Sebagaimana definisi dan pengertian diskusi pada bagian awal tulisan ini, inti dari diskusi adalah wadah dan sarana bertukar pandangan, opini, gagasan dan pendapat terhadap sebuah topik permasalahan. Untuk itu, satu kesadaran yang perlu dimengerti dan ditanamkan pada pihak peserta diskusi adalah menghargai bahwa perbedaan pendapat pasti akan selalu ada. Ada yang pro terhadap suatu permasalahan, akan ada yang kontra, demikian pula akan ada yang berada pada wilayah abu-abu. Apapun posisi yang diambil oleh peserta diskusi, yang terpenting adalah masing-masing memiliki alasan dan argumen mengapa mereka memilih posisi tersebut.
Dalam diskusi mengenai penyelesaian sebuah masalah sampah dan kota, misalnya, banyak pendapat yang akan muncul mengenai cara penanganan sampah tersebut. Ada yang berpendapat dengan metode A, namun kemudian disanggah bahwa metode A terlalu high cost, sehingga akan lebih cocok dengan metode B. Well, semuanya itu sangatlah wajar dalam sebuah diskusi karena nature diskusi adalah bertukar pandangan, pendapat dan opini. Masing-masing pihak bebas untuk beropini, sepanjang didukung dengan alasan-alasan dan argumen yang logis dan masuk akal.
Dalam konteks dan konsep diversity, perbedaan pendapat dan opini adalah sebuah hal yang wajar, sebab pada hakekatnya manusia juga berbeda-beda. Malahan, perbedaan dalam hal opini dan pendapat dapat berpengaruh kualitas keputusan yang diambil, jika dikelola dengan baik. Perbedaan opini dan gagasan tersebut bisa terjadi lantaran perbedaan jenis kelamin, latar belakang pendidikan hingga pengalaman. Oleh sebab itu, menghargai perbedaan dalam sebuah diskusi, baik online maupun offline sangatlah perlu diperhatikan. Karena perbedaan opini dan gagasan dapat berdampak pada kualitas hasil diskusi, maka masing-masing pihak yang terlibat dalam diskusi, perlu memberi waktu kepada setiap orang yang menyampaikan pendapat dan gagasannya.
Bentuk menghargai perbedaan pendapat dan opini adalah dengan cara mengontrol emosi, sehingga tidak mengeluarkan kata-kata yang mengganggu/menyinggung orang lain. Selain tetap menyimak dan mendengarkan, cara menghargai adalah tidak menertawakan pendapat dan opini seseorang. Pendapat yang mungkin dianggap bodoh, tetaplah pendapat yang harus dihargai dan tidak boleh ditertawakan/diolok-olok. Suatu kali saya mengikuti diskusi di kampus. Salah seorang peserta, sebelum menyampaikan pertanyaannya berkata bahwa dia mungkin akan menyampaikan "stupid question" namun, semua yang hadir termasuk professor yang menjadi narasumber tetap memerhatikan dengan seksama. Bahkan, mereka yang terlibat perdebatan seru di kelas karena berbeda pendapat dalam sebuah topik, setelah selesai berdiskusi, mereka akan bersikap biasa, bahkan bisa duduk dan minum kopi bersama di kafe.
Untuk menciptakan iklim menghargai perbedaan pendapat perlu dilakukan sedari dini, dimulai dari keluarga hingga sekolah. Di Belanda misalnya, anak-anak sekolah sudah dibiasakan untuk menyampaikan pendapatnya dan menghargai pendapat orang lain. Mereka dilatih agar bisa menyampaikan pendapat dengan penuh percaya diri, dan mendengarkan pendapat atau opini orang lain. Jika ada yang dinilai kurang tepat, maka terjadilah dialog untuk saling mengkonfirmasi dan bertanya jawab.
Menciptakan Diskusi yang Elegan
Diskusi yang elegan tidak terjadi dengan begitu saja. Diskusi yang elegan harus dibangun dan diciptakan. Pertama, perlu ditanamkan bahwa perbedaan pendapat dalam sebuah diskusi adalah sebuah konsekuensi logis yang harus diterima dan dihargai. Dengan adanya perbedaan pendapat, ide dan gagasan dari berbagai macam perspektif tersebut, jika dikelola dengan baik, akan menghasilkan output yang berkualitas.
Hal kedua untuk menciptakan diskusi yang elegen adalah mensyukuri apabila ada orang yang menyanggah, bertanya bahkan mendebat pendapat kita. Mengapa? Sebab dengan adanya sanggahan, pertanyaan dan perdebatan, kualitas ide dan gagasan kita akan semakin terasah. Bukankah besi menajamkan besi dan manusia menajamkan sesamanya? Jadi, ketika ada pertanyaan dan sanggahan, syukurilah! Dari sanggahan tersebut, biasanya akan lebih memertajam ide dan gagasan yang disampaikan.
Ketiga, agar diskusi elegan, para peserta diskusi perlu menguasai materi yang didiskusikan. Baik diskusi online maupun offline, penguasaan materi adalah hal penting yang tidak bisa ditolak, mengingat kualitas gagasan yang dilemparkan, terkait dengan materi yang dikuasai. Materi-materi tersebut akan menjadi bahan dalam memertahankan ide dan opini yang disampaikan, lewat adu argumentasi. Dalam diskusi offline lewat Facebook, blog atau Twitter, mungkin akan sedikit tertolong karena ada "jeda waktu" sehingga seseorang bisa mencari bahan pendukung lewat Google atau sumber yang lain. Namun, dalam diskusi offline dan kopdar, penguasaan materi sangatlah perlu, otherwise, akan kelimpungan menghadapi berbagai adu argumentasi dan pendapat yang mengalir.
Berikutnya, keempat, diskusi yang elegan ditandai dengan para peserta diskusi yang bertanggung jawab atas ide gagasan yang disampaikan. Dalam konteks diskusi online dan offline, perkenalan dan penggunaan identitas asli akan sangat berpengaruh pada kredibilitas hasil diskusi. Dalam sebuah kasus, misalkan, ada pendapat dan komentar yang mungkin sangat mengejutkan terkait temuan baru kasus korupsi pejabat, tetapi apabila tidak ada sumber dan identitas yang jelas, maka hasil perbincangan akan sangat diragukan reliabilitasnya. Bila dalam forum-forum atau milis di Internet, identitas bisa dibuat dengan cara memberikan signature pada bagian akhir dengan disertai nama blog, akun Twitter atau Facebook.
Kelima, para peserta diskusi tetap persisten dan konsisten. Jangan sampai setelah memposting suatu tulisan atau melemparkan komentar dan berpendapat, seseorang langsung pergi tanpa menanggapi komentar-komentar yang masuk. Bearti dia tidak bertanggung jawab. Jadi, tidak ada atmosfer diskusi yang tercipta. Idealnya adalah, setiap tulisan yang diposting, komentar yang ditulis dan pendapat yang disampaikan, hendaknya tetap dikawal dan dipertahankan, dengan berbekal materi-materi yang memadai. Misalnya, jika menggunakan Twitter, balasan bisa dilakukan dengan cara me-mention pengguna Twitter yang menyampaikan komentarnya.
Keenam, jikalau suatu saat macet ide, tidak bisa memertahankan pendapat atau idenya dianggap salah, jangan lantas beranggapan sudah kalah dan jangan lantas pergi meninggalkan arena. Akui saja bahwa materi yang dikuasai kurang dan belum bisa menjawab sanggahan yang disampaikan. Mungkin jika sudah mendapatkan jawaban atas sanggahan yang diajukan, maka akan kembali menanggapinya. Hal ini karena dalam diskusi tidak ada yang menang atau kalah, benar atau salah, yang ada ialah bagaimana masing-masing argumen yang disampaikan bisa menyokong idea atau gagasan.