Apapun, bisa dibilang tindakan Fraksi Demokrat DPR RI itu, telah menjadi catatan hitam di akhir jabatan Presiden Yudhoyono. Langkah Nurhayati Ali Assegaf Cs itu, sepengetahuan SBY atau tidak, telah mencoreng segala pencitraan yang susah payah dibangun sang presiden dalam 10 tahun terakhir ini.
Di luar itu, segala kecaman, bahkan caci maki dari masyarakat kepada SBY, terus mengalir dan bertahan di media sosial, sampai Sabtu (27/9). Lihat saja Kompas.com menuliskan, publik menumpahkan kekecewaannya melalui media sosial Twitter atas sikap Partai Demokrat yang WO itu.
Tidak sedikit yang menganggap partai politik yang dipimpin Presiden SBY itu, sebagai pecundang. Kekecewaan publik itu disampaikan langsung kepada SBY melalui Twitter. Tak sedikit pengguna media sosial itu yang me-mention akun SBY, @SBYudhoyono.
Bahkan, hashtag#ShameOnYouSBY menjadi topik teratas. Â "Presiden pilihan rakyat yang mencederai rakyatnya sendiri.. presiden yang mempunyai 4 album dalam 10 tahun. linkin park kalah #ShameOnYouSBY." Demikian tulis Radityo melalui akunnya @Radityoiskandar, sampai jadi trending topic.
Baca juga: @Nouvalgeha: "Terimakasih pak @SBYudhoyono, anda telah membunuh hak demokrasi rakyat Indonesia dengan mewariskan "Pilkada Tidak Langsung". #ShameOnYouSBY".
Hayono Isman, anggota Fraksi Demokrat DPR, yang tidak ikut WO, menilai wajar jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Umum DPP Partai Demokrat dicacimaki di media sosial oleh netizen. Menurut anggota Dewan Pembina Demokrat itu, kecaman pedas itu imbas sikap Fraksi Demokrat yang memilih meninggalkan ruang sidang paripurna saat voting Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. "Wajar jika Pak SBY dicacimaki," katanya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (27/9).
Hayono melihat, SBY sosok pimpinan partai politik yang cerdas dan tegas. Namun, kata bekas Menpora di era Orde Baru ini, tindakan Fraksi Demokrat DPR RI itu, tak cukup mampu menggambarkan kecerdasan itu.
Hayono juga mengkritik omongan koleganya, anggota Fraksi Demokrat DPR Benny K. Harman dan Syarief Hasan, yang menganggap sikap WO itu sebagai pilihan untuk menjadi penyeimbang pemerintah.
Itu memang alasan Demokrat WO, selain karena merasa 10 syarat yang diajukan tak disetujui seluruh fraksi. Jelas saja kubu Koalisi Merah Putih, yang sejak awal memilih Pilkada lewat DPRD, takkan setuju opsi lain. Tetapi, PDIP, PKB dan Hanura mendukung opsi baru yang dimasukkan Fraksi Demokrat itu. Herannya tanpa ba-bi-bu, Nurhayati-Benny mengajak rekan-rekannya keluar ruangan.
Yang jelas, Fraksi Demokrat secara sadar atau tidak, gagal menjadi partai penyeimbang pemerintah. Langkah WO itu, kata Hayono, justru menunjukkan seolah Demokrat ingin memberikan kemenangan bagi Koalisi Merah Putih. Bukan apa-apa. Dari hitung-hitungan kekuatan di DPR, minus Fraksi Demokrat, jelas kemenangan di tangan Koalisi Merah Putih (Gerindra, PAN, Golkar, PPP dan PKS).
"Semua orang bisa melihat, anak saya yang beda partai atau justru sopir saya sekali pun, yang dilakukan Demokrat itu bukan tindakan partai penyeimbang tetapi memberikan kemenangan kepada KMP," kata Hayono.