Mohon tunggu...
Win Winarto
Win Winarto Mohon Tunggu... -

Berusaha untuk selalu bermanfaat dengan menjadi pemerhati politik, ekonomi dan perbankan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Celakalah Bangsa Ini...

17 April 2014   04:01 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:35 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

CELAKALAH bangsa ini. Indonesia nyaris bak ayam yang semaput di lumbung padi. Karena itu, kepada Presiden dan Wakil Presiden yang bakal terpilih dalam Pilpres, 9 Juli 2014, kita dititipkan kegalauan ini untuk diatasi. Siapapun yang terpilih kelak, harus bertekad kuat untuk menyelamatkan negeri, yang sejak lama digambarkan Koes Plus sebagai negeri subur dan kaya ini.
Pemerintah baru mendatang (2014-2019), harus berkomitmen mengatasi salah urus sumberdaya alam, yang menyebabkan masyarakatnya banyak hidup di bawah garis kemiskinan. Dengan sumberdaya alam melimpah, masyarakat kita seharusnya sejahtera, kaya dan makmur luar biasa.
Negara ini memang dikenal memiliki sumberdaya sangat besar, berlimpah. Data Indonesia mining asosiation menyebutkan, potensi sumberdaya alam kita, menduduki peringkat ke-6 terbesar untuk Negara yang kaya sumberdaya tambang.
Seperti telah banyak dipublikasikan, termasuk oleh pemerhati pertambangan Abdullah Badawi Batubara, sumberdaya alam Indonesia rata-rata di bawah 10 terbesar di dunia. Kecuali, minyak dan gas bumi yang menempatkan negeri ini di peringkat 25, dengan potensi 4,3 miliar barel.
Untuk potensi emas, misalnya, berdasarkan data USGS cadangan kita berkisar 2,3% dari cadangan emas dunia, yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-7. Produksi emas Indonesia sekitar 6,7% produksi emas dunia dan menduduki peringkat ke-6 di dunia.
Potensi timah kita, tidak kalah besar dibandingkan emas. Dengan cadangan sebesar 8,1% dari cadangan timah dunia, Indonesia menduduki posisi ke-5 di dunia. Dari segi produksinya, Indonesia menduduki peringkat ke-2, sebesar 26% dari jumlah produksi dunia.
Untuk tembaga, cadangannya sekitar 4,1% dari tembaga dunia. Itu menempatkan Indonesia di peringkat ke-7 terbesar. Produksi kita, 10,4% dari produksi dunia, yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-2.
Dengan berbagai potensi itu, masyarakat Indonesia mestinya sudah berada pada taraf sejahtera luar biasa. Kenyataannya, angka kemiskinan terus bertambah. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan angka kemiskinan naik 0,48 juta orang. Kepala BPS, Suryamin mengatakan kenaikan 0,48 juta orang bila dibandingkan Maret ke September 2013. Pada Maret sebanyak 28,07 juta orang dan September 28,55 juta orang.
"September 2013 jumlah penduduk miskin dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan di Indonesia mencapai 28,55 juta orang akibat kenaikan harga BBM (bersubsidi)," ujar Suryamin pada pemaparan Indeks Harga Konsumen (IHK) di kantornya, Kamis (2/1).
Kenaikan jumlah penduduk miskin yang tertinggi, pada perkotaan. Maret 2013 jumlah penduduk miskin 10,33 juta orang dan September, 10,63 juta orang. Pada perdesaan, Maret 2013, mencapai 17,74 juta orang dan September mencapai 17,92 juta orang.
Sepertinya ada yang salah dalam pengelolaan sumberdaya alam kita. Inilah yang menyebabkan Indonesia seperti anak ayam yang kelaparan di lumbung padi. Sebuah ironi dari negeri yang 'tongkat kayu dan batu jadi tanaman' (Koes Plus). Salah urus itu harus dibenahi.
Kecenderungannya, ekspor SDA digenjot, tanpa peduli pada kenyataan semua potensi itu, tak terbarukan. Pada satu titik tertentu, jika cadangan itu habis, kita akan blingsatan dan pada gilirannya terjadi krisis energi di negeri kaya migas dan hasil tambang ini. Saat ini saja berbagai daerah mengeluhkan krisis energi listrik.
Nafsu menggenjot ekspor SDA mentah itu, bisa dilihat dari makin menipisnya potensi batu bara kita. Estimasi 2008 World Coal Institute, cadangan batu bara Indonesia hanya 0,5 % dari cadangan dunia. Herannya, dari segi produksi yang mencapai 246 juta ton, Indonesia menempati posisi ke enam. Peringkat pertama, China dengan jumlah produksi 2.761 juta ton, disusul USA 1.007 juta ton, dan India 490 juta ton, Australia 325 juta ton, Rusia 247 juta ton.
Untuk nilai ekspor batu bara Indonesia menduduiki peringkat ke-2 terbesar di dunia, mencapai 203 juta ton. Batubara Indonesia 85,5 % dipasarkan di India, China dan lain sebagainya. Sisanya, sebagian kecil untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Posisi pertama, Australia, sejumlah 252 juta ton. China sebagai produsen batu bara terbesar dunia, hanya peringkat ke tujuh, 47 juta ton.
Indonesia lebih mementingkan memasarkan batu bara keluar negeri dari pada memanfaatkannya untuk kebutuhan dalam negeri. Bayangkan hanya di bawah 15% yang dipasarkan untuk kebutuhan dalam negeri. Akibatnya, tidak sulit mencari penyebab sebagian wilayah kita mengalami krisis energi listrik. Celakanya, infrastrukturnya jalan juga hancur.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko menggambarkan negara ini seperti diinfus. Pasalnya, banyak komoditi pertanian yang sebenarnya bisa dihasilkan di dalam negeri, justeru dipenuhi dengan mengimpor, dengan kecenderungan tetap meninggi dan tidak terbendung.
"Kita seperti negara yang diinfus, buah dari luar, garam dari luar, kalau dicabut (infus) klenger," kata Moeldoko dalam seminar bertajuk The 14th Annual Citi Economic and Political Outlook Indonesia : The Next Year di Hotel Four Seasons, Kuningan, Jakarta, Rabu (16/4).
Kalau tidak salah urus, Indonesia akan menjadi negara maju kedua setelah India. Kuncinya, kata Jenderal Moeldoko, mampu menstabilkan jumlah penduduk, dan sumberdaya lainnya. Salah satunya melalui pengembangan pertanian dalam bingkai pertahanan Indonesia.
Karena itu, kepada Presiden baru kita titipkan masalah besar ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun