Banyak pendatang, terutama Jawa yang berusaha di Yapen, seperti menjual martabak, ikan bakar, bakso, atau toko kelontong. Puas di sekitar pelabuhan kami menuju Bandara Sujarwo Condronegoro. Bandara sore hari menjadi ruang publik warga sekitar. Ada yang main sepak bola tepat di landasan ada juga yang sekedar ngobrol di pinggiran. Karena tidak ada sesuatu yang menarik di bandara, kami asal saja bergerak memenuhi keingintahuan kami mengenai sudut-sudut kota. Kami masuk di suatu jalan di mana kanan kirinya terdapat makam. Terlihat tidak hanya makam orang-orang kristen atau Katolik. Banyak juga nisan yang bertuliskan huruf Arap yang menunjukkan makam orang muslim. Tidak jauh dari makam masyarakat umum terdapat juga Taman Makam Pahlawan.
Tanggal 30 November, karena suntuk di kamar, saya berjalan sendirian berkeliling wilayah sekitar hotel. Ternyata banyak partai politik berhaluan Islam yang ada di Pulau ini seperi PKNN, PMB, dan PKS. Di tepian jalan saya tertarik pada seorang perempuan yang sedang panen daun kangkung. Daun kangkung ini tumbuh di kolam yang airnya agak kehitaman. Daun dan batangnya besar-besar. Saya sudah merasakan rasanya waktu makan di hotel. Enak dan renyah rasanya.
Saya lanjutkan langkah, dan terhenti di depan penjual pinang. Saya memang perlu membeli pinang karena akan berkunjung ke beberapa kampung di distrik yang berada. Penjualnya seorang gadis. Namanya Matilda, kuliah semester 7 di STIE. Katanya berjualan pinang untuk membantu biaya kuliah. Harga pinang per paket Rp 5.000 terdiri dari pinang 7 buah, buah sirih 3 buah, dan kapur (injet).
Setelah membeli pinang saya kembali menyusuri jalan, berpapasan dengan anak-anak SMP dan SMA yang pulang sekolah. Umumnya mereka ramah pada orang pendatang dan selalu menyapa, "selamat siang Om". Ini sungguh masyarakat yang indah. Setelah cukup lelah saya kembali ke hotel karena akan mengetik. Saya menghindari mengetik pada malam hari, karena listrik sering padam. Hampir tiap hari, meskipun untungnya hotel punya genset. Tetapi untuk menunggu nyala butuh beberapa lama. Nyamuk juga menggannggu.
Hari ini Selasa 1 Desember kami berencana akan berangkat ke distrik di luar Yapen Selatan menggunakan speedboat. Kapal, bahan bakar dan pengemudinya sudah siap. Kami juga sudah meminta orang Yapen sebagai pemandu. Tetapi terpaksa belum bisa berangkat pagi. Alasan pertama, kami masih menunggu daftar kampung yang harus didatangi. Kedua, angin bertiup kencang, sehingga ombak kemungkinan akan tinggi. Jadi kami disarankan menunggu perkembangan kalau cuaca sudah cukup baik.
Hari itu akhirnya kami isi dengan melakukan kunjungan ke Distrik Yapen Selatan. Di distrik tersebut kami mengunjungi kampung Yapan, Kelurahan Anotaurei, kampung Mariadei, kampung Serui laut, kampung pasir Putih, dan Kampung Pasir Hitam. Kampung Yapan terletak di kaki sebuah bukit yang cukup menghijau, air cukup melimpah, di perbatasan kampung mengalir Sungai Manainum. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani ladang. Tanaman ladang yang menonjol adalah jagung dan ubi jalar. Ibu-ibu biasa menanam ubi jalar. Di kampung ini kami merasakan kesejukan dan keasrian. Rumah warga cukup tertata rapi. Semua warga menerima kedatangan kami dengan penuh keramahan. Sinar mata yang tulus tidak tidat menyembunyikan kebaikan mereka. Seperti kampung lainnya, di pingggir jalan banyak terlihat penjual pinang. Hampir semua rumah mempunyai pohon pinang.