Mei 1984, Ba'da shalat ashar, dari sebuah mersah kayu berbentuk panggung, bercat kuning beratapkan seng, di kaki Burni Telong. Terdengar suara-suara bocah melantunkan ayat-ayat suci Al Qur'an dari surat-surat pendek dalam Juz Amma.
Di dalam mersah, sembilan anak kecil berumur antara delapan sampai sebelas tahun duduk di bersila beralaskan tikar kertan di belakang meja kecil tempat mereka meletakkan Al Qur'an Juz Amma yang sedang mereka baca.
Di depan mereka duduk bersila, Tengku Lahmuddin, seorang Haji berumur 65 tahun yang dipercaya menjadi imam kampung Atang Limus yang terletak di salah satu sudut dataran tinggi Gayo yang sejuk ini. Tengku Lahmuddin, yang di kampung ini biasa dipanggil Tengku Lah mengajar bocah-bocah itu mengaji di tempat ini tiga kali dalam sepekan, masing-masing satu jam, sehabis shalat ashar.
Bocah-bocah yang belajar mengaji di mersah ini tak semuanya berasal dari Atang Limus. Beberapa bocah khusus datang mengaji ke sini dari kampung tetangga, Simpang Remok dan Kuniran, kampung di seberang sungai yang mayoritas dihuni etnis Jawa keturunan pekerja perkebunan kopi milik Belanda, yang tetap tinggal dan beranak cucu di kampung itu sejak Indonesia merdeka dan tak pernah lagi bisa membayangkan Tanah Jawa itu ada di mana.
Tengku Lah boleh dikatakan adalah orang paling kaya di kampung ini, kebun kopinya luas dan ada di beberapa tempat. Sawah juga punya dan ditambah puluhan ekor kerbau. Di kampung ini Tengku Lah tinggal berdua saja dengan istrinya, anak-anaknya sebagian tinggal di Takengen menjadi pegawai negeri, yang lain kuliah di Medan dan pulau Jawa.
Sebagai guru mengaji, Tengku Lah sama sekali tidak dibayar. Tapi sebagai penghormatan orang tua anak-anak ini juga cukup tahu diri, ketika anak-anaknya pergi mengaji mereka menitipkan seceret teh manis atau kopi serta sekantong penganan. Masing-masing anak punya giliran sendiri.
Cara lain anak-anak ini membalas jasa Tengku Lah adalah dengan membantu "mulelang" menyiangi rumput di kebun kopi sang Tengku.
Pelajaran mengaji hari ini sudah selesai, setelah mengucap, shadaqallahul-'azhim, bocah-bocah ini merapikan Al Qur'an Surah Juz Amma dan menyusunnya di rak yang dipasang di dinding mersah.
Setelah semua rapi, Tengku Lah pindah duduk ke tengah ruangan dan bocah-bocah inipun duduk melingkar di depan sang Tengku. Saat ini adalah saat yang sangat mereka tunggu-tunggu.
Setiap selesai mengaji, Tengku Lah selalu menceritakan kisah-kisah dalam khazanah Islam yang mengandung muatan moral, entah itu kisah para nabi atau kisah-kisah lain yang mengandung hikmah.
Poniman, anak Kuniran yang hari ini dapat giliran membawa minuman, mengambil ceret berisi teh hangat yang diberikan ibunya. Irwan, anak Gayo asli Atang Limus, yang di sekolah duduk sebangku dengan Poniman membantu dengan mengedarkan gelas ke depan tiap anak.