Mohon tunggu...
Laksamana Fadian Z.R.
Laksamana Fadian Z.R. Mohon Tunggu... Politisi - A writer, Debater, Philantrophist

Mawapres Utama UM 2019 YSEALI Alumni

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

ABIPET: Inovasi Internet of Things untuk Mereformasi Sistem Pendidikan Menjadi Inklusif dan Menyejahterakan Guru

28 November 2019   00:16 Diperbarui: 28 November 2019   00:27 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Guru dengan peringkat terbaik akan diundang ke pusat untuk bersama-sama membicarakan desain kurikulum yang dapat menjawab masalah di lapangan. Mereka juga akan direkam saat melakukan micro-teaching sebagai bahan acuan guru lain yang berupa video.

Guru pilihan dari tiap daerah juga akan dihadirkan pada Forum Group Discussion (FGD) nasional sebagai bahan masukan Kemendikbud untuk menyusun program nasional pendidikan. Sehingga, diskursus reformasi pendidikan tidak hanya didominasi oleh akademisi bergelar "professor" tetapi juga perwakilan eksekutor yang paling merasakan kebijakan.

Kedepannya, hasil dari diskursus Kemendikbud dengan perwakilan guru berprestasi akan dikombinasikan dengan data statistik yang didapatkan dari aduan siswa terbanyak untuk membantu Kementrian dalam mereformasi kurikulum, menentukan kriteria penting dalam standar sertifikasi guru, dan konten program seperti PLPG (Pendidikan & Pelatihan Profesi Guru). Sehingga, konten dari kurikulum dan training guru akan signifikan dan terfokus sesuai kebutuhan di lapangan.

Seorang guru yang mendapatkan rapot buruk feedback sebelum batas ambang tindak lanjut lapangan akan mendapatkan laporan berupa diagram feedback tiap minggunya. Diagram yang telah divisualisasi lengkap dengan aduan siswa terbanyak juga akan diikuti dengan pemberian solusi dari server berupa link video micro teaching guru terbaik tiap wilayah yang telah diedit dan dispesifikkan agar berkaitan dengan kategori aduan yang guru terima.

Video tersebut sebagai alternatif juga dapat didistribusikan lewat CD/FD interaktif bulanan. Untuk mengatasi daftar nama guru dengan feedback negatif yang sama secara frekuen, data nama tersebut akan diteruskan ke asosiasi guru wilayah seperti MGMP untuk bekerjasama dengan dinas pendidikan dalam melakukan pelatihan ulang, konseling melewati workshop yang diikuti dengan monitoring berkala.

Sedangkan untuk kasus serius seperti pelecehan seksual akan melibatkan visitasi staff dinas pendidikan setempat atau  Komisi Ombudsman RI untuk menganalisis kejadian lapangan.

Data rekapitulasi feedback per triwulan dengan memperhatikan margin antara feedback negatif dan positif juga akan menentukan rerata insentif profesi bagi guru dari gaji pokok. Kalkulasi penentuan insentif itu akan dipublikasikan lewat platform SIMTUN Dapodik (Sistem Aneka Tunjangan). Solusi ini hadir disaat gaji guru honorer bergantung pada pendidikan terakhir dan sertifikasi (Rachman, 2018). Padahal,  pendidikan akhir kurang berdampak pada performa mengajar seperti inovasi teknik dan media, motivasi dan kedisiplinan mengajar (Safitri, et.al, 2015). Sehingga, sangat vital untuk menilai secara objektif performa guru sebagai pekerjaan profesional dan memberikan apresiasi atas dedikasi mereka, tidak terkecuali guru honorer yang saat ini sedang dalam keadaan terpuruk dengan beberapa digaji hanya Rp. 500.000 per bulan dan masih harus mencari pekerjaan sampingan untuk menutupi biaya keseharian dan transportasi (Rachman, 2018). 

 

Sistem reward & punishment, stratifikasi guru hanya dengan pertimbangan memiliki sertifikat mengajar dan merasa puas perlahan akan sirna. Sistem ini juga akan membuat guru semakin mendedikasikan dirinya secara total dengan tidak ragu untuk menginvestasikan uangnya melalui workshop hingga publikasi sebab sebagai timbal baliknya  performa mengajar mereka akan meningkat dan akan sebanding dengan insentif gaji mereka (Trannoy, 1999). Dedikasi yang meningkat juga akan menjadi pemicu untuk secara inovatif mencari solusi dalam menciptakan kelas yang sesuai dengan tujuan pembelajaran (Mas-colell, et al., 1995). Mengingat setiap siswa diberikan hak demokratisnya, guru pelajaran dan BK dibantu sekolah akan lebih terdorong untuk mengakomodasi tiap siswa yang memiliki beragam keterampilan unik, latar belakang keluarga hingga masalah psikologis. Sehingga siswa tersebut tidak akan terasingkan dalam kelas hanya karena mereka dicap "berbeda".

Saya sangat berharap, menteri baru kita--Nadiem Makarim dapat merancang sistem serupa untuk mengefisiensikan sumber daya yang sudah ada. Digitalisasi dan teknologi tidak seharusnya hanya jadi jargon dan gimmick. Dengan begitu, kita selayaknya dapat bertepuk tangan akan alasan bapak Presiden untuk mengangkat menteri kemendikbud dari kalangan technologist profesional non-partai.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun