Mohon tunggu...
Win Ruhdi Bathin
Win Ruhdi Bathin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani kopi

saya seorang penulis, belajar menulis.....suka memoto, bukan fotografer...tinggal di pedalaman Aceh sana. orang gunung (Gayo). Kini coba "bergelut" dengan kopi arabika gayo olahan

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Menunggu Belas Kasihan Tuhan

30 Maret 2021   18:48 Diperbarui: 30 Maret 2021   18:51 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak guru Sri Waluyo sedang mempromosikan cerutu ya kepada koleganya. Foto Wrb . Koleksi pribadi

Menunggu Belas Kasihan Tuhan..

Filosofi cerutu, menurut pak guru Sri Waluyo adalah simbol kesuksesan, kekuasaan dan persahabatan.

Cerutu itu, dibuat dengan tiga lapis. Filler, bagian dalam cerutu. Lalu diikat atau dibungkus Binder. Kemudian dibungkus paling luar, disebut Wrapper.
...

Pak guru Sri Waluyo, kini sibuk dan  banyak mendapat kunjungan. Setelah memperkenalkan cerutu buatannya .

Sekitar tiga ton panen tembakaunya, semuanya dijadikan cerutu dan dibagikan secara gratis. Kepada siapa saja yang datang  ke rumahnya.

Atau saat pak Guru mengunjungi kenalannya. Bahkan saat menunggu kopi gayonya diroasting di roastery, seputaran Takengon.

Pak guru Sri Waluyo, selalu membawa cerutunya dalam.kotak exlusif. Promosi.

Pak guru Sri Waluyo, saat kenalkan cerutunya. Di sebuah pusat perbelanjaan di Takengon. Foto .wrb. koleksi pribadi
Pak guru Sri Waluyo, saat kenalkan cerutunya. Di sebuah pusat perbelanjaan di Takengon. Foto .wrb. koleksi pribadi
Begitulah kebiasaan pak guru matematika jebolan UGM ini.  Meski mengajar matematika, pak guru juga seorang penulis handal. Jadi, pak guru menabalkan paduan Satra dan matematis itu. Menjadi Sastra Matematika.

Di Banda Aceh , dalam satu  rapat koordinasi tingkat provinsi NAD, cerutu pak guru diperkenalkan. Banyak yang antusias. Tentu saja para pihak yang terkait .

Seperti Dinas perdagangan, bea cukai , pertanian , dan lain lain. Respon positif. Bahkan, setelah ekspos itu , diikuti oleh kunjungan. Dinas terkait tentu saja melihat potensi cerutu pak guru, sebagai penerimaan pajak dari cukai. Sumber baru keuangan negara.

Dan pak guru, menyambut baik semua itu. Melayani sepenuh hati dan memberi olah -oleh cerutu.

Apakah pak guru Sri Waluyo nanti akan menjual cerutu nya?

Sri Waluyo, guru matematika yang membuat cerutu. Karena rendahnya harga tembakau. Cerutu dijual jauh lebih mahal. Dibanding tembakau rajang. Foto. Wrb. Koleksi pribadi
Sri Waluyo, guru matematika yang membuat cerutu. Karena rendahnya harga tembakau. Cerutu dijual jauh lebih mahal. Dibanding tembakau rajang. Foto. Wrb. Koleksi pribadi
Pak guru menjawab iya. Kini , sedang mengurus semua ijin yang disyaratkan oleh negara. Seperti tempat produksi, merek, cukai dan tetek bengek lainnya. Bahkan , jika untuk  industri lainnya, mengurus ijin harus mendatangi kantor terkait.

Untuk pak guru, petugas dari dinas bersangkutan yang datang kerumah pak guru di Paya Tumpi Baru.

Memberitahu syarat yang diperlukan, lalu pulangnya diberi cerutu. Soal pemberian cerutu gratis,.pak guru memang boros.

Cerutu tanpa merek pak guru sudah populer di Takengon dan sekitar provinsi Aceh. Apalagi masih gratis.

Pak guru berada di ruang kerjanya. Bagian belakang rumahnya. Yang dulunya adalah lahan penjemuran kain istrinya. Foto wrb. Koleksi pribadi
Pak guru berada di ruang kerjanya. Bagian belakang rumahnya. Yang dulunya adalah lahan penjemuran kain istrinya. Foto wrb. Koleksi pribadi
Pak guru sedang mempersiapkan cerutunya menjadi industri skala kecil dahulu. Skala industri rumah tangga.

Ijinnyapun sedang diproses. Saat kutanya, bagaimana dengan modal usaha untuk semua itu. Apakah ada pihak yang terkait bermurah hati. Meminjamkan modal ?

Pak guru Sri Waluyo, hanya menjawab pelan. Bahkan nyaris tak terdengar. Sambil melihat ke tanah. Meletakkan kedua tangannya di kepala. Berucap, " saya sedang menunggu Belas Kasihan Tuhan....!".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun