Mohon tunggu...
Winbert Hutahaean
Winbert Hutahaean Mohon Tunggu... Diplomat - Diplomat Indonesia di New Caledonia

Diplomat Indonesia yang sejak 2016 tinggal di New Caledonia. Sebelumnya dari 2009 - 2013 bertugas di Toronto, Canada, dan 2002 - 2006 bertugas di Fiji. Lulusan Sekolah Diplomatik Deplu, angkatan 24 (1998). Meraih gelar Master of Arts (MA) untuk jurusan International Relations dari University of Wollongong, Australia. Lulusan Hubungan Internasional, FISIP dari Universitas Parahyangan, angkatan '89. Masuk Sastra Perancis, Universitas Padjadjaran, angkatan '90. Besar di Bandung, mengikuti pendidikan di SMPN 5, Jl Jawa dan SMAN 5, Jl Belitung Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Serba Tertibkah Hidup di Negara Maju? (aka. Sebegitu Buruknya kah Indonesia?)

29 Juni 2012   03:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:26 1368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toronto Star, Kamis, 28 Juni 2012

Sudah menjadi kebiasaan banyak orang dalam melihat kekacauan atau ketidak-tertiban di Indonesia, maka cara termudah adalah membandingkan dengan negara lain yang lebih maju. Tulisan ini tidak dimaksud untuk menjelek-jelekan negara lain atau sebaliknya menutupi keburukan Indonesia, tetapi lebih mengajak kita melihat suatu persoalan secara lebih proporsional. Penulis telah tinggal di Canada selama tiga tahun dan karenanya dapat melihat negara ini secara lebih utuh sebagai resident (penduduk) bukan sebagai visitor (wisatawan). Banyak orang yang berkunjung ke suatu Negara sebagai wisatawan dan karenaya hanya melihat sisi luarnya saja. Tulisan ini terangkat karena hari ini penulis membaca headline di harian Toronto Star dan serasa membaca media-media di Indonesia yang jika dlanjutkan dengan membaca tulisan para komentator media Indonesia, terbesit dalam pikiran (seperti judul di atas) “Sebegitu buruknya kah Indonesia”?. “Toronto Star” adalah harian terkemuka sepadan dengan Kompas di Indonesia yang secara online dapat dilihat di www.thestar.com. [caption id="" align="aligncenter" width="461" caption="Toronto Star, Kamis, 28 Juni 2012"][/caption] Headline hari ini adalah “Police Found guilty in Corruption case”. Ini merupakan kasus lama sejak tahun 1997, di mana 5 anggota polisi satuan narkoba terlibat dalam konspirasi, pencurian uang dan kekerasan. Penyidikan dan persidangan telah menghabiskan biaya jutaan dollar (puluhan milyar rupiah) dan lambatnya penyelesaian kasus ini karena melibatkan aparat yang sebagaimana di Indonesia tidak dapat diselesaikan dengan hanya sekedar membalikan tangan. Headline kedua berjudul “$253,000 in gifts for school workers”. Ini merupakan temuan investigasi “Toronto Star” bahwa selama ini para pekerja sekolah memperoleh dana siluman yang disamarkan dalam bentuk “voucher” untuk membeli barang-barang elektronik. Selain itu, ditemukan juga banyak penggelembungan biaya instalasi, seperti hanya untuk pemasangan peruncing pensil dikenai biaya $143 (sekitar Rp 1,2 juta) dan instalasi listrik sederhana berbiaya $3000 (sekitar Rp 27 juta). Semua itu menjadi beban para pembayar pajak. Masih pada halaman pertama terdapat berita berjudul “Elliot Lake Tragedy: ‘Sometimes the best just isn’t good enough”. Ini adalah tragedy yang baru terjadi ketika sebuah mall di daerah Elliot Lake rubuh dari lantai paling atas hingga lantai dua. Puluhan orang luka-luka dan tiga orang tewas. Pertanyaannya adalah bagaimana pengawasan keamanan gedung bertingkat di wilayah ini. Tetapi yang lebih hangat di masyarakat adalah cara penanganan bencana saat di hari kedua tim SAR menghentikan pencaharian dengan alasan gedung tidak lagi aman buat mereka. Masyarakat berkumpul dan menandatangani waiver yang menyatakan akan melanjutkan pencaharian secara swadaya dan rela berkorban. Diperlukan perintah seorang Kepala Pemerintahan, PM Stephen Harper untuk meminta tim SAR kembali bekerja. Dan setelah perintah disuarakan, tim SAR kembali bekerja, namun semua sudah terlambat. Terakhir, berita kecil dengan judul “Behind the $30B Plan” adalah simpang-siurnya rencana pembangunan perluasanan jaringan komuter dalam kota Toronto yang memakan biaya luar biasa besar, $30 billion (sekitar Rp 27 trilliun). Walikota Toronto, Rob Ford tidak setuju atas rencana pembangunan yang diajukan oleh OneCity, sebuah konsorsium pembangunan transportasi komuter karena akan membebani para pembayar pajak. Dari headline satu hari ini saja, terlihat bahwa permasalahan kehidupan suatu negara atau kota adalah sama, yakni korupsi, kolusi dan nepotisme. Sangat susah lepas dari hal tersebut, dan ketika hal ini terjadi di Indonesia, saat kita harus tetap melawan praktek KKN tersebut, tidak perlu dengan membandingkan dengan negara lain. Perbandingan hanyalah dapat dilaksanakan jika variable pengukurnya sama. Tetapi tentu tidak mungkin ada dua negara yang sama variable nya dalam segala hal bukan? Dapat dibayangkan jika 4 berita di atas terjadi di Indonesia, seberapa banyak tenaga kita habiskan hanya untuk berkomentar. Terlebih jika hal tersebut berkaitan dengan fasilitas yang berada di negara maju (misalnya, fasilitas publik) dengan yang ada di Indonesia. Para pengamat dan komentator lupa bahwa di negara maju pajak penghasilan hingga 30% tanpa ada yang dapat menghindar. Sementara di Indonesia, seberapa besar yang membayar pajak? Jikapun akan dikenakan pajak, maka lebih dulu para pengamat dan komentator menanyakan “akan dikemanakan pajak tersebut” atau “jangan-jangan dimakan Gayus”. Artinya, ini hanya akan menjadi fenomena “telor dan ayam”, siapa yang harus lebih dulu? Bayar pajak atau pemenuhan fasiltias publik. Jangan-jangan para pengamat dan komentator itupun enggan membayar pajak atau bahkan tidak memiliki NPWP sekalipun. Membuat suatu perbandingan bukanlah hal yang buruk, tetapi jangan memperbanding hanya pada sisi hilirnya saja, namun harus dari hulunya juga. Akhir kata ketika kita sebagai seorang anak sangat tidak senang saat orang tua mengatakan “kenapa kamu tidak seperti anak si Badu sih” lalu mengapa hal tersebut kita lakukan.

Toronto, 28 Juni 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun