-UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
-UU No. 26 Tahun 2000 tentang Penetapan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
-UU No. 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme.
-UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Peraturan Daerah:
- Perda tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak.
- Perda tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak.
- Perda tentang Penyelenggaraan Keadilan Restoratif.
Selain memiliki landasan hukum yang kuat HAM memiliki  landasan teoritis. Teori Transformasi Konflik, digagas oleh Prof. Dr. Moestopo, Guru Besar Sosiologi Universitas Gadjah Mada, menawarkan solusi komprehensif untuk mencegah terulangnya pelanggaran HAM. Teori ini tidak hanya berfokus pada penyelesaian konflik yang terjadi di permukaan, tetapi juga menekankan pada perubahan struktural dan budaya yang mendasarinya.
Indonesia memiliki sejarah  pelanggaran HAM berat  hingga saat ini masih belum terselesaikan secara tuntas. Luka yang mengakibat peristiwa masa lalu ini masih membekas bagi para korban dan keluarga. Terdapat beberapa alasan mengapa kasus tersebut sulit diselesaikan dan para korban sulit mendapatkan keadilan. Para korban dari pelanggaran HAM belum mendapatkan perlindungan dan keadilan yang layak.Kurangnya komitmen politik dari pemerintah untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu. Hal ini dapat dilihat dari lambatnya proses hukum, kurangnya anggaran untuk pemulihan korban, dan kurangnya kemauan untuk membuka arsip-arsip terkait pelanggaran HAM. Lembaga penegak hukum belum mampu menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat secara tuntas dan profesional. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya kapasitas dan pelatihan, intervensi politik, dan budaya impunitas yang kuat.
Upaya menyelesaikan masalah Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia masih terus dilakukan, namun masih banyak hambatan yang harus dihadapi. Berikut beberapa opini tentang upaya penyelesaian masalah HAM di Indonesia :