Mohon tunggu...
Win Ruhdi Bathin
Win Ruhdi Bathin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani kopi

saya seorang penulis, belajar menulis.....suka memoto, bukan fotografer...tinggal di pedalaman Aceh sana. orang gunung (Gayo). Kini coba "bergelut" dengan kopi arabika gayo olahan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berdaulatnya Petani Kopi Gayo

13 Oktober 2024   15:01 Diperbarui: 13 Oktober 2024   15:22 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani Kopi Gayo berdaulat di lahannya sendirii. Foto koleksi pribadi

Petani Kopi Gayo Berdaulat di Tanah Sendiri

Petani kopi gayo adalah orang yang paling berdaulat atas tanahnya. Mereka bebas berkebun, menanam dan memungut hasilnya tanpa harus dibebani berbagai peraturan dan pajak.
Berbeda dengan Pinus mercusi alias Uyem yang lahan dan hasilnya, milik negara yang kini diekploitasi dan dinikmati hasilnya pengusaha yang kaya raya di Jakarta.

Petani Kopi Gayo berdaulat di lahannya sendirii. Foto koleksi pribadi
Petani Kopi Gayo berdaulat di lahannya sendirii. Foto koleksi pribadi
Menurut Zulfikar Ahmad, seorang ahli IT yang banyak menyimpan sejarah Belanda di era kolonial, berupa jejak digital sejarah tertulis disertai gambar.
Dijelaskan Zulfikar, dalam catatan  asisten residen K.TH.Beets,seorang petani Erofa Venehuyzeen pada tahun 1921 mulai membudidayakan tanaman hortikultura di Paya Tumpi.

Sukses dengan tanaman sayuran ini , pada tahun 1924 , Veenhyuzen mulai mengembangkan tanaman perkebunan sepeti jeruk yang bibitnya berasal dari Jawa Barat. Jeruk ini kemudian terkenal dengan sebutan Keprok Gayo yang kini sudah dilindungi denga Indikasi Geografis ( IG).

Kebun petani Erofa di Paya Tumpi Takengon di era kolonial. Milik Veenhyuzen. Foto digital kepustakaan Universitas Leiden.
Kebun petani Erofa di Paya Tumpi Takengon di era kolonial. Milik Veenhyuzen. Foto digital kepustakaan Universitas Leiden.
Selain Keprok Gayo, Veenhyuzen juga mencoba menanam kopi. Keberhasilan petani Erofa itu mengembangkan kopi mendapat perhatian penduduk Gayo dan telah memunculkan pemukiman baru yang berkembang.

Kemudian muncullah perusahaan kopi Belanda di Dataran Tinggi Gayo. Salah satu produsen kopi itu diberi nama Wilhelmina di Jamur Barat. Burni Bius Kecamatan Silih Nara.Kemudian sebuah perusahaan kopi lainnya di Bandar Lampahan cultuurmaatschappij Takengon yang didirikan tahun 1931 dan menguasai lahan 33 ribu hektar.
Maraknya produksi kopi gayo ini telah membuat Belanda menyediakan outlet kopi gayo diluar daerah. Salah satunya di Sumatra Utara dengan brand Jamur Barat.

Kemudian seorang Belanda bernama K.TH.Beets mengajukan anggaran pembukaan lahan kopi milik Belanda. Permohonan ini ditolak Dr.Rugrets, seorang ahli botani yang menyatakan, tidak layak usaha perkebunan kopi dalam  skala besar.

Zulfikar Ahmad ST Atau Aman Dio, ahli IT yang banyak menyimpan sejarah Belanda di Gayo. Foto koleksi pribadi
Zulfikar Ahmad ST Atau Aman Dio, ahli IT yang banyak menyimpan sejarah Belanda di Gayo. Foto koleksi pribadi
Dr. Rugrets mengatakan kebun kopi di gayo lebih cocok dalam skala kecil. Atau usaha yang dilakukan perseorangan
Kebijakan yang diambil oleh atasan  Beets berdasarkan hasil analisa Rugrets berdampak luas hingga kini bagi petani kopi gayo.

"Bisa dibayangkan jika usulan Beets menjadikan perkebunan kopi gayo milik pemerintah Belanda?. Tentu semua kebun itu kini akan menjadi milik pemerintah. Seperti Pinus mercusi", ungkap Zulfikar.

Itulah sebabnya hingga kini 90 persen lahan kopi di Aceh Tengah dan Bener Meriah milik perseorangan atau milik rakyat gayo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun