Mohon tunggu...
Money

Artikel Hadits Ekonomi

19 Maret 2017   18:59 Diperbarui: 20 Maret 2017   04:00 1369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsumsilah sesuatu yang baik lagi halal serta yang halal lagi baik untuk kesehatan

Pengertian konsumsi dalam Ekonomi Islam adalah memenuhi kebutuhan baik  jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah). Dalam melakukan konsumsi maka perilaku konsumen terutama Muslim selalu dan harus di dasarkan pada Syariah Islam. Sebagaimana dalam hadits berikut ini :

عَنْ زَكَرِيَّابْنِ أَبِى زَائِدَةَعَنِ الشَّعْبِىِّ قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيْرٍ يَقُوْلُ عَلَى اْلمِنْبَرِ وَأَهْوَى بِأَصْبَعَيْهِ إِلَى أُذُنَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقُولُ : الْحَلاَلُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَيَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى اْلحَرَامِ كَالرَّاعِى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ ( رَوَاهُ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ )

Dari Zakaria bin Abi Zaidah dari al-Sya’bi berkata : saya mendengar Nu’man bin basyir berkata diatas mimbar dan ia mengarahkan jarinya pada telinganya, saya  mendengar Rasul SAW bersabda : “Halal itu jelas,haram juga jelas,diantara keduanya itu subhat,kebanyakan manusia tidak mengetahui, Barang siapa menjaga diri dari barang subhat, maka ia telah bebas untuk agama dan kehormatannya,barang siapa yang terjerumus dalam subhat maka ia seperti pengembala disekitar tanah yang di larang yang dikhawatirkan terjerumus. Ingatlah, sesungguhnya bagi setiap pemimpin  punya bumi larangan. Larangan Allah adalah hal yang di haramkan oleh Allah, ingatlah bahwa sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging, jika baik maka baiklah seluruhnya, jika jelek maka jeleklah seluruh tubuhnya, ingatlah daging itu adalah hati”(HR. Muttafaqun Alaih).

Maksud dari hadits diatas yaitu bahwa Allah telah menjelaskan tentang tidak adanya Tuhan selain Allah yang Maha Memberi kepada seluruh makhluknya. Dia kemudian memberitahukan akan izin-Nya terhadap segala sesuatu (sumber daya) yang ada di bumi untuk dimakan dengan syarat halal, selama tidak membahayakan akal dan badan.

Halal yang murni, misalnya adalah buah-buahan, binatang sembelihan, minuman sehat, pakaian dari kapas atau wol, pernikahan yang sah, warisan, rampasan perang dan hadiah.

Haram yang murni misalnya bangkai, darah, babi, arak, pakaian sutra bagi kaum lelaki, pernikahan sesama mahram, riba, hasil rampok dan curian.

Sementara diantara keduanya adalah syubhat. Syubhat adalah beberapa masalah yang diperselisihkan hukumnya, seperti daging kuda, keledai, biawak, minuman anggur yang memabukkan apabila banyak, pakaian kulit binatang buas.

Kewajiban seorang hamba adalah menjauhi segala bentuk syubhat dan syahwat (keinginan) yang diharamkan, membersihkan hati dan anggota badannya dari segala hal yang dapat melenyapkan iman. Hal itu dilakukan dengan memperbaiki hati dan anggota badannya sehingga akan semakin kuat hatinya.

Penjelasan di atas hendaknya menjadi perhatian kita, bahwa tidak selamanya sesuatu yang kita konsumsi dapat memenuhi kebutuhan hakiki dari seluruh unsur tubuh. Maksud hakiki di sini adalah keterkaitan yang positif antara aktifitas konsumsi dengan aktifitas terstruktur dari unsur tubuh itu sendiri. Apabila konsumsi mengakibatkan terjadinya disfungsi bahkan kerusakan pada salah satu atau beberapa unsur tubuh, tentu itu bukanlah kebutuhan hakiki manusia. Karena itu, Islam secara tegas mengharamkan minuman keras,daging anjing,daging babi,darah,dan lain sebagainya yang telah diharamkan untuk dikonsumsi.

Prinsip ini mengandung arti ganda mengenai mencari rizki yang halal dan tidak dilarang hukum. Artinya, sesuatu yang dikonsumsi itu didapatkan secara halal dan tidak bertentangan dengan hukum. Berkonsumsi tidak boleh menimbulkan kedzaliman, berada dalam koridor aturan atau hukum agama, serta menjunjung tinggi kepantasan atau kebaikan. Islam memiliki berbagai ketentuan tentang benda ekonomi yang boleh dikonsumsi dan yang tidak boleh dikonsumsi.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 172-173 :

يَاَيُّهَاالَّذِيْنَ اَمَنُوْاكُلُوامِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوْالِلهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ {172} اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ اْلمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ اْلخِنْزِيْرِوَمَااُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِللهِ. فَمَنِ اضْطُرَّغَيْرَبَاغٍ وَّلاَعَادٍ فَلَااِثْمَ عَلَيْهِ. اِنَّ اللهَ غَفُوْرٌرَّحِيْمٌ{173

Artinya :

172.  Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-banar hanya kepada-Nya kamu menyembah.

173.  Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,darah,daging babi,dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah , Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa(memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Islam sangat menganjurkan mengkonsumsi sesuatu yang halal (tidak haram) dan baik (tidak membahayakan tubuh). Tetapi kelonggaran diberikan bagi orang yang terpaksa, dan bagi orang yang suatu ketika tidak mempunyai makanan untuk dimakan. Ia boleh memakan makanan yang terlarang itu sekedar yang dianggap perlu untuk kebutuhannya ketika itu saja (keadaan darurat) seperti disaat berada dihutan dan disana tidak ada makanan lagi kecuali babi.

Daftar Pustaka :

Diana, Ilfi Nur. 2008. Hadis-hadis EkonomiMalang: UIN Malang Press.

Fuad, Ahmad. 2008. Pohon Iman.Solo: Pustaka Arafah

Samahudi. 2005. Nilai Kesehatan dalam Syariat Islam.Jakarta: Bumi Aksara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun