"Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. "
Berdasarkan pasal tersebut, maka masyarakat dapat dengan bebas mengeluarkan aspirasi mereka di muka umum baik dengan lisan maupun tulisan tanpa ragu. Kemerdekaan menyampaikan pendapat tersebut sejalan dengan pasal 19 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang berbunyi : "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apapun juga dan dengan tidak memandang batasbatas. "
Dengan demikian kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam beberapa kasus, pihak kepolisian terpaksa bertindak tegas(represif) demi pihak tertentu yang merasa masih punya kepentingan baik kepentingan politik maupun ekonomi, sehingga mereka juga menjadi golongan penentang demonstrasi yang dilakukan. namun dalam pelaksanaannya, kadangkala Polisi melakukan tindakan-tindakan kekerasan dan represif yang tidak berdasarkan aturan yang berlaku sesuai Undang-Undang atau Protap. Dalam upaya mengatasi massa demonstran yang anarkis sering terjadi bentrokan fisik antara demonstran dan polisi. Polisi sering mengambil tindakan yang tidak sesuai dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Pasal 2 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dikatakan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Lebih lanjut, kemerdekaan berpendapat dimuka umum tersebut di atur dalam undang-undang No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapatdi Muka Umum.
Pasal 23 huruf e Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, menyatakan bahwa “Kegiatan Penyampaian Pendapat di muka umum dinyatakan sebagai bentuk pelanggaran apabila berlangsung anarkis, yang disertai dengan tindak pidana atau kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang, dan kejahatan penguasa umum.
Pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, tentunya dapat dikenakan sanksi hukum.
Salah satu pasal yang dapat menjerat pelaku perusakan fasilitas umum adalah pasal 170 ayat (1) KUHP, yang berbunyi : “Barang siapa yang terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.
- Â Prosedur Penindakan Pelaku Anarkis saat Demonstrasi
Pelaku pelanggaran dan perbuatan anarkis dapat ditindak secara hukum. Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan mencakup:
- menghentikan tindakan anarkis melalui himbauan, persuasif, dan edukatif;
- menerapkan upaya paksa sebagai jalan terakhir setelah upaya persuasif gagal dilakukan;
- menerapkan penindakan hukum secara profesional, proporsional, dan nesesitas yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi;
- dalam hal penindakan hukum tidak dapat dilakukan seketika, maka dilakukan upaya mengumpulkan bukti-bukti dan kegiatan dalam rangka mendukung upaya penindakan di kemudian hari; dan
- melakukan tindakan rehabilitasi dan konsolidasi situasi.