Berikutnya, gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Tuduhannya, pelanggaran administrasi pembukaan kotak suara. Laporan dimasukkan setelah putusan MK, yang tidak memuaskan Prabowo-Hatta.
Yang tidak seriusnya, manuver politik di DPR RI. Kubu Merah Putih merancang Panitia Khusus Pilpres di DPR untuk mengusut dugaan kecurangan pemilihan presiden. Sudah dilakukan pemanggilan terhadap KPU. Tetapi, KPU meminta pengunduran waktu karena masih berfokus pada sidang di MK.
Yang terakhir, class action delapan pemilih di PN Jakarta Pusat. Tuduhannya serius; KPU menciptakan kerugian materiil dan imateriil kepada delapan orang ini karena melakukan pemilu 9 Juli 2014. Wah !
MK final
Dengan dukungan tim hukum yang antara lain dimotori Firman Wijaya, Maqdir Ismail, Elsya Syarif dan sebagainya, kubu Prabowo-Hatta, berkeyakinan masih ada jalan menyoalkan sengketa Pilpres 2014 secara hukum. Padahal, kita tahu, putusan MK itu bersifat final dan mengikat.
Mengutip mantan Ketua MK Prof Jimly Asshiddiqie, MK merupakan badan peradilan ketatanegaraan sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 1945. Intinya, MK tidak hanya lembaga pengawal konstitusi (the guardian of the constitution), juga lembaga penafsir akhir konstitusi (the last interpreter of the constitution) dan lembaga pelindung hak konstitusioal warga negara (the protector of constitutional rights of citizens).
Karena keputusan MK itu bersifat final dan mengikat, itu artinya, langkah hukum lanjutan Prabowo-Hatta, tidak ada gunanya, alias sia-sia.
Lihat saja. Menurut mantan hakim konstitusi Maruarar Siahaan, pengajuan gugatan hasil Pilpres ke Pengadilan Tata Usaha Negara tak memenuhi syarat formil. Karena, soal hasil pemilu bukan objek sengketa TUN.
Tetapi, Prabowo menjelaskan, pengaduan pilpres ke MK bukan karena tidak menerima hasil pilpres, tetapi ingin membuktikan telah terjadi kecurangan dalam pesta demokrasi 2014 tersebut. Ayah satu anak itu, menyatakan tidak ingin lahirnya suatu pemerintahan dari kebohongan atau kecurangan, karena akan memerintahnya tidak benar dan dikhawatirkan ditinggalkan rakyatnya. "Manakala kecurangan sudah diketahui rakyat, pemerintah tidak akan dipercaya oleh rakyat."
Apapun itu, sudahlah, kita berharap lebih baik energi yang ada disalurkan untuk hal lebih besar untuk kemaslahatan masyarakat. Alangkah baiknya jika kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menggelar rekonsiliasi dengan kubu Jokowi-JK. Setelah itu, dua kekuatan besar tersebut bersatu untuk memakmurkan bangsa dan negara. Betapa dahsyatnya NKRI kalau itu terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H