SIA-SIA
Ketika takdir mengajak ngopi
Duduk berdua di warung kopi terdekat
Tidak pernah berniat untuk bersengaja
Karena takdir yang meminta
Berkenalan dengan orang-orang baru
Dari hedonis hingga yang serba pelit
Kopiku masih mengepulkan harapan
Mengisyaratkan panasnya persaingan
Semangkuk mie menggoda imanku
Tidaklah bagus untuk lambungmu
Bahkan kopi di hadapanmu kini tak bisa membuatmu tersadar dari dunia
Hanya untuk menutup gengsi karena hujan memaksa berteduh
TV yang menggantung di sudut warung menampilkan berita
Setelah minyak goreng mahal yang lain ikut-ikutan
Aku kira hanya anak remaja saja yang tidak ingin ketinggalan trend
Lagi-lagi ada yang menggoda iman, si bibi terus menawarkan dagangan
Sudah terlalu lama aku duduk menghalangi para bapak, tapi tidak beli sebanyak mereka
Terpaksa membungkus beberapa biji gorengan
Sampai rumah akan diomeli emak
Tapi takdir kembali meneruskan ceritanya, kini iklan baris tidak lagi memilki peran
Wajah-wajah yang sudah tidak good looking terkena minyak
Berita-berita yang panas soal minyak ditimpali minyak dingin yang sudah jelantah
Percumalah mereka menjadi orang
Jika pada akhirnya menjadi pembungkus gorengan
Penutup orang mati
Pembungkus baju
Alas dagangan
Dan kertas kado, kemudian menjadi baju (di pameran)
Mereka tak pernah marah, entah tak punya kelompok untuk bersuara?
Ini zaman orang menuntut begitu sangat amat dihargai
Namun, lupa untuk saling menghargai
Takdir menyuruhku pulang
Langit menyudahi curhatnya
Di jalan nanti akan ada lagi cerita
Dalam beberapa detik hidup begitu sia-sia
Dalam langkah kecil hidup begitu panjang
Dalam ibadah tubuh manusia hidup jadi bermakna.
12:54
Cihaurbeuti, 28 Maret 2022
BACA JUGA MENDIKTE TUHAN
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H