Mohon tunggu...
Win Ruhdi Bathin
Win Ruhdi Bathin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Petani kopi

saya seorang penulis, belajar menulis.....suka memoto, bukan fotografer...tinggal di pedalaman Aceh sana. orang gunung (Gayo). Kini coba "bergelut" dengan kopi arabika gayo olahan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Cerutu Buatan Pak Guru

10 Maret 2021   07:14 Diperbarui: 10 Maret 2021   07:33 1203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sri Waluyo sedang membuat cerutu. Foto wrb koleksi pribadi

Cerutu Buatan Pak Guru

Cekatan tangan pak guru Sri Waluyo memotong bagian tembakau Havana, Kuba, menjadi cerutu. Memilinnya, lem, menggulung dan memotong kedua ujungnya. Dengan pisau khusus cerutu.

"Cerutunya sudah siap. Silahkan coba", kata pak Guru kepadaku. Ini pengalaman saya menghisap cerutu berukuran besar.

Mungkin berukuran 10-15 kali ukuran rokok biasa. Terasa begitu kaku menempel di antara jari tengah dan telunjuk. Begitu pun saat diapit bibir.

Sri Waluyo, guru yang membuat cerutu di Takengon, Aceh Tengah. Foto. Wrb koleksi pribadi
Sri Waluyo, guru yang membuat cerutu di Takengon, Aceh Tengah. Foto. Wrb koleksi pribadi
Semua serba asing dan baru. Pak guru yang melihatku kelabakan memegang cerutu, kemudian mengajarkan cara memegang, membakar, mengumur asap hingga melepas asap cerutu. Pak guru tampak begitu mahir.

"Begini cara memegang cerutu ala Fidel Castro. Begini cara memegang cerutu ala Mafioso, pengusaha...." rinci pak guru sambil tertawa. Dari cara memegang cerutu pun kita tahu , siapa yang sedang merokok itu.

Lantas, bagaimana kepala sekolah di sebuah SMK di Kampung Asir - asir Asia, Kecamatan Luttawar, Takengon, jebolan UGM FMIPA, dengan Akta IV dari IKIP Yogyakarta  ini bisa membuat cerutu, seperti di Kuba?

Bagaimana seorang guru meracik tembakau menjadi cerutu dengan harga yang demikian aduhai? sangat tidak berkenaan.

Tapi begitulah hidup. Pendidikan memiliki implikasi dan tujuan akhir yang jelas, yakni Merubah pola pikir dan menerima inovasi baru.
 .......

Fauzan Azima, mantan Panglima GAM Linge yang mencoba cerutu Made in Sri Waluyo. Foto. Wrb koleksi pribadi
Fauzan Azima, mantan Panglima GAM Linge yang mencoba cerutu Made in Sri Waluyo. Foto. Wrb koleksi pribadi
Bermula sekitar setahun lalu, pak guru melihat harga daun tembakau begitu mahal. Rp.18 ribu perkilo.

Pak guru Waluyo kemudian berpikir, tembakau ini begitu prospektif secara ekonomi.

Apalagi Dataran Tinggi Gayo memiliki lahan yang subur. "Semua yang saya lakukan secara spontan saja", kata pak guru Waluyo.

Tidak tanggung- tanggung, pak guru Waluyo memesan bibit tembakau langsung dari Havana, Kuba.

Lewat sebuah aplikasi online  milik Jack Ma. Milyarder China yang dikabarkan tidak ada kabarnya , setelah bersinggungan dengan pemerintah komunis China.

"Bibit tembakau dari Kuba itu saya beli dengan pembayaran Cash on Delivery (COD). Secuil rp.700 ribu", rinci pak guru Waluyo.

Bibit tembakau Kuba itu disemai, ternyata tumbuh baik. Lalu ditanam di areal Kampung Paya Tumpi.

Saya dan mantan panglima GAM wilayah Linge saat mengunjungi pak guru Sri Waluyo meracik cerutu. Foto wrb koleksi pribadi
Saya dan mantan panglima GAM wilayah Linge saat mengunjungi pak guru Sri Waluyo meracik cerutu. Foto wrb koleksi pribadi
Setelah panen, pak guru Waluyo menawarkan daun tembakau miliknya pada toke. Ternyata harganya hanya rp.1000/ kilo.

Jika daunnya dijual, pak guru merugi. Modalnya sekitar rp.5 juta. Kenapa tak diolah saja. Jadi cerutu . Begitu pikir pak guru.

Kemudian mulailah pak Waluyo belajar membuat cerutu. Langsung dari Kuba. Lewat  YouTube.

Hasilnya? Ternyata tak berbeda jauh dengan cerutu Kuba yang kesohor. Meski baru, pak guru Waluyo terus memperbaiki kualitas cerutunya.

Setelah menerima masukan dari berbagai pihak. Cerutu pak guru kini sudah diuji di seputaran Takengon, Banda Aceh dan Kota lainnya.

Salah satu keunggulan cerutu tembakau Kuba ini tidak ada rasa pahitnya. Rasanya tidak mabuk dan ringan.

Satu barang cerutu dibuat setelah tembakaunya di fermentasi selama dua bulan.

22 jenis atau varian cerutu. Dengan panjang 12 -22 cm. Diameter 2-8 centimeter. Daun ke 4,5 dan 6 jadi pembalut cerutu. Dan sejumlah metode lain ,yang terus dikembangkan.

Kini, rumah Asri pak Guru Waluyo di komplek Pertanian Paya Tumpi yang asri, ramai dikunjungi warga untuk mencoba cerutu pak guru.

Pak guru Waluyo dikenal supel dan memiliki banyak teman. Dari berbagai kalangan tanpa batas.

Saat saya diundang pak guru menjajal cerutunya, disana sudah ada Fauzan Azima, mantan Panglima GAM ,wilayah Linge . Anggota KIP, guru dan tamu lainnya.

Tempat jemuran kain rumah pak Waluyo itu, kini jadi gudang penjemuran tembakau. Serta meracik cerutu .

Pak guru mengaku sudah diperingatkan istrinya, untuk segera  mengembalikan pungsi jemuran seperti semula...

Sri Waluyo, guru yang menjadi peracik rokok cerutu setelah kembali dari mengajar . Foto wrb koleksi pribadi
Sri Waluyo, guru yang menjadi peracik rokok cerutu setelah kembali dari mengajar . Foto wrb koleksi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun