"Anggap saja perlakuan jahat merekalah yang menjadi mantra kita kembali untuk meraih mimpi, walau luka tetap meneteskan darahnya"
Langit tak pernah meminta hal aneh selain senyuman
Begitu dengan Matahari, ia sekali pun tidak mengetuk pintu karena kehausan
Nyaman, walau hujan dan petir bermain di dalam kaca
Unik memang, mengapa (saat) mereka begitu rusuh atas nama makhluk Tuhan
Mengikuti ke mana wajahnya menyapa, lusuh
Seakan inilah yang wajar bagi mereka
Tolong mengerti, ada yang lebih rapuh di dalam sana
Biarkan diam dan perginya yang menjadi jawaban
Meluapkan semua emosi dengan tak lagi bersua, sesaat
Meski lelah, dan legam duka sang sepi diredam
Bukan semata demi uang, melainkan ketenangan; bebas
Namun, jangan lupa
Lelaki kurus itu segera kembali
Dengan sejuta lukisan kota dan air mata desa
Gagah, menggandeng jari-jemari mimpi dengan kaki layu, menang!
Cihaurbeuti, 30 Januari 2019, 19.00 WIB
"Untuk seseorang yang kukenal sangat ceria meski jauh dari orang tua, dan kalian yang tengah berjuang untuk naik kelas sebagai manusia"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H