Tetapi, di tengah semua dinamika ini, perlu dipahami bahwa manusia tetaplah manusia. Tidak ada yang sempurna. Kadang, keputusan cinta yang diambil memang bukan yang terbaik, tetapi bukan berarti selalu salah. Yang penting adalah memastikan bahwa cinta tidak melanggar aturan moral dan tidak menyakiti diri sendiri atau orang lain.
Cinta yang Membodohi: Pengalaman Pribadi
Pengalaman pribadiku menjadi bukti nyata dari kebodohan yang kerap muncul dalam hubungan cinta. Dahulu, aku mengenal seorang lelaki pintar dan tampan, tetapi dia rela berlutut di bawah meja atasannya demi mempertahankan jabatannya. Semua itu ia lakukan demi "stabilitas" yang ia pikir diperlukan untuk mencintai dan dicintai.
Kemarin, seorang teman wanita mengeluh kepadaku tentang bagaimana ia rela menjadi apa pun yang diinginkan oleh kekasihnya. Padahal, mereka belum menikah. Ia takut pasangannya berpaling ke hati lain.
Ada pula seorang wanita tua di lingkunganku yang gemar membicarakan tetangga dan keluarganya sendiri, mengeluh tentang suami dan mertuanya. Ia tampak kelelahan dengan kebodohannya sendiri, tetapi terus mengulanginya.
Semua ini membuatku berpikir: mengapa cinta yang seharusnya membahagiakan justru membawa begitu banyak penderitaan?
Refleksi: Putuskan atau Tinggalkan
Aku memiliki prinsip sederhana: jika cinta membuatmu kehilangan akal sehat, tinggalkan. Itulah sebabnya aku tidak pernah bertahan lama dalam hubungan percintaan. Orang-orang di sekitarku menyebutku terlalu pemilih, bahkan tidak laku. Tetapi, apakah aku salah karena menolak tunduk pada dinamika yang salah?
Ironisnya, mereka yang mengkritik pilihanku sering kali adalah orang-orang yang juga tidak bahagia dalam hubungan mereka. Mereka membenarkan pilihan yang salah dengan terus membicarakan dan membesar-besarkan masalah orang lain. Dalam kebingungan mereka, mereka tetap merasa benar.
Pada akhirnya, mungkin cinta sejati adalah tentang keberanian untuk menjadi diri sendiri. Jika cinta membuat seseorang kehilangan jati dirinya, mungkin itu bukan cinta, melainkan bayangannya saja. Sebab, cinta yang sejati justru seharusnya menumbuhkan, bukan menghancurkan.
Cihaurbeuti, 13 Desember 2024