Desa Jambesari adalah salah satu daerah di Kecamatan Jambesari Darus Sholah tepatnya di Kabupaten Bondowoso. Budaya yang mentradisi didaerah ini yaitu Kentrung.
Kentrung merupakan kesenian tradisional sastra lisan yang mewujudkan sarana komunikasi rakyat melalui simbol-simbol. Simbol diÂgambarkan lewat penokohan dan kehidupan masyarakat. Selain itu, juga tentang poÂlitik, ekonomi, idiologi, sosiÂal, budaya dan keamanan. Salah satu masyarakat didaerah ini mengatakan bahwa komunikasi yang disampaikan merupakan ungÂkapan melalui kritik dan peÂsan moral dikemas halus deÂngan bahasa kentrung. Menurut dia, kentrung merupakan sastra lisan atau teater lisan yang diwariskan dalam bentuk lisan di lingkuÂngan masyarakat. PertunjukÂan Kentrung dimainkan oleh dalang dan panjak yang mendongeng tanpa mengguÂnakan wayang. Musik yang mengiringi kendang dan tamburin serta instrumen lain seÂperti jidor, terbang, templeng dan gong.
Kesederhanaan tampilan dengan menggunakan bahaÂsa Indonesia dan dialek daÂerah yang mudah dimengerti sehingga ceritanya mudah diÂterima masyarakat, khususÂnya masyarakat menengah ke bawah.
Pengertian kata kentrung dibedakan menjadi dua yakÂni berdasarkan penyingkatan dua kata dan bunyi yang diÂkeluarkan oleh instrumen. Ada yang mengatakan bahÂwa perkataan Kentrung beraÂsal dari kata Ngre’ken (mengÂhitung) dan Ngantung (berÂangan-angan). Maksudnya mengatur jalannya dengan berangan-angan. Ada juga yang mengatakan berasal dari kata Kluntrang-Kluntrung yang artinya pergi dan meÂngembara kesana kemari.
Dari dua pengertian yang lebih mendekati cocok adaÂlah pengertian didasarkan bunyi instrumen musik kenÂtrung, berwujud rebana/terÂbang yang berbunyi trung. Mengenai pengertian kenÂtrung bisa bermacam-maÂcam tergantung dari penafsiÂran dalangnya.
Sepanjang pementa-sanya Kentrung hanya diisi oleh seorang dalang yang merangkap sebagai penabuh gendang dan ditemani oleh penyenggak. Personel meÂmegang instrumen jidor, ketipung/kempling/timplung, dan kendang.
Kentrung pada zaman duÂlu pemainnya hanya duduk mendengarkan ki dalang berceritera dan terkadang peÂmain lainnya nembang, paÂrikan dan berpantun. Dalam perkembangannya pemain kentrung sudah bisa berekÂspresi memerankan tokoh seperti pemain ludruk dan kesenian ketoprak.
Kentrung sering dimanfaÂatkan masyarakat dalam haÂjatan dan pesta. Misalnya khitanan, perkawinan, tingkepan, boyongan rumah, ulang tahun istansi. Tetapi dalam perkembangannya kentrung bisa untuk dialok interaktif dalam seminar di perguruan tinggi dan sekolah-sekolah tertentu.
Kentrung juga sering diÂgunakan acara yang bernuÂansa religius dengan cerita tentang Nabi Muhammad, Nabi Musa, dan Nabi Yusuf, zaman Walisongo dan MaÂtaram Islam (Babad Tanah Jawa). Kisah lainnya tentang Syeh Subakir, Ahmad Muhamad, Kiai Dullah, Amir MaÂgang, Sabar-subur, Marmaya Marmadi Ngentrung, Ajisoko dan cerita panji.
Selain itu mengenai nilai-nilai tasawuf dengan menguÂpas berbagai topik seperti purwaning dumadi, keutaman, kasampurnan urip, dan sangkan paraning dumadi.
Pengatur
 Kentrung mempunyai beÂberapa unsur yang setiap pertunjukan yaitu:
- Dalang, adalah pembaÂwa cerita yang sekaligus menjadi pengatur jalan ceÂrita. Dalang Kentrung hampir sama dengan dalang waÂyang, kesamaan tersebut dalam hal mengubah karakÂter suara sesuai dengan laÂkon yang sedang berdialog.
- Cerita, merupakan unÂsur kedua dalam pertunjukan kentrung. Cerita yang biasa diangkat oleh dalang adalah cerita kerajaan, legenda, Wali, Nabi, dsb.
- Instrumen pengiring merupakan hal yang penting dalam membawakan sebuah cerita, karena dengan InstruÂmen masyarakat tertarik mendengarkan cerita.