Mohon tunggu...
winda ikariyani
winda ikariyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Bukan siapa-siapa

Proses belajar tidak pernah berhenti sampai nafas ini berhenti

Selanjutnya

Tutup

Diary

Obat Hati "Ikhlas"

22 September 2021   13:26 Diperbarui: 22 September 2021   13:31 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bismillahirrahmanirrahiim

Bolehkah aku meminta hati untuk diletakan ! sejenak untuk kudengarkan dan kuamati. Lalu kupandangi dalam-dalam hingga aku paham. Bagaimana keadaannya saat ini ? ternyata, benar. Setelah aku lihat ia selama ini terbungkus luka keterpaksaan dan tergenang darah pengorbanan. Aku kembali bertanya, mengapa hal ini bisa terjadi ? setauku, aku tidak merasakan apa-apa atau memang aku sudah matirasa ? Banyak sekali goresan dan sayatan yang masih membekas bahkan basah. Aku lupa, aku lengah dan aku diperdaya. 

Namun, aku bersyukur. Setidaknya hari ini aku masih bisa menangis. Menaburi luka yang semakin perih. Semakin ku dengar jerit lara. Semakin berjatuhan airmata. Kembali ingatanku pulih, ternyata sampai saat ini langkahku penuh keterpaksaan, pergorbananku tak pernah ku selesaikan dengan hati yang menerima. Semua yang ku lakukan hanya sebatas kemauan untuk memuaskan diri, ambisi dan obsesi. Tak salah bila saat ini duri meminta pengakuan dan penghargaan tertancap dalam, Kabut merasa paling benar membungkus gelap, dan putihnya nanah menghilangkan darah kemanusiaan. 

Sekarang, bolehkah aku merawat hati kembali ? Setidaknya aku berusaha menata hati seperti sedia kala. Menyerahkan kepada pemiliknya. Biarkan luka keterpaksaan ini aku obati dengan maaf yang paling dalam. Karena Sang pemilik hati dan manusia yang memiliki hati murni pernah mengatakan bahwa tiada obat yang paling ampuh terhadap luka, selain menerima dan memaafkan. Dan biarkan darah pengorbanan ini habiskan, menyelesaikan semuanya dengan merendah. karena tidaklah sampai hati kepada pencipta saat hati merasa tinggi, justru  tidak ada yang bisa untuk dilangitkan. Melainkan saat hati merasa rendah dibawah maka ia bebas untuk melangitkan saja. 

huuh, kenapa aku baru memahami sekarang ? Aku malu pada diriku sendiri dan Sang penciptaku. Dia telah amat sangat baik memberikan hati yang berharga, tapi tak mampu kujaga dengan sepenuhnya.  Disisa langkahku yang belum terselesaikan, izinkan aku untuk bisa lebih menjaga, tentu dengan atas bantuan dan keridhaan dari-Mu.

Sudut semesta, 22/09/2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun