"Aku tetap di sini, Kak," ucapnya datar padaku.
      Aku tertegun dengan jawaban Mina. Aku sangat yakin Mina sedang bercanda. Aku mendekatinya perlahan dari belakang. "Maksudmu? Aku tidak mengerti, Min. Kau pasti bercanda." selidikku pada Mina yang masih membelakangiku.
      "Tidak, Kak. Aku tidak bercanda. Aku tetap di sini dan kau harus turun dari langit sendiri sekarang, Kak!" tegas Mina.
      Aku menggelengkan kepala, masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan Mina. "Tidak-tidak kau pasti bercanda. Ayah, ibu lihat! Mina memintaku untuk turun dari langit sendiri. Sedangkan kalian masih ada di sini." Mataku beralih memandang ayah dan ibu. Mereka diam tanpa mengatakan apapun. Sesuatu menahan mereka untuk berkata. Hatiku berbisik, Apakah yang dikatakan Mina itu berarti benar?
      "Sudahlah, Kak. Cepat turunlah sekarang!" Mina memintaku lagi untuk pergi.
      "Tidak. Aku akan tetap di sini bersama kalian. Mengapa kau begitu memaksaku, Mina?" Aku benar-benar curiga dengan Mina. Sejak tadi dia memintaku untuk turun dari langit.
      "Sekarang bukan waktumu, untuk berada di sini, Kak. Mengertilah!" Kini Mina membalikan badan. Menatapku, matanya sudah berubah. Menelaga. Begtu juga dengan ayah dan ibu.
      "Maksudmu? Aku semakin tidak mengerti, Mina?" tanyaku penuh penasaran dengan sikap Mina padaku.
      Mina mendekatiku. Tangannya memegang bahuku. "Aku mohon maafkan aku, Kak. Kau harus tetap berada di sana. Ini bukanlah waktumu." Mina mendorongku, menjatuhkanku dalam lubang hitam.  Wajah ayah, ibu dan Mina memudar bersama lubang hitam yang perlahan menutup. Aku terjatuh. Terbangun dari tidur.
      Aku terkejut. Setiap orang yang bermimpi jatuh pasti akan terkejut ketika bangun. Nafasku tersengal-sengal. Keringat dingin mengucur di sekujur badanku. Mimpi itu begitu nyata. Indah dan menyakitkan. Aku duduk memandangi Mina yang masih tidur di sampingku. Syukur, hanya mimpi bukan kenyataan. Aku mengatur nafas dan menarik selimutku kembali. Melanjutkan tidur malam.
***