Mohon tunggu...
winarjaki
winarjaki Mohon Tunggu... swasta -

Konsultan yang lagi merantau

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

"Ride Sharing", Pilihan Mobilitas yang Andal untuk Mengurai Kemacetan

9 November 2017   03:46 Diperbarui: 9 November 2017   03:50 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber :Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan

Jakarta, di usianya yang ke-490, sudah sesak oleh jutaan penduduk dan kendaraan yang memadati jalanan. Dengan peningkatan jumlah penduduk sebesar 10.177.924  jiwa di tahun 2017 , dibarengi dengan peningkatan jumlah kendaraan, namun tidak dibarengi dengan peningkatan pembangunan atau penambahan jalan raya yang sebenarnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk di Jakarta pada tahun 2017 mencapai 10.177.924 jiwa. BPS (Statistik Indonesia 2016) memproyeksikan pertambahan penduduk pada tahun 2035 menjadi sebanyak 11.459.600 jiwa atau meningkat 500.000---700.000 jiwa per lima tahunnya.

Kemacetan lalu lintas selalu merebak di seantero ruas jalan ibu kota, khususnya pada hari kerja. Hal ini bisa dikarenakan berbagai hal, salah satunya yakni, jumlah kendaraan bermotor yang tidak sebanding  dengan panjang jalan (kapasitas jalan).

Kapasitas jalan yang sudah tidak memadai makin diperburuk oleh kendaraan non-lalu lintas. Misalnya, trotoar diserobot pedagang kaki lima dan pemilik toko yang memajang jualannya, dimakan tempat parkir.

Persoalan ketersediaan lahan parkir masih menjadi masalah klasik, Persoalan ini terus bergulir mulai di permukiman, area bisnis, tepi jalan, hingga kawasan perdagangan. Kemacetan menjadi salah satu dampaknya. Hingga yang terbaru adalah menjamurnya parkir liar para ojek dan taksi online dipinggir jalan.

Yang tidak kurang menyumbang kemacetan, soal rendahnya kedisiplinan masyarakat pengguna jalan itu sendiri. Misalnya sopir ugal-ugalan, main serobot, seolah-olah semua orang mendahulukan kepentingannya sendiri.

Pada kondisi demikian orang yang ingin antri baik-baik lama-kelamaan bisa jengkel juga. Buntutnya lalu jadi ikut-ikutan tidak disiplin. Akibatnya kejengkelan sosial lantas mewabah menjangkiti hampir setiap pengguna jalan yang dihadapkan pada situasi demikian. Hasilnya keadaan semakin semerawut.

Jika situasi kemacetan dan parkir berlanjut seperti ini kota-kota besar seperti Jakarta ada risiko terjadi macet total hanya dalam beberapa tahun ke depan. Di sisi lain atas kemacetan yang terjadi di Kota Jakarta menghasilkan kerusakan lingkungan akibat polusi udara.

Dalam konteks angkutan jalan di Indonesia, khususnya terhadap data traffic index rate yang dipublikasi oleh Numbeo, Indonesia menduduki peringkat sebelas sebagai Negara termacet di dunia (otosia, 2015).

Bahkan berdasarkan Tomton Traffic Index 2017, Ibu kota negara ini, Jakarta berada di urutan ketiga sebagai salah satu kota termacet di dunia. Dengan kepadatan lalu lintas di Jakarta, pengemudi membutuh waktu perjalanan ekstra hingga 58 persen. (databoks, 2017 dalam, Jakarta kota termacet di dunia )

Masalah kemacetan ini disikapi beragam, ada yang berkeluh kesah hingga lelah, namun ada pula yang tanpa lelah mencoba menghadirkan solusi.  Satu solusi pun muncul dan yang kini paling diminati adalah yang mengusung konsep angkutan mobil bersama. Istilah umumnya carpoolingatau ridesharing.

Carpooling atau ridesharing dianggap sebagai solusi untuk mengurangi tingkat penggunaan kendaraan pribadi di jalan raya terutama kota-kota besar, dan diharapkan akan dapat mengurangi dampak kemacetan di Jakarta dan sekitarnya. Tak hanya itu, konsep ini pun dianggap mampu mengurangi tingkat konsumsi bahan bakar minyak (BBM), setidaknya mengurangi dosa terhadap lingkungan.

Konsep berbagi tumpangan bisa menjadi pelengkap penting untuk transportasi publik sebagai bagian dari solusi mengatasi kemacetan dan mengurangi kebutuhan lahan parkir.

Penerapan solusi seperti ini juga pernah dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta melalui sistem zona 3-in-1, yang sebenarnya tidak lepas dari pemikiran efisiensi jalan. Tapi laju pertambahan jalan tidak mampu mengatasi laju pertumbuhan mobil, sehingga kemacetan terjadi dimana-mana.

Konsep berbagi kendaraan (ride-sharing) berpotensi untuk mendukung aspek-aspek yang dibutuhkan yaitu untuk membatasi pertumbuhan jumlah kendaraan, membantu pemerintah mengoptimalisasi waktu investasi untuk infrastruktur, usaha pelestarian lingkungan hidup dan menawarkan tambahan penghasilan yang fleksibel bagi mitra-pengemudi sekaligus menghadirkan pilihan mobilitas yang andal, nyaman, dan terjangkau bagi penumpang.

Menurut penelitian Boston Consulting Group bersama Uber, penerapan ridesharingdapat menjadi alternatif mengurangi penggunaan jumlah kendaraan pribadi bisa dikurangi hingga 60 persen di Jakarta. Selain itu, kajiannya menunjukkan saat ini ada lebih dari 50 persen mobil di jalan yang hanya digunakan oleh 1 orang saja.

Terlepas dari segala kompleksitas yang ada, Uber dan aplikasi ridesharing kehadirannya diharapkan mampu melengkapi transportasi publik yang ada dan mengubah kehidupan warga menjadi lebih baik di berbagai sektor.

Jalan raya adalah investasi yang sangat mahal. Tidak jarang suatu ruas jalan dibangun dengan pengorbanan pemilik tanah di sisi jalan. Ironis sekali apabila investasi yang mahal ini hanya dinikmati oleh pemilik mobil pribadi, yang seringkali mengendarai mobilnya sendirian.

Sebuah film singkat "Boxes", temuan hasil kajian the Boston Consulting Group dan presentasi hasil riset konsumen Uber di sejumlah pasar utama di Asia Pasifik. Dengan menggunakan kotak kardus untuk menggambarkan mobil, film singkat berdurasi 90 detik tersebut secara jenaka menunjukkan realitas bagaimana masyarakat bermobilitas saat ini, dan diakhiri dengan gambaran bagaimana kota dipenuhi dengan kotak-kotak kardus.


*diambil dari berbagai sumber dengan penyesuaian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun